Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Gaji GTT-PTT Lebih Rendah dari Pesapon

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Seorang honorer membawa serta anaknya dalam hearing di kantor DPRD Banyuwangi, kemarin.

BANYUWANGI – Honor guru tidak tetap (GTT) dan pegawai tidak tetap (PTT) kategori dua (K2) lebih rendah jika dibandingkan tenaga harian lepas (THL) pesapon Pemkab Banyuwangi. Hal ini terungkap dalam rapat dengar pendapat (hearing) antara guru GTT dan PTT di ruang rapat khusus DPRD Banyuwangi, Selasa siang kemarin (9/5).

Ratusan GTT dan PTT mendatangi gedung wakil rakyat mulai pukul 13.00. Mereka datang dari seluruh penjuru Banyuwangi dengan naik motor dan rombongan kendaraan roda empat. Perwakilan GTT diterima langsung oleh Wakil Ketua DPRD Banyuwangi, Joni Subagio dan sejumlah komisi di DPRD Banyuwangi.

Ketua Forum Honorer K2 lndonesia (FHK2I) Subhan mengatakan, selama tahun 2013 lalu, baru kali ini pihaknya bisa menjalin silaturahmi langsung dengan DPRD Banyuwangi. Kedatangannya untuk meminta bantuan kepada DPRD untuk bersama mengirimkan petisi terkait revisi ASN.

Karena melalui revisi ASN itulah salah satu pintu ceah untuk mendapatkan kejelasan nasib status GTT dan PTT. “Sampai saat ini GTT yang terdata berjumlah 1.126 orang anggota,” ungkapnya.

Melalui pertemuan itu, dia berharap agar DPRD dan instansi terkait mau memperjuangkan nasib GTT dan PTT. Karena sejauh ini GTT dan PTT telah berjuang dan ikut mencerdaskan kehidupan bangsa.

Subhan menuturkan, saat ini honor GTT dan PTT bervariasi, mulai dari Rp 250 hingga Rp 600 ribu, tergantung besaran Biaya Operasional Sekolah (BOS). Honor sebesar itu dinilai masih jauh dari kehidupan layak.

“Kami minta ada kebijakan pemerintah untuk ikut memikirkan nasib dan honor GTT dan PTT, tidak hanya sekadar memberikan angin segar saja,” katanya. Selama ini, GTT dan PTT hanya menerima insentif selama tiga bulan sekali.

Honor tersebut habis untuk menutupi utang yang telah dipinjam. “Semoga usai pertemuan ini ada upaya untuk meningkatkan  honor GTT dan PTT mendekati sejahtera,” terangnya. Hingga kini GTT masih dihantui ketakutan adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) secara langsung dengan adanya Permendikbud No 8 tahun 2017, karena mengisyaratkan bagi GTT dan PTT harus ada SK penugasan dari pemerintah daerah.

“Semoga ada upaya yang baik agar tidak perlu SK penugasan, karena alurnya sangat ribet harus sampai ke Sekretariat Negara (Setneg),” beber lelaki yang juga guru SMPN 5 Banyuwangi itu.

Dalam pertemuan yang yang dihadiri Sekretaris Dinas pendidikan dan perwakilan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Banyuwangi itu, salah seorang perwakilan GTT, Anis Ahodia juga sempat menangis di hadapan peserta rapat.

“Kami sudah lelah, nggak tahu kemana kami harus mengadu akan kejelasan nasib kami,” ujar Anis sambil tersedu-sedu. Sementara itu, dalam rapat dengar pendapat itu, Khusnan Abadi ketua komisi III DPRD yang membidangi anggaran mengatakan, jika selama ini guru sebagai pendidik masih belum menerima honor yang layak, karena gaji guru honorer lebih tinggi dibanding pesapon.

GTT hanya menerima honor Rp 315 ribu perbulan dan diserahkan setiap tiga bulan sekali Sementara THL pesapon honornya mencapi Rp 1 juta per bulannya. Hal itu dinilai kurang memiliki rasa keadilan, karena guru memiliki beban kerja dan tanggung jawab yang sangat besar dalam upaya ikut mencerdaskan kehidupan bangsa.

Ditambah jam kerja guru juga lebih dari enam jam, justru honornya masih kalah dengan THL pesapon yang beban kerjanya cukup ringan dan waktu kerjanya kurang dari empat jam setiap harinya.

“Kami serius akan memperjuangkan nasib GTT dan PTT, agar bisa menerima honor yang lebih layak dan pantas,” terang politisi PKB itu. Dukungan itu juga mengalir dari anggota komisi III DPRD, Sahlan.

Menurut dia, guru adalah garda terdepan pembangunan dan peninjauan sumber daya manusia, oleh karenanya kesejahteraan tentu harus diperhatikan. “Kita akan analisa beban kerja pegawai disesuaikan dengan keuangan daerah. Jika beban kerja ringan, maka honornya juga disesuaikan,” jelas politisi muda dari Partai Golkar itu.

Dalam hearing yang berlangstung hampir dua jam itu, DPRD akhirnya memutuskan dua rekomendasi. Pertama, lembaga DPRD akan berkirim surat kepada Presiden, tembusan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Pendayagunaan dan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Menteri Dalam Negeri, serta kepada masing-masing komisi di DPR RI mengenai percepatan revisi undang-undang ASN, agar mempertimbangkan nasib guru honorer.

Rekomendasi kedua, DPRD Banyuwangi melalui Badan Anggun bersama instansi dan dinas terkait akan memperjuangkan dan meningkatkan honor GTT dan PTT dengan nilai kepantasan atau layak.

“Akan kami kawal serius dan perjuangkan nasib guru honorer agar layak, minimal mendekati sejahtera,” terang Sahlan. Usai menggelar hearing di ruang rapat khusus itu, Wakil Ketua DPRD Joni Subagio didampingi anggota DPRD menyampaikan langsung di hadapan ratusan GTT dan PTT.

Dua rekomendasi dalam pertemuan itu disambut haru dan kucuran air mata oleh ratusan guru.  Mereka menaruh harapan besar, rekomendasi DPRD itu bisa memperjelas akan nasib mereka di masa mendatang.

“Kami sudah puluhan tahun mengabdi dan mengajar, semoga rekomendasi ini benar-benar awal yang menggembirakan,” tandas Adi Slamet, salah satu guru asal Rogojampi. (radar)