Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Dikira LSM dan Sales, Pernah Diacungi Golok

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

kejaksaanBelasan hingga puluhan persidangan digelar setiap hari di pengadilan Negeri Banyuwangi. Mulai perkara perdata hingga pidana umum dilaksanakan secara terjadwal. Kondisi itu membuat kantor peradilan di Jalan Adi Sucipto, Banyuwangi itu selalu dibanjiri pengunjung dari seluruh pelosok Banyuwangi.

Tujuan kedatangan warga beragam.Ada yang menjalani perkara, menyaksikan persidangan, dan ada yang menjadi saksi sidang, Mereka akan terbagi dalam beberapa agenda persidangan yang digelar di sejumlah ruang di kantor pengadilan kelas 1 B tersebut. Siapa sangka bila kelancaran proses persidangan tidak selalu identik dengan hakim, terdakwa, saksi, dan jaksa.

Kelancaran persidangan ternyata juga memerlukan banyak komponen pendulang lain, seperti petugas jasa pemanggilan saksi dari kejaksaan. Mereka yang bertugas mengantarkan surat panggilan saksi, Sepele dan mudah. Begitu sepertinya membaca paparan tugas pokok pengantar surat panggilan saksi. Bahkan, banyak orang yang mengira siapa pun bisa melakukan.

Saat ini kejaksaan Banyuwangi memiliki  dua petugas pengantar surat panggilan saksi. Mereka adalah Sadianarto alias Totok dan Rizal.  Mengirim surat panggilan merupakan pekerjaan lain yang rutin dilakukan. Pekerjaan itu mereka lakukan merangkap sebagai petugas pengawal tahanan Kejaksaan Negeri Banyuwangi. Rutinitas yang tentu membutuhkan tenaga, pikiran, dan waktu.

Selain itu, juga dibutuhkan keberanian dan mental yang kuat. Maklum, wilayah yang dituju tidak sebatas kota Banyuwangi. Lebih dari itu, keduanya juga harus menjangkau pelosok Banyuwangi. Hari Sabtu dan minggu menjadi waktu tersibuk keduanya. Mengunakan motor, Totok dan Rizal melahap ratusan kilometer untuk sekadar menyelesaikan tugasnya. Untuk jarak dekat, keduanya tidak ada masalah. Jarak yang dekat sangat mudah melacak alamat orang yang dituju.

Terkadang keduanya menggunakan bantuan petugas polsek terkait pengiriman surat panggilan tersebut.  Tetapi, jika lokasinya jauh dan terpencil, mau tidak mau keduanya harus mengantarnya sendiri. Belum lagi jika kondisi cuaca tidak bersahabat. Hujan dan teriknya matahari menjadi tantangan bagi mereka. Tantangan cuaca itu belum termasuk tantangan ketika menghadapi tipikal dan kultur masyarakat yang berbeda di setiap daerah.

“Kadang tidak cukup sekali datang, bisa sampai dua atau tiga kali. Butuh kesabaran untuk menjelaskan intisari surat pemanggilan itu,” ujar Rizal.  Saat mendatangi rumah tujuan, Rizal dan Totok tidak jarang mendapat persepsi keliru dari masyarakat. Tidak jarang keduanya dianggap sebagai lembaga swadaya masyarakat (LSM), sales sebuah produk, dan anggota polisi.

“Beberapa orang yang kami penah datangi ada yang berusaha menakut-nakuti dengan sebilah golok,” kenang Rizal. Sikap masyarakat dalam menerima surat panggilan itu memang berbeda-beda. Ada yang kasar dan ada yang bisa menerima sedikit pula yang berpura-ptua tidak mengenal identitas yang tertera dalam surat. Beribu alasan diutarakan, mulai sibuk hingga mengaku sudah pernah bersaksi di kepolisian. itu menjadi trik mereka menolak surat panggilan.

Bahkan, tidak sedikit yang membiarkan rumah dalam kondisi kosong saat keduanya datang. Ulah warga semacam itu menyebabkan Rizal dan Totok memilih mengalah. Gagal di kesempatan pertama, upaya menyampaikan surat panggilan terus dia lakukan di kesempatan berikutnya.  Bahkan, demi meyakinkan calon saksi, tidak jarang Rizal dan totok sedikit memberikan pemahaman dengan gaya sedikit ceramah terkait pemanggilan saksi.

Meski susah, keduanya tetap harus menjalankan amanat tersebut. Lebih meyakinkan lagi, keduanya juga tidak segan meminta bantuan orang lain, Kepala dusun hingga kepala desa menjadi rujukan untuk menjelaskan persoalan yang di hadapi yang masuk dalam daftar saksi. Bahkan, pada beberapa kasus, keduanya dikawal petugas kepolisian.

“Baru setelah ada polisi mereka yang yakin dan nggak buruk sangka,” kenang Totok.  Namanya tugas memang tidak mudah dijalankan. Meski penuh rintangan, Rizal dan Totok tetap menjalankan kewajibannya dengan lapang dada. Keduanya pun mendapat pengalaman baru mengelilingi Banyuwangi. Penjuru Banyuwangi menawarkan segudang pesona dan daya tarik yang tidak akan dilupakan. (radar)