Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Budaya  

Cemoro Perlu Dinobatkan sebagai Desa Sejarah

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

cemoroNAH tepat di belakang atau di selatan Gua Pawon ada satu gua lagi. Namanya Gua Pasujudan. Terkait namanya, tidak banyak yang bisa kami sampaikan. Ada dugaan, nama itu baru-baru saja diberikan. Itu terkait gua tersebut sering digunakan sebagai lokasi ritual dan zikir. Posisi amara Gua Pawon dan Gua Pasujudan serta Gua Sadong dan Gua Capil sangat mirip. Sama dengan Gua Capil yang berada di belakang Gua Sadong dengan posisi lebih tinggi, Gua Pasujudan berada di belakang Gua Pawon juga dengan posisi lebih tinggi.

Jarak Gua Pawon dan Pasujudan dekat, bahkan sangat dekat. Tidak sampai satu menit jalan kaki sudah sampai. Sama dengan Gua Sadong dan Koperasi, mulut Gua Pasujudan sangat sempit. selebar tubuh orang dewasa. Tetapi, bagian dalam tidak begitu lebar, hanya culaip beberapa orang. itu pun dengan posisi jongkok. Atapnya tidak terlalu tinggi, sehingga di dalam gua itu kami tidak bisa berdiri. Bagian bawah Gua Pasujudan berupa tanah. Jadi, kalau digali, mungkin saja lebih dalam. Yang jelas Gua Pasujudan memiliki dua pintu, atas dan bawah. 

Pintu atas menghadap ke selatan dan pintu bawah menghadap ke timur. Pintu bawah lebih lebar. Tim ekspedisi masih pada dugaan semula gua-gua yang ditemukan di Dusun Cemoro adalah gua persembunyian pasukan Blambangan saat Perang Bayu. Terutama dalam upaya mengepung Belanda yang mendirikan kemah di Anderwono. Tetapi, terkait Gua Pasujudan, mungkin ada fungsi lain. Sebab, lebar dan tinggi guanya tidak sama dengan Gua Sadong dan Koperasi. “Bisa sebagai tempat pengintaian dan pengalih perhatian.

Yang jelas tetap tidak jauh dari fungsi sebagai tempat persembunyian. Tetapi, lagi-lagi ini sebatas dugaan,” kata John Rahmatulloh angggota ekspedisi. Sementara itu, Kabid Pariwisata pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi, Darihano menyebut, Dusun Cemoro adalah dusun yang bersejarah. Dia mengapresiasi ekspedisi ini yang menurutnya sangat menarik. Ada dugaan-dugaan baru yang muncul, meskipun perlu kajian lebih mendalam oleh ahlinya. 

Yang jelas, ekspedisi gabungan Jawa Pas Radar Banyuwangi dan Dewan Kesenian Blambangan (DKB) telah menambah keyakinan masyarakat bahwa gua-gua di Dusun Cemoro memiliki nilai hisrori sangat tinggi. “Tidak hanya berharga bagi Banyuwangi, tapi juga bagi Indonesia,” katanya. Lelaki yang juga anggota DKB itu berharap masyarakat Banyuwangi tidak buta sejarah dan kulturnya. Lelaki murah senyum itu juga berharap Desa Balak dinobatkan sebagai “desa sejarah? Jika tidak ditetapkan sebagai “desa sejarah ada kekhawatiran bukti-bukti sejarah yang berada di desa tersebut hilang.

Mengingat, lahan tempat gua-gua itu berada adalah lahan milik perorangan. “Kalau oleh pemiliknya di bongkar kekaguaman akan tinggal kenangan. Lantas, bagaimana anak-cucu kita jika ingin mengetahui sejarah leluhurnya melawan Belanda,” katanya. Sementara itu, John Rahmatullah menyebut. bukti-bukti sejarah yang ditemukan di Dusun Cemoro harus di integrasikan dengan bukti-bukti sejarah di lokasi lain. Sehingga, akan menjadi satu kesatuan yang bisa dipelajari masyarakat. Dia menduga, bukti-bukti sejarah terkait Perang Bayu tidak hanya terdapat di Desa Balak. 

