Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

78 Siswa Siap Jadi Relawan Penyu

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

78BANYUWANGI – Antusiasme pelajar SMPN 1 Banyuwangi untuk ikut berpartisipasi melestarikan penyu patut mendapat acungan jempol. Betapa tidak, ratusan siswa sekolah lanjutan tingkat pertama yang berlokasi di jantung Kota Banyuwangi tersebut mengumpulkan dana sukarela untuk mengadopsi telur penyu yang menetas di pantai timur kabupaten ber-tag line Sunrise of Java ini. Tidak hanya itu, sedikitnya 78 pelajar SMPN 1 Banyuwangi menyatakan kesediaan menjadi relawan penyelamatan penyu.

Adopsi penyu dan pernyataan kese diaan menjadi relawan penyelamat satwa liar dilindungi tersebut.dilakukan saat ini Banyuwangi Sea Turtle Foundation (BSTF) bersama Jawa Pos Radar Banyuwangi mengunjungi sekolah tersebut dalam rangka sosialisasi pelestarian penyu Sabtu (31/5). Ratusan siswa, sejumlah guru, dan Wakil Kepala SMPN 1 Banyuwangi, Hasan Basri menyambut kedatangan tim relawan dengan antusias. Mereka menyimak pemaparan yang disampaikan Pemimpin Redaksi (Pemred) Jawa Pos Radar Banyuwangi, Bayu Saksono.  

Giliran sesi tanya jawab, para siswa menyampaikan pertanyaan- pertanyaan terkait kurakura laut tersebut. Ada yang bertanya kapan puncak musim penyu bertelur, dan bagaimana cara memperlakukan telur penyu hingga menetas dan tumbuh dewasa? Uniknya, ada siswa yang bertanya apakah penyu bisa dikawin silang dengan penyu jenis lain? Menanggapi pertanyaan itu, Penasihat BSFT Ir Kuswaya MSi menerangkan, khusus di pantai timur Banyuwangi, puncak musim penyu mendarat untuk bertelur berlangsung mulai Mei sampai Juli.

Namun, di tempat lain, puncak musim penyu bertelur bisa berbeda. Dikatakan, penyu tidak mengerami telur seperti halnya ayam atau burung. Menurut Kuswaya, telur penyu cukup dikubur di dalam pasir dengan kedalaman dan kelembaban tertentu. “Telur penyu akan menetas dalam waktu kurang lebih 45 hari kemudian,” ujarnya. Untuk makanan, imbuh Kuswaya, penyu berumur satu sampai dua hari masih tidak membutuhkan makanan. 

Sedangkan penyu umur tujuh hari akan memakan plankton di perairan. “Sedangkan untuk proses perkawinan, penyu melakukan kawin di alam liar. Kita tidak tahu mereka kawin silang atau tidak. Tetapi penyu di alam punya insting sendiri. Mereka akan kawin dengan sesama jenis sehingga keturunan yang dihasilkan keturunan murni,” terangnya. Sebagai imbalan bagi siswa yang berani bertanya, Tim BSTF dan Jawa Pos Radar Banyuwangi memberikan bingkisan menarik.

Bingkisan itu diserahkan oleh Direktur Jawa Pos Radar Banyuwangi, Samsudin Adlawi; Wakil Kepala SMPN 1 Banyuwangi, Hasan Basri, dan Kuswaya. Hadir pula dalam sosialisasi itu Pembina BSTF Wiyanto Haditanojo. Uniknya, usai mendapat sosialisasi pelestarian penyu, para siswa SMPN 1 Banyuwangi spontan mengadopsi telur penyu yang ditetaskan di lokasi penetasan semi alami milik BSTF. 

Penetasan semi alami itu dibangun di kawasan Pantai Boom, Banyuwangi. Dalam waktu hanya sekitar 15 menit, jumlah dana adopsi telur penyu yang terkumpul mencapai Rp 1.764.000. Dana tersebut terkumpul dari kantong siswa dan dewan guru SMPN 1 Banyuwangi. Dan jika dikalkulasi, biaya tersebut cukup untuk mengadopsi telur penyu sebanyak 353 butir (adopsi telur penyu per butir sebesar Rp 5 ribu).

Bukan itu saja, sedikitnya 78 pelajar kelas VII dan VIII SMP yang berlokasi di Jalan Ahmad Yani, Banyuwangi, itu menyatakan kesediaan menjadi relawan penyelamatan penyu.  “Siswa-siswi SMPN 1 Banyuwangi mendukung penuh pelestarian penyu di Banyuwangi,” cetus Wakil Kepala SMPN 1 Banyuwangi, Hasan Basri. Sementara itu, saking semangatnya, salah satu siswa kelas VII H yang bernama Lapang berniat mendirikan lokasi penetasan penyu. 

Dia mengaku memiliki lahan di tepi pantai Desa Bengkak, Kecamatan Wongsorejo yang bisa dijadikan lokasi penetasan telur penyu. “Boleh tidak kami menetaskan penyu sendiri,” kata dia polos. Menanggapi hal itu, Kuswaya menyarankan lapang bergabung bersama rekan-rekannya untuk ikut melestarikan penyu bersama BSTF. “Sebab, untuk memperoleh izin konservasi, izinnya cukup rumit. Kami saja (BSTF) butuh waktu dua tahun barulah dapat izin,” pungkasnya. (radar)