Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Budaya  

Ethok-Ethokan, Selamatan Kampung Warga Rejopuro

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

ethokGLAGAH – Tradisi selamatan kampung di setiap daerah, memiliki ciri khas sendiri. Seperti halnya di Dusun Rejopuro, Desa Kampung Anyar, Kecamatan Glagah, BanyuwangiMinggu, (7/9), kemarin. Setiap tanggal 12 Dulqaidah tahun Hijriyah, warga di kampung itu memiliki tradisi selamatan kampung dengan cara membagi-bagikan nasi yang dibungkus menggunakan daun pisang. Selametan kampung itu bentuk rasa syukur kepada sang pencipta atas apa yang diperoleh oleh warga selama ini.

Dinamakan ethok-ethokan , karena berasal dari kata dasar ethok, dalam bahasa Osing, enthok adalah istilah untuk jenis bungkus nasi. Kalau orang jawa biasa menyebutnya pincuk. Ada ratusan enthuk nasi beserta lauk, dibagikan kepada seluruh warga Dusun Rejopuro. Yang bertugas membagikan nasi ada sendiri, empat orang wanita tua bertugas membagikan nasi tersebut ke rumah-rumah warga. Tidak hanya membagikan nasi, wanita tua tersebut selalu membawa beras kuning.  

Beras kuning itu, nanti ditebar oleh pemilik rumah yang konon bertujuan menolak bala (musibah). Setelah membagikan nasi enthok dan dimakan bersama-sama, warga Dusun Rejopuro selanjutnya mengunjungi sumber air yang ada di barat Dusun Rejoagung. Sumber air itu bernama Sumber Kajar. Dengan membawa lauk ayam peteteng, seluruh warga berdoa dan makan bersama. ”Tujuan kita ke sumber ini sebagai rasa syukur nikmat yang telah diberikan. Karena sumber air ini terus mengalir dan memberi kehidupan bagi masyarakat Dusun Rejoagung,” ujar Rayis, salah satu warga setempat.

Setelah hidangan habis, warga berkunjung ke makam Buyut Wuku. Buyut Wuku adalah orang pertama yang dulu membabat hutan hingga sekarang menjadi Dusun Rejopuro. Ritualnya juga sama seperti yang dilakukan di Sumber Kajar. Setelah berdoa, para warga makan bersama di sekitar makam. ”Buyut Wuku itu sesepuh warga Dusun Rejopuro, dia yang membabat Dusun Rejopuro yang dulunya adalah hutan,” tambah Rayis. Abdullah, 70, sesepuh Dusun Rejopuro mengatakan, tradisi selamatan kampung enthok-enthokan ini harus dilaksanakan setiap tahunnya.

Menurutnya, tradisi ini dilakukan karena Buyut Wuku pernah berpesan agar selamatan kampung harus dilaksanakan setiap tanggal 12 Dulqaidah pada tahun Hijriyah. Uniknya, pada proses masak-memasak hidangan itu tidak boleh dicicipi. ”Yang masak tidak boleh mencicipi agar yang makan nanti bisa menikmati masakan apa adanya. Filosofinya orang itu harus bersyukur dengan apa yang dimiliki saat ini,” terang Abdullah. Tidak hanya itu, selamatan kampung itu juga berlanjut. Setelah salat magrib, warga Dusun Rejopuro melakukan selamatan lagi di pusat dusun dengan makan bersama. Setelah itu, dilanjutkan dengan pembacaan daun lontar Yusuf oleh warga Dusun Rejopuro. (radar)