Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Enam Srikandi Didaulat Jadi Juru Bicara Fraksi

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

BANYUWANGI – DPRD Banyuwangi tampaknya sangat menyadari tutup tahun sudah semakin dekat. Buktinya, sepekan setelah penyerahan empat rancangan peraturan daerah (raperda) oleh eksekutif, lembaga legislatif tersebut langsung menggelar rapat paripurna pandangan umum fraksi.

Uniknya, nyaris seluruh fraksi mendaulat anggota perempuan menjadi juru bicara dalam rapat paripurna kali ini. Dari tujuh fraksi yang ada di DPRD Banyuwangi, enam di antaranya mendaulat perempuan sebagai juru bicara PU Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) dibacakan Anna Anisa; PU Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP) disampaikan Vicki Septalinda; PU Fraksi Partai Kebangkitan Nasional Ulama (F-PKNU) di bacakan Masruroh; dan PU Fraksi Partai Golkar Hanura (F-Golkar Hanura) dibacakan Ummi Kulsum.

Dua wanita lain yang kemarin menjadi juru bicara fraksi adalah Sri Hartatik asal Fraksi Partai Gerindra (F-Gerindra) dan Tituk asal Fraksi Partai Demokrat (F-PD). Satu-satunya fraksi yang juru bicaranya lakilaki adalah Fraksi Persatuan Republik Amanat Nusantara (F-Peran).

Itu pun lantaran fraksi gabungan Partai Persa tuan Pembangunan (PPP), Par tai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Republika Nusantara (Re publikan) tersebut, tidak me miliki anggota perempuan. Seperti diketahui, eksekutif mengajukan empat raperda ke pada legislatif pekan lalu, di antaranya raperda perubahan ke-3 atas Peraturan Daerah (Perda) Banyuwangi Nomor 13 Tahun 2007 tentang pe nyertaan modal daerah kepada pihak ketiga.

Raperda tentang perubahan atas Perda Nomor 2 Tahun 2011 tentang pajak daerah; raperda tentang perubahan atas Perda Nomor 13 Tahun 2011 tentang retribusi jasa usaha; dan raperda tentang izin usaha jasa konstruksi. Pada rapat paripurna penyampaian PU kemarin, ma yoritas fraksi sependapat dengan eksekutif terkait ketentuan-ketentuan dalam empat raperda tersebut.

Namun demikian, ada beberapa catatan yang ha rus dicermati eksekutif, antara lain perlu dijelaskan definisi penilai ahli kegagalan ba ngunan raperda tentang izin usaha jasa konstruksi. Salah satu pertanyaan lain yang tidak kalah penting di sampaikan juru bicara F-PKNU. Menanggapi besarnya penyertaan modal oleh pemkab kepada Bank Jatim dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Jatim yang mencapai miliaran rupiah, fraksi tersebut mempertanyakan mengapa Pemkab Banyuwangi tidak mendirikan Bank Perkreditan Rak yat (BPR) sendiri? Padahal, itu tidak melanggar undang-undang. (radar)