Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Hukum  

Desak Bebaskan Pemilik Tanduk Banteng

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

BANYUWANGI – Desakan agar aparat kepolisian membebaskan dua tersangka kasus penjualan tanduk banteng, yakni Sukaji dan Kusaeri, terus mengalir. Sebab, dasar hukum yang digunakan untuk menahan dua warga asal Desa Kedungasri, Kecamatan Tegaldlimo, tersebut dinilai tidak tepat.

Bahkan, warga balik menuntut aparat segera mengungkap siapa oknum yang berperan sebagai dalang kasus yang ditengarai kuat rekayasa tersebut. Hadiyanto, salah satu tokoh masyarakat Kedungasri mengatakan, tanduk banteng yang menjadi penyebab penangkapan Sukaji itu sudah ada di rumah yang merupakan peninggalan orang tuanya tersebut sejak sekitar tahun 1960 silam. Tiba-tiba Kusaeri berniat membeli tanduk banteng milik Sukaji tersebut.

Lantaran Sukaji tidak hobi mengoleksi bagian tubuh hewan, dia pun mempersilakan Kusaeri membawa tanduk banteng tersebut. Namun, kala itu Kusaeri tidak segera membawa tanduk banteng itu. Beberapa hari berselang, Kusaeri kembali ke rumah Sukaji. Kali ini, dia langsung membungkus kepala banteng tersebut dan dibawa pulang.

Padahal, saat itu Sukaji sedang  tidak di rumah. Sayang, di tengah perjalanan, Kusaeri tertangkap petugas Taman Nasional (TN) Alas Purwo. “Berdasar keterangan istri Kusaeri, suaminya hanya disuruh seseorang,” ujar Hadiyanto saat berada di kantor penasihat hukum Sukaji, Wahyudi, kemarin (18/10)..

Beberapa jam berselang, petugas TN Alas Purwo bersama aparat Polsek Tegaldlimo mendatangi rumah Sukaji. Tanpa kesulitan berarti, petugas menciduk pria tersebut. Anehnya, saat menangkap Sukaji, petugas tidak menunjukkan surat perintah penangkapan. Hal itu menimbulkan reaksi solidaritas warga.

Menurut warga, Sukaji hanya petani utun yang tidak tahu apa-apa. Terlebih, tanduk banteng tersebut sudah ada di rumah Sukaji sejak sekitar tahun 1960  “Kami meminta keduanya (Su kaji dan Kusaeri) dibebaskan tanpa syarat. Sebaiknya pe tugas segera menemukan siapa oknum yang menyuruh Ku saeri membeli tanduk banteng tersebut.

Jangan-jangan ini rekayasa,” kata Hadiyanto di amini kakak kandung Sukaji, yak ni Supriyani, dan beberapa perwakilan warga. Sementara itu, Wahyudi de ngan tegas mengatakan bahwa hukum ti dak multi tafsir lantaran ber kaitan de ngan hidup orang banyak. Dijelaskannya, pasal yang digunakan menjerat kliennya adalah Pasal 21 Undang- Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1990.

Pasal itu mengatur setiap orang tidak boleh menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, mengangkut, dan memperingatkan satwa yang dilindungi, baik dalam keadaan hidup atau mati, ataupun bagian-bagian tubuh hewan yang dilindungi tersebut. ”Tentu UU itu berlaku sejak ditetapkan. Sementara itu, tanduk yang ada di rumah Su kaji sudah ada sejak tahun 1960- an, itu pun tidak jelas dari mana asalnya.

Apakah banteng tersebut hasil berburu ataukah banteng yang mati se cara alami,” terangnya. Wahyudi menambahkan, kapan pembunuhan atau penganiayaan atas banteng tersebut harus jelas. Demikian juga menyangkut tempat kejadian perkara (TKP)-nya.

Menurut Wahyudi, jika aparat bersikukuh pasal itu (Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1990) yang digunakan menjerat klien kami, maka mereka harus aktif mencari dan menemukan setiap orang yang memiliki dan menyimpan hewan maupun bagian tubuh hewan yang dilindungi. “Oleh karena itu, kami meminta persoalan ini di selesaikan baikbaik; baik untuk TN Alas Purwo, baik juga untuk ma syarakat,” pungkasnya. (radar)