Di desa lain tentu ada, seperti di Desa ?erangan dan sekitarnya entah itu berupa parit jebakan maupun sisa benteng penah Oleh karena itu, dia mengaku ekspedisi-ekspedisi perlu dilakukan. “Setela integrasi, itu bisa menjadi paket wisata sejarah yang menarik bagi masyarakat dan Radar Banyuwangi mampu membuka masyarakat terkait hal-hal selama ini tersembunyi sengaja disembunyikan,” ungkap anggota komisi pub DKB itu. Di sisi lain, Fatah Yasin menjelaskan, Perang adalah perang luar biasa. disisi lain, Fatah Yasin Noor menjelaskan, Perang Bayu adalah perang luar biasa.

Melibatkan banyak orang dan dalam waktu yang cukup lama, sekitar tiga tahun. Itu satu prestasi, karena senjata yang digunakan kedua belah pihak tidak seimbang. Belanda menggunakan senjata api dan senjata berat, seperti meriam. Pasukan Blambangan di bawah komando Jogopati hanya bersenjata keris, tombak, dan bambu runcing. Setelah Perang Bayu, dia menduga, Belanda sengaja memutus generasi Blambangan. Sehingga, masyarakat Banyuwangi harus menggali sendiri masa lalunya dengan balai empiris. 

Jika tidak, masyarakat Banyuwangi akan tetap tidak tahu tentang masa lalu dan siapa leluhurnya kecuali versi VOC. Berdasar pengamatan tim ekspedisi, Belanda memang tidak banyak menceritakan Keraton Macan Putih, termasuk keheroikan Agongwilis dan Jogopati saat melawan mereka. Belanda seolah sengaja memutus generasi-generasi setelah Perang Bayu dengan generasi-generasi sebelum perang. “Sekrang saja banyak yang tidak tahu siapa itu Ageng Wilis, Jogopati, dan Sayu Wiwit, mengingatkan, bulan Oktober adalah waktu yang sangat tepat untuk melakukan napak tilas, perenungan, dan mengenang kembali para leluhur Blambangan.

Sebab, bulan Oktober 1772 adalah bulan yang sangat menegangkan desa dibakar, darah bercecer, dan air mata tumpah. Kepala pasukan Blambangan yang telah dipenggal dan terpisah dari badan digantung dan dipajang di pinggir-pinggir jalan. Berdasar penelusuran literatur yang kami lakukan, pendapat Fatah Yasin tersebut bukan tanpa dasar. Bahkan, ada literatur yang menyebut bahwa dari 65.000 rakyat Blambangan yang hidup saat itu, hanya tersisa 5.000 jiwa. Itu pun lebih banyak vcanita dan anak-anak. Ditambah para tawanan yang sakit parah akibat perang. 

Banyak sumber menyebut Perang Bayu adalah perang bersejarah dan fenomenal melawan kolonial. Tetapi, tak dapat dipungkiri, petang tersebut luput dari pelajaran sejarah yang diajarkan di bangku-bangku sekolah. Bahkan, ada literatur yang menyebut bahwa Perang Bayu adalah perang pertama melawan Belanda. “Meskipun sumber itu perlu dibuktikan keakuratannya, yang jelas kita harus bangga menjadi wong Blambangan.

Sebelum orang lain melawan, kita sudah melawan. Berarti pemikiran leluhur kita lebih tajam. “mang pasti, kita lebih berani,” pungkas penyair kenamaan Banyuwangi itu. John Rahmatulloh menambahkan, berdasar riwayat, perjuangan Agung Wilis benar-benar dahsyat. “Saya kembali sadar bahwa zaman dulu leluhur kita memang benar-benar dahsyat dalam berjuang. Semoga semangat para pahlawan Blambangan bisa menjadi pelajaran berharga yang melekat di hati, terutama bagi rakyat Blambangan untuk memajukan daerah,” pungkasnya. (radar)