Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Dulu Modal Cekak, Kini Ekspor ke AS dan Eropa

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

duluUsaha kerajinan lokal yang dirintis Ahmad Fathoni Lisanda ini benar-benar dirintis dari awah. Sempat terkena badai krisis, dia tetap berjuang hingga akhirnya sukses merambah pasar global dengan omzet minimal Rp 50 juta per bulan.  MULAI tahun 1993, Ahmad Fathoni Lisanda mencoba mengkreasi beragam barang kerajinan dengan memanfaatkan bahan dasar pelepah pisang.

Meski usaha yang dia geluti tersebut tidak langsung men dapat sambutan pasar yang meng gembirakan, laki-laki yang karib disapa Toni itu tak patah arang. De ngan modal keyakinan bahwa usahanya itu akan berkembang, Toni terus menekuni usahanya tersebut. Kendala tak kalah pelik harus di hadapi  Toni saat krisis moneter me landa sekitar tahun 1998 lalu. Pe sanan yang mulai deras mengalir pun tersendat.

Namun, lagi-lagi Toni tak mau menyerah begitu saja. Laki-laki yang beralamat di Jalan MH. Th amrin, Banyuwangi, itu terus mempertahankan usahanya. Begitu badai krisis ekonomi mulai reda, Toni lantas menggandeng rekannya, Khotibin, untuk mengembang kan usaha kerajinan yang berlokasi di Dusun Kejoyo, Desa Tambong,  Kecamatan Kabat. Dengan modal cekak, Toni dan Khotibin be rusaha memperluas pangsa pa sar produk kerajinan tangan ter se but.

Bolak-balik Banyuwangi-Bali pun harus sering dilakoni untuk me nitipkan kerajinan berupa tas, alas piring, wadah tisu, dan lain-lain itu, ke beberapa art shop di Pulau De wata. Lantaran hanya titipan, para pe milik art shop hanya bersedia membayar kerajinan berbahan alam itu jika sudah terjual Bahkan, tidak jarang pemilik art shop tidak menanggapi barang titipan tersebut. Aki batnya, kerajinan hasil kreasi Toni dan Khotibin yang dititipkan itu dianggap ha ngus.

Awal join dan mendirikan bendera Kejaya Handicraft itu, Toni dan Khotibin atau yang karib disapa Ibien, mempekerjakan dua orang. Perlahan-lahan pesanan mulai me ngalir. Karena membuat kerajinan itu ha nya dilakukan empat orang, Toni dan Ibien pun harus rela lembur nyaris setiap hari sekadar memenuhi pesanan yang ti dak banyak tersebut. “Pak Toni harus rela pulang ke rumahnya di Banyuwangi dua hari sekali.

Saya yang saat itu pengantin baru ha rus rela sering-sering meninggalkan is tri di rumah untuk mengerjakan pesanan konsumen,” celetuk Ibien saat ditemui di sentra pembuatan souvenir di Dusun Tambong. Perkembangan usaha yang cukup pesat di alami Tony dan Ibien di tahun 2000 silam. Kala itu, seorang tamu asal Inggris memesan tempat lilin menggunakan berbagai ma cam bahan baku alami. Tidak tanggungtang gung, konsumen tersebut order satu kon tainer tempat lilin dan harus dipenuhi da lam kurun dua bulan.

Untuk memenuhi pe sanan yang sangat besar itu, Tony dan Ibin mengangkat 30-an pekerja. Pesanan dalam jumlah besar lain datang pada tahun 2002. Kala itu, dua tamu yang masing-masing berasal dari Italia dan Hawaii, Amerika Serikat, memesan beragam kerajinan berbahan alam, di antaranya album foto dan pigura berbahan pe lepah pisang. Selama bertahun-tahun Kejaya Handicraft berhasil memenuhi permintaan jumbo tersebut. Lagi-lagi kendala harus datang.

Pembuatan pigura dan album foto tersendat se kitar tahun 2008, lantaran saat itu paso kan kertas daur ulang yang digunakan un tuk bagian dalam album foto dan pigura itu tersendat. “Akhirnya, tamu Amerika me ngarahkan kami membuat produk kera jinan berbahan batok kelapa,” ujar Tony. Singkat cerita, usaha kerajinan  angan ter sebut terus berkembang. Bahkan, kini bahan dasar yang digunakan untuk mengkreasi barang-barang kerajinan tangan itu se makin beragam.

Selain pelepah pisang dan batok kelapa; bambu, kayu, dan tapas kelapa, pun bisa dibuat menjadi beragam ben tuk kerajinan nan memesona. “Saat ini kami mempekerjakan 50 pekerja tetap, dan 200 tenaga borongan,” papar Tony. Hebatnya, karena pesanan deras mengalir, para pekerja borongan itu menjadikan pekerjaan membuat souvenir ter sebut sebagai pekerjaan utama. Sebab, mereka tak perlu menganggur akibat pesanan tersendat.

“Kini kami tak hanya melayani pasar luar negeri yang meliputi Jamaica, Hawaii, Italia, Inggris, dan lain-lain. Pasar dalam negeri, seperti Bali, Jogjakarta, Surabaya, dan Jakarta, juga terus berkembang,” imbuhnya. Perkembangan Pariwisata Banyuwangi yang cukup pesat pun tak luput dari bidikan Tony. Sejak 5 Januari tahun ini, Toni mendirikan art shop di tepi double way SPBU Desa Kedayunan, Kecamatan Kabat. “Total omzet kami rata-rata Rp 50 juta per bu lan. Aset yang kami miliki mencapai Rp 670 juta,” pungkas Toni bangga. (radar)