Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Bupati Diminta Memediasi Sengketa Pilkades

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

SEMENTARA itu, jelang pelantikan kepala desa (kades) secara masal di halaman kantor Pemkab Banyuwangi besok (4/10), polemik seputar pemilihan kepala desa (pilkades) belum benar-benar reda. Beberapa pihak masih meminta bupati menyelesaikan permasalahan tersebut sebelum kades terpilih dilantik. Salah satu permintaan peninjauan kembali dilontarkan tiga calon kepala desa (cakades) Kebaman, Kecamatan Srono. Para cakades yang kalah kompak menyatakan tidak terima hasil pilkades yang digelar 5 September 2013 lalu.

Mereka menuding banyak pelanggaran dalam pilkades. Sajito, salah satu cakades yang kalah pada Pilkades Kebaman mengatakan, permasalahan terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan panitia pilkades setempat belum selesai hingga kini. Tidak hanya itu, panitia pilkades dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) juga membuat kesalahan lain, yaitu menerbitkan keputusan penetapan cakades terpilih yang tidak ditandatangani para cakades. “Kami ingin bupati menyelesaikan persoalan ini.

Jangan langsung mengarahkan kami menempuh jalur hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN),” ujarnya kemarin (2/10). Sajito mengaku, dirinya dan dua cakades lain, yakni Puji Utomo dan Sirojudin, telah mengirim surat permohonan peninjauan kembali kepada bupati. Sayang, hingga kini surat permohonan tersebut belum mendapat tanggapan. Dikonfi rmasi terpisah, Pakar Hukum Tata Negara, Dr. Didik Suharyanto, MH mengatakan,nyaris semua pilkades yang bermasalah, calon yang kalah masih belum puas.

Hal itu terjadi karena pihak-pihak yang bersengketa belum bertemu.“Karena belum pernah dimediasi,” ujar lelaki yang juga dosen Universitas 17 Agustus 1945 tersebut. Didik mengakui, dirinya kerap menerima pengaduan dari cakades yang tidak puas dengan hasil pilkades. Para pihak yang tidak puas dengan hasil pilkades itu mengaku sudah mengirim surat kepada bupati, camat, dan BPD, tapi surat tersebut tidak ditanggapi. “Menurut saya, bupati atau tim yang dibentuk perlu segera memediasi pihak-pihak yang bersengketa itu.

Harus ada penyelesaian agar sengketa tidak berlarut-larut,” cetusnya. Didik menambahkan, jika penyelesaian sengketa lewat PTUN, maka yang digugat adalah keputusan tata usaha negara. Dalam kasus pilkades, yang digugat adalah penetapan kades terpilih. “Yang digugat adalah bupati, bukan BPD atau camat,” tuturnya. Sehingga, kalau sampai ke ranah PTUN, imbuh Didik, berarti bupati tidak punya iktikad secara arif dan bijaksana menyelesaikan sengketa melalui mediasi.

“Tidak semua persoalan harus diselesaikan melalui jalur hukum. Akan lebih elok jika bupati langsung memediasi rakyatnya. Itu justru akan menjadi nilai plus di mata rakyat. Jika pihak-pihak yang bersengketa tetap ngotot, ya monggo ke PTUN. Yang jelas bupati sudah berusaha memediasi,” pungkasnya. (radar)