Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Gakin Belum Tersentuh Program Kemiskinan

Jumiati membenahi gedek rumahnya yang berada di Dusun Plantaran, Desa Bayu, Kecamatan Songgon, kemarin (13/10)
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Jumiati membenahi gedek rumahnya yang berada di Dusun Plantaran, Desa Bayu, Kecamatan Songgon, kemarin (13/10)

SONGGON – Juniati, 57, warga Dusun Plantaran, Desa Bayu, Kecamatan Songgon, ini termasuk, warga miskin (gakin) yang nasibnya kurang beruntung. Sebab, selama ini bersama suaminya, Mujiono, 55, tidak pernah merasakan bantuan dari pemerintah.

Mujiono dan Juniati sudah lama tinggal di Dusun Plataran, Desa Bayu, sejak menikah 35 tahun lalu sudah menetap di desa itu. “Saya hanya berdua dengan suami, saya tidak punya anak, setiap hari kerja menjadi buruh,” cetus Juniarti.

Juniarti menyebut selama ini sering mendengar banyak program pengentasan kemiskinan, dari pemerintah pusat dan Pemkab Banyuwangi. Tapi, dirinya tidak pernah merasakan bantuan tersebut. “Tanah yang saya tempati ini milik orang,” katanya.

Menurut Juniati, pemilik tanah yang menempati sebenarnya pernah menghibahkan kepada dirinya. Hanya saja, setelah yang menghibahkan itu meninggal dan tanah di sekitarnya dijual, sang pembeli  menarik lagi tanah yang bangun rumah tersebut. “Sama pemilik baru diminta lagi,” ujarnya.

Bersama suaminya, Juniati pernah mengajukan program bedah rumah. Tapi, oleh pihak pemilik tanah langsung dibatalkan. Saat ini, pasangan suami-istri (pasutri) yang sudah berumur separo abad itu sering sakit-sakitan.

Juniati sakit di bagian lambung, sedang Mujiono sakit nyeri bagian kaki dan sendi-sendi. “Kami tidak punya kartu BPJS, kalau berobat memakai biaya sendiri,” ujar  Mujiono, suami Juniati.

Mujiono mengaku bekerja sebagai buruh sejak baru menikah. Salah satu pekerjaan yang ditekuni, sebagai pemanjat pohon kelapa. Dalam bekerja itu, pernah tidak dibayar oleh pemilik pohon kelapa.

“Biasanya setelah memanjat pohon kelapa diberi Rp 30 ribu, terkadang juga tidak dibayar sama sekali,” ungkapnya.

Hasil memanjat pohon kelapa Rp 30 ribu per hari itu, terang dia, cukup untuk makan dan hidup dalam satu hari. Selama ini, hasil satu hari memang cukup untuk satu hari saja. “Hari ini dapat uang, nanti malam sudah habis, besok harus mencari lagi. Sejak saya sakit-sakitan pendapatan menurun drastis, hanya mengandalkan belas kasihan saja,” cetusnya.

Mujiono membenarkan istrinya, Juniati, kalau selama ini tidak pernah menikmati bantuan apapun dari dari Pemkab Banyuwangi. Kartu Sehat atau apapun namanya, belum pernah mendapatkannya. “Saya masih berusaha sendiri, walaupun sakit tetap bekerja,” katanya. (radar)