Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

34 Tahun Dibiarkan, Sungai Apur Kembali Dihidupkan

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Pekerja-memasang-plengsengan-di-Sungai-Apur-di-Dusun-Ringinmulyo,-Desa-Ringintelu,-Kecamatan-Bangorejo,-Banyuwangi,-kemarin

BANGOREJO – Dinas Pekerjaan Umum (PU) Pengairan Kabupaten Banyuwangi memfungsikan kembali Sungai Apur di Dusun Ringinmulyo, Desa Ringintelu, Kecamatan Bangorejo. Sungai itu kembali hidup setelah 34 tahun lamanya  dibiarkan begitu saja.

Kepala Desa (Kades) Ringintelu, Kecamatan Bangorejo, Dodik HS, mengatakan Sungai Apur itu sungai buangan yang selama ini tidak diperhitungkan. Padahal, aliran air dari sungai itu bisa mengairi sawah di Desa Ringintelu  dan Desa Sukorejo, Kecamatan Bangorejo, seluas 35 hektare.

“Alhamdulillah, sekarang diperhatikan pemerintah,” katanya. Kepala Dinas PU Pengairan, Kabupaten Banyuwangi, Guntur Priambodo, Sungai Apur itu merupakan saluran buangan dari sisa-sisa air irigasi utama yang  masuk ke sawah.

“Apur itu dari bahasa Belanda yang berarti buangan, jadi air yang keluar dari  sawah masuk ke sungai ini,” ujarnya.  Keberadaan saluran ini, terang dia, selama ini terkesan sia-sia. Padahal, di bawahnya ada sekitar 46 hektare sawah di Desa Ringitelu dan Sukorejo.

Keberadaan Sungai  Apur selama ini dianggap kurang  memberi manfaat karena air yang  masuk ke saluran itu habis sebelum  sampai sawah. “Air itu terbuang  sia-sia, hilang karena salurannya,” ungkapnya. Dengan dibangun ini, Guntur berharap bisa mendukung suplai  air saat musim tanam tiba. Dirinya  juga bersyukur pembangunan di  Sungai Apur bisa berjalan sesuai  rencana.

“Selama ini, pembangunan di daerah selatan itu kurang diminati kontraktor,” sebutnya. Para kontraktor, terang dia, terlihat enggan mengerjakan proyek di wilayah Banyuwangi Selatan karena jarak lokasi proyek dengan tempat pengambilan material, seperti  pasir dan batu cukup jauh.

“Material paling banyak di daerah Kabat dan Rogojampi,” sebutnya. Pelaksana proyek, Fahrul, 38, mengakui  untuk mendapatkan material, seperti batu dan pasir, harganya cenderung lebih mahal karena jarak  yang jauh.

“Belum lagi kalau lokasinya ada di dalam, kita masih arus membayar kuli untuk mengangkut,” ungkapnya. (radar)