Denda dan Pencairan Jaminan Proyek Tembus Rp 1 Miliar
BANYUWANGI – Peringatan bagi para kontraktor untuk tidak main-main dalam melaksanakan proyek yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2017 ini. Mengacu pengalaman tahun lalu, sedikitnya empat rekanan masuk daftar hitam (black list) lantaran tidak melaksanakan proyek yang mereka menangkan melalui proses lelang.
Hal itu diungkapkan mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga, Cipta Karya, dan Tata Ruang (PU- BMCKTR) Banyuwangi, Mujiono. Dikatakan oleh Mujiono, empat proyek yang tidak Dilaksanakan kontraktor tersebut berlokasi di wilayah Kecamatan Bangorejo.
“Pada pertengahan November 2016 ada empat rekanan yang masuk black list karena yang bersangkutan tidak siap melaksanakan kegiatan di wilayah Bangorejo, maka jaminan pelaksanaan sebesar 10 persen dari nilai kontrak kami ambil dan kami masukkan ke kas daerah,” pria yang kini menjabat kepala Dinas PU Cipta Karya dan Penataan Ruang tersebut.
Namun sayang, Mujiono enggan membeber nama-nama rekanan yang masuk daftar hitam tersebut. Yang jelas, kata dia, lantaran masih ada waktu, pihaknya memasukkan kembali proyek yang gagal dilaksanakan tersebut ke unit layanan pengadaan barang dan jasa (ULP) Banyuwangi.
Pihak ULP lantas menunjuk pemenang kedua lelang untuk melaksanakan proyek tersebut. Selain itu, ada pula beberapa rekanan yang harus membayar denda akibat gagal menyelesaikan proyek sesuai masa pelaksanaan yang ditentukan.
Mujiono mencontohkan, sesuai kontrak, beberapa proyek harus tuntas pada 15 Desember. Faktanya, sampai deadline berlalu, proyek tersebut belum rampung dikerjakan. Contoh proyek yang pengerjaannya melewati deadline antara lain, pembangunan jalan Penataran, jalan MT Hariyono, jalan Brigjen Katamso, jalan Dr. Soetomo, dan jalan menuju Bandara Blimbingsari.
Selain itu, keterlambatan serupa juga terjadi pada proyek pembangunan jalan di Desa Tembokrejo, Kecamatan Muncar; Desa Sumberagung dan jalan menuju Desa Sarongan, Kecamatan Pesanggaran. “Yang kami lakukan, rekanan diberi kesempatan perpanjangan waktu untuk melaksanakan kegiatan sampai tuntas sesuai dengan kontrak, ditambah maksimal 50 hari keterlambatan. Dengan catatan, rekanan tersebut dikenai denda keterlambatan sebesar sepermil per hari,” cetusnya.
Lebih jauh dikatakan, denda sepermil per hari dari nilai kontrak jika pekerjaan yang menjadi tanggung jawab rekanan tersebut belum bisa dimanfaatkan. Ada pula rekanan yang dikenai denda sepermil dari bagian kontrak. Denda sepermil dari bagian kontrak, itu dilakukan jika sebagian bangunan bisa difungsikan.
“Misalnya, bangunan jalan sepanjang satu kilometer (km) plus bangunan plengsengan. Bangunan untuk jalan selesai, sedangkan pengerjaan plengsengan belum selesai, maka denda yang dikenakan sebesar satu per mil dari nilai pengerjaan plengsengan tersebut,” jelasnya.
Selain pembangunan jalan, imbuh Mujiono, ada pula pembangunan prasarana umum yang belum tuntas dikerjakan sesuai deadline kontrak. Misalnya pembangunan terminal pariwisata terpadu di lokasi eks Pasar Sobo, Rumah Sakit (RS) Nahdlatul Ulama (NU) di Desa Mangir, dan pembangunan fisik di kawasan Grand Watudodol (GWD).
“Tetapi untuk Terminal Pariwisata Terpadu, sudah tuntas dilaksanakan per 24 Desember. Sedangkan untuk pembangunan yang tidak tuntas sampai akhir Desember, akan kami opname. Artinya, dibayar sesuai kemajuan pembangunan fisiknya. Misalnya pengerjaan fisiknya masih 90 persen, dibayar sebesar 90 persen dari nilai kontrak. Sisanya akan dilanjutkan tahun 2017,” paparnya.
Masih menurut Mujiono, jika dikalkulasi, total dana terkumpul dari denda keterlambatan dan pencairan jaminan pelaksanaan proyek yang tidak dilaksanakan oleh rekanan mencapai sekitar Rp 1 miliar. “Dana tersebut kembali ke kas daerah dan akan masuk menjadi sisa lebih pembiayaan anggaran (Silpa) tahun 2016,” pungkasnya. (radar)