Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Genjah Arum, Varietas Padi Lokal yang Nyaris