Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Awas Jajanan Isi Rhodamin

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Diteliti, 21 Persen Penganan Mengandung Zat Berbahaya

BANYUWANGI – Ini peringatan untuk para penggemar kuliner agar lebih selektif memilih jajanan. Sebab, tak semua makanan yang dijual bebas itu menggunakan zat yang aman dikonsumsi manusia. Penelitian Dinas Kesehatan (Dinkes) Banyuwangi akhir-akhir ini menunjukkan hasil yang cukup mencengangkan. Dari 91 penganan yang dijual di beberapa lokasi di Bumi Blambangan, ternyata 21 persen mengandung zat berbahaya dan pewarna tekstil Kepala Bidang PLPM pada Dinas Kesehatan Banyuwangi, H. Sugeng Fadjar H. APP. M. Kes mengakui, Dinkes telah melakukan penelitian terhadap puluhan jajanan di Banyu wangi.

Sampel makanan ter sebut diuji di laboratorium Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Surabaya. ‘’Pengujian itu dilakukan oleh BPOM Jawa Timur di Surabaya. Karena BPOM hanya ada di provinsi, sehingga tak mampu menjangkau daerah-daerah,” jelasnya kemarin (22/4). Fadjar menambahkan, untuk memudahkan tugas BPOM tersebut, Dinkes Banyuwangi membantu melakukan penelitian dengan jalan mengumpulkan sampel makanan dari beberapa daerah di Banyuwangi.

Selanjutnya, puluhan sampel tersebut diuji di laboratorium BPOM Surabaya. ‘’Yang kami kirim untuk diuji di BPOM Surabaya itu 1 jajanan dan makanan,” ujar suami DR. Hj. Sundari A. Per. Pen. MKes., tersebut. Dia menjelaskan, sampel penelitian tersebut diambil dari Kecamatan Banyuwangi, Kecamatan Rogojampi, Kecamatan Purwoharjo, dan Kecamatan Muncar. Jenis makanan yang diuji bermacam-macam. ‘’Mulai kerupuk, terasi, sawur, es cendol, cenil merah, hingga arum manis,” ujar Fadjar.

Setelah pengujian laboratorium BPOM selesai di lakukan, hasilnya cukup mengejutkan. Ada beberapa makanan yang mengandung zat berbahaya. Menurut Fadjar, ada makanan yang mengandung pewarna tekstil, ada juga yang mengandung Rhodamin-B (C28H31N2O3Cl), serta ada yang mengandung Borax. ‘’Jika zat-zat tersebut dikonsumsi secara terus menerus, maka akan memicu kanker, kerusakan ginjal, dan penyakit lain,” jelasnya. Karena itu, Dinkes mengimbau para produsen makanan di Bumi Blambangan agar tidak menggunakan pewarna tekstil dan bahan pengawet yang berbahaya bagi kesehatan.

‘’Kami me nyarankan agar masyarakat menggunakan pewarna alami yang tidak membahayakan kesehatan, misalnya pandan untuk warna hijau, kunyit untuk warna kuning, dan sebagainya,” tuturnya. Sementara itu, penggunaan zat berbahaya pada sebagian jajanan yang dijual bebas itu tidak disadari para konsumen. ‘’Saya tidak tahu kalau sawur ternyata juga mengandung zat berbahaya. Selama ini biasa saja saat makan sawur, tidak ada yang aneh,’’ ujar Cici, 24, warga Kelurahan Singonegaran, Kecamatan Banyuwangi.

Cici mengaku tak akan berlebihan menanggapi kabar terkait makanan yang mengandung pewarna tekstil dan zat berbahaya pada jajanan yang  dijual bebas itu. ‘’Ya, biasa saja. Toh, tidak setiap hari kami mengonsumsi makanan seperti itu,” ujarnya. Tanggapan datar juga di lontarkan salah satu produsen makanan di Banyuwangi. ‘’Sejak ramai kabar tentang borax beberapa tahun lalu, saya biasa saja. Karena, sejak dulu kami tidak pernah menggunakan pengawet semacam itu,’’ kata Yanto, seorang pedagang bakso di Kecamatan Banyuwangi.

Sementara itu, hasil penelitian Dinkes tersebut langsung ditindaklanjuti Pemkab Banyuwangi. Pemkab langsung membentuk tim gabungan yang terdiri atas enam lembaga untuk menindaklanjuti tersebut. Tim gabungan itu terdiri atas Di nas Kesehatan, Dinas Perindustrian Perdagangan dan Pertambangan, Dinas Koperasi dan UKM, Satuan Polisi Pamong Praja, Sekretariat Tetap UKS, dan Dinas Pendidikan. Tim gabungan itu langsung melakukan operasi untuk menjaring penggunaan zat pewarna tekstil dan zat berbahaya pada makanan di beberapa lokasi. (radar)