Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

ABPD Ancam Boikot Pilkades

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Ketua Asosiasi BPD, Rudi Latif (kanan) saat dengar pendapat di ruang Komisi l DPRD Banyuwangi kemarin.

BANYUWANGI – Asosiasi Badan Permusyawaratan Desa (ABPD) Banyuwangi mengancam untuk boikot pelaksanaan pemilihan kepala desa (Pilkades) serentak 8 November 2017. Ancaman boikot itu dikeluarkan ABPD karena pelaksanaan pilkades serentak dinilai belum memiliki payung hukum yang jelas.

Ancaman boikot pilkades itu disampaikan Ketua ABPD Rudi Latif saat menggelar hearing dengan Komisi l (Bidang Pemerintahan dan Hukum) dengan eksekutif kemarin (7/6). Dalam hearing itu, selain Rudi hadir juga Kabag Hukum Hagni Ngesti Sri Redjeki, Kepala Bagian Tata Pemerintahan Desa, Abdul Azis Hamidi dan perwakilan dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa.

Ketua Asosiasi BPD Banyuwangi, Rudi Latif menyampaikan, dasar hukum BPD dalam melaksanakan tugas sebagai penyelenggara pilkades masih belum memiliki payung yang jelas. Meskipun sudah ada Nomor 9 tahun 2015 tentang Pedoman, Pemilihan, Pelantikan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Desa, dan Peraturan Bupati (Perbup) tentang penetapan tanggal pelaksanaan pilkades serentak.

Namun demikian, kata Rudi hingga kini BPD sama sekali belum menerima Surat Keputusan (SK) dari Bupati tentang pelaksana penyelenggaraan pilkades. “Payung hukum yang menjadi dasar pijakan kami melangkah ini apa. Kalau tidak ada payung hukum, maka tentu proses tahap pilkades yang kami lakukan cacat hukum, dan tentu kami rawan ada persoalan hukum di kemudian hari,” ungkap Rudi.

Tidak itu saja, persoalan yang paling mendasar lanjut Rudi, mengenai ketersediaan anggaran. Dalam rancangan anggaran pendapatan belanja desa (RAPBDes) 51 desa yang akan menyelenggarakan pilkades tersebut hanya menganggarkan dana Rp 45 sampai Rp 50 juta.

Padahal, besaran anggaran yang diasumsikan Rp 5000 per orang (pemilih) dinilai tidak mencukupi untuk melaksanakan semua proses tahap pilkades. Pasalnya, dalam prosesnya justru ada anggaran pengawasan BPD, termasuk anggaran musyawarah BPD yang juga lumayan besar yang kasarannya mencapai Rp 30 juta.

Sehingga dengan hitungan asumsi Rp 5000 per warga yang memiliki hak pilih, jelas tidak mencukupi. Kalaupun kekurangan anggaran tersebut diajukan dalam perubahan anggaran keuangan (PAK) waktunya juga sangat mepet dengan waktu pelaksanaan pemungutan dan pemilihan kepala desa 8 November 2017.

“Kami ke sini mohon solusi, karena kami yang berbenturan langung dengan masyarakat. Jika tidak ada solusi, maka mohon maaf jika mulai hari ini kami tidak bisa melanjutkan proses tahap pelaksanaan pilkades,” terangnya.

Sejatinya, tahap pilkades saat ini sudah sudah memasuki proses penjaringan bakal calon panitia pelaksana pilkades. Sudah ada sebagian desa yang melaksanakan tahap tersebut. Karena  cacat hukum, maka asosiasi BPD meminta agar BPD yang telah melaksanakan tahap tersebut untuk dihentikan dan dibubarkan.

Apalagi, kata Rudi hingga kini Pemkab Banyuwangi juga masih belum membentuk panitia Desk Pilkades di tingkat kabupaten yang bertugas dalam mengawal dan melaksanakan proses tahap  pilkades serentak di Banyuwangi.

“Konyol, kalau dasar hukum kami bekerja tidak ada. Apalagi anggarannya juga masih jadi perdebatan,” tandas Ketua BPD Genteng Kulon, Kecamatan Genteng ini. Kabag Hukum Hagni Ngesti Sri Redjeki mengaku payung hukum penunjukkan BPD sebagai panitia pilkades hinga kini masih belum ada, dan masih dalam proses penyusunan.

“Jika pembentukan desk pilkades tingkat kabupaten secepatnya kami akan bentuk,” ujar Kabag Tata Pemerintahan Desa, Abdul Azis Hamidi. (radar)