Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

FSN, Makam Gus Dur, dan Sungai Brantas

M.Nurul Huda
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
M.Nurul Huda
M.Nurul Huda

AKHIR November dan awal Desember 2012 lalu saya ke pergi Jombang untuk mengikuti Festival Santri Nasional (FSN) yang bertempat di Pondok Pesantren Bahrul Ulum, Tambakberas, Jombang. Acara tersebut adalah event tingkat nasional yang diadakan tiap dua tahun sekali dan diikuti oleh santri pesantren yang mendapat beasiswa kuliah full study dari Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI). Acara ini diadakan selama lima hari.

Pada hari pertama, Rabu (28/11), diadakan deklarasi “Gerakan Nasional Santri Indonesia Menulis”. Juga, dalam FSI kali ini diadakan acara temu 100 santri penulis yang mendapat penghargaan dari Kemenag RI. Alhamdulillah, saya termasuk dalam 100 santri tersebut. Acara ini digelar pada hari Minggu (3/ 12) pagi pukul 08:00-12:00 di gedung STIKES Bahrul Ulum Jombang. Acara temu santri penulis ini selesai pukul 13:00. Setelah itu, saya menyempatkan diri untuk berziarah ke makam KH. Wahab Hasbullah, salah satu pendiri organisasi Islam terbesar, Nahdlatul Ulama (NU).

Setelah itu, saya menjalankan rencana saya yang kedua: berziarah ke makam Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid, mantan Presiden RI ke-4). Karena rugi rasanya kalau ke Jombang tidak sekalian berziarah ke sana. Siang itu juga, sekitar pukul 14:00, saya bergegas dari Tambakberas menuju Tebuireng, Jombang. Dengan menaiki dua angkot, akhirnya saya sampai juga ke kompleks pemakaman Gus Dur yang terletak di tengahtengah gedung Pendidikan Pesantren Tebuireng, asuhan KH. Sholahuddin Wahid, adik kandung Gus Dur itu. Di sana, saya benar-benar membuktikan apa yang dikatakan teman-teman saya mengenai makam Gus Dur. “Di makam Gus Dur itu, setiap hari selalu ramai para peziarah.” Se- M. Nurul Huda perti itulah kira-kira bahasa mudahnya. Memang benar.

Di sana saya melihat kerumunan orang yang memadati kompleks pemakaman cucu pendiri NU, KH Hasyim As’ari, itu. Kebetulan, saya tiba di sana setengah jam sebelum kompleks pemakaman ditutup. Jadi, saya masih bisa ke masuk. Karena, ketika ada kegiatan santri Tebuireng berlangsung, kompleks pemakaman akan ditutup sementara untuk para peziarah. Itu terjadi setiap pukul 16:00- 20:00 dan 03:00-07:00. Setelah itu, saya berkunjung ke rumah teman SMA saya di Nganjuk. Di sana, saya diajak jalan-jalan melihat indahnya Kota Kediri. Kebetulan, rumah teman saya itu berada di perbatasan Nganjuk-Kediri. Jadi, tak heran , kami pun jalanjalannya ke Kediri.

Di sana, saya melihat indahnya sungai yang sangat terkenal di sana, Sungai Brantas. Karena saya tiba di sana pukul 17:30 WIB, jadi, tenggelamnya matahari  pun semakin menambah keindahan sungai yang manjadi ikon kota yang terkenal dengan makanan khasnya, Tahu Takwa itu. ([email protected]) *) Penulis adalah warga Dusun Jatiluhur RT 05 RW 02 Desa Glagahagung, Kecamatan Purwoharjo, Banyuwangi. Sekarang sedang menuntut ilmu di Pondok Pesantren Al Jauhar, Gunungukidul DIY.