Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Garam Langka, Harga Melambung

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Fathur Rosyid tengah mengecek kondisi garam kasar dikiosnya Desa Kedungrejo, Kecamatan Muncar, kemarin.

Dua Hari, Tujuh Ton Langsung Ludes

MUNCAR – Salah satu kebutuhan utama warga, garam kasar tampaknya mulai sulit ditemukan di pasaran. Kelangkaan stok barang itu memicu terjadinya kenaikan harga garam kasar.

Di level eceran, para pedagang menjual rata-rata Rp 6.000 per kilogram. Padahal, normalnya harga garam di pasaran Rp 3.000 per kilogram. Gara-gara terjadi kelangkaan, harga garam kasar di pasaran langsung meroket.

“Sebelum Lebaran harga garam naik. Sekarang saya menjual Rp 6.000 karena belinya saja mahal,” ujar Sulastri, salah satu pedagang yang beroperasi di Pasar Muncar, kemarin. Dia mengungkapkan, garam kasar memang sulit diperoleh di pasar. Para pedagang yang biasanya menyediakan garam kasar sudah banyak yang kosong.

“Banyak yang lainnya tak punya stok. Sampai sekarang garam masih sulit didapat,” keluhnya. Menurut dia, normalnya harga garam di pasar sekitar Rp 3.000 per kilogram. Namun, minimnya mencari ketersediaan barang membuat harga garam kasar perlahan mengalami kenaikan.

“Semua orang butuh garam,” imbuhnya. Salah satu pengepul garam kasar, Fatur Rosyid mengaku kenaikan harga berlangsung sebelum Lebaran. Sepekan sebelum Lebaran, harganya Rp 3.000 per kilogram.

“Sampai sekarang saya menjual ke tengkulak Rp 5.000 perkilogram,” ujarnya kepada Jawa Pos Radar Banyuwangi. Selama ini garam kasar yang tersedia atas pengiriman langsung dari Pamekasan, Madura. Namun, belakangan stok barang di Madura itu menipis gara-gara tidak sedang masa panen.

“Karena musim hujan yang tidak disangka-sangka,” bebernya. Menurut dia, para petani garam kasar di Madura tidak menyangka bahwa akan terjadi musim hujan. Momen saat ini biasanya musim kemarau yang artinya juga musim panen.

“Biasanya musim panen, sehubungan musim hujan maka banyak yang tidak panen,” kata Fatur Rasyid. Padahal garam kasar itu menjadi kebutuhan penting bagi masyarakat. Minimnya produksi itu membuat laju kenaikan harga garam kasar tidak bisa terelakkan.

“Baru dua hari ini dikirim 8 ton, sekarang tersisa 1 ton,” sebutnya. Para pedagang kecil dan tengkulak dari berbagai daerah di Banyuwangi langsung berebut untuk membeli garam kasar. Padahal, biasanya tingkat penjualan garam rata-rata 1 ton setiap pekan.

“Delapan ton cepat habis. Katanya di Tegaldlimo, ada yang menjual sampai Rp 8 ribu,” ungkapnya. Fathur Rosyid mengakui jika selama ini memiliki stok barang yang melimpah. Ketika musim panen, dia rutin meminta pasokan yang banyak dari distributor dari Madura.

“Sekarang mau menyetok tidak ada. Gudang yang biasanya masih banyak, sekarang sudah kosong,” jelasnya. Di gudangnya, biasanya stok garam kasar melimpah. Dalam sekali pengiriman terdapat 8 ton.

“Bisa sampai 100 ton dalam setahun. Sekarang pengiriman berkurang karena barangnya tidak ada,” ulasnya. Fathur Rasyid bergelut dalam usaha jual-beli garam kasar itu sudah puluhan tahun. Baru kali ini garam kasar mulai langka.

“Setelah Lebaran ini, baru tiga kali dikirim. Masing-masing pengiriman 8 ton,” ujarnya. Pengiriman barang itu saja membutuhkan duit yang besar. Apalagi, gara-gara sulitnya barang, Fathur Rasyid harus lebih dulu mengirim duit. “Harganya mahal, biayanya juga mahal,” keluhnya.

Pada bagian lain, peredaran garam di sejumlah pasar di Banyuwangi memang sulit ditemukan. Salah satunya di pasar Sempu. “Garam sekarang mahal, barang tidak ada,” ujar salah satu pedagang tradisional asal Sempu, Dewi Rosianti.

Sementara itu, kenaikan harga garam kasar itu menjadi perhatian Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Banyuwangi. Kepala Disperindag Banyuwangi Ketut Kencana mengakui kelangkaan garam di pasaran. Mininmya garam kasar, menurut Ketut, akibat pasokan dari Madura berkurang.

“Produksi garam di Madura mengalami gangguan,” ucapnya kepada Jawa Pos Radar Banyuwangi tadi malam. Selama ini, Banyuwangi memang mengandalkan pasokan garam dari Madura. Cuaca buruk bisa berdampak langsung terhadap peredaran garam kasar di Banyuwangi.

“Biasanya panen 10 sampai 15 ton, hanya bisa dipanen 5 ton,” ujarnya. Bahkan, terang dia, sebagian petani tidak bisa memanen karena terus diguyur hujan. Berkurangnya distribusi garam kasar dari Madura itu membuat harga garam kasar menjadi mahal.

“Sudah kita pantau di pasaran, harganya memang naik,” akunya. Hasil pantauan di lapangan, Disperindag Banyuwangi memang menemukan garam kasar kini tengah langka. Kelangkaan itu bukan karena ada penimbunan baranng.

“Tidak ada penimbunan, karena pengiriman barang yang selama ini lancar sekarang tidak,” tegasnya. (radar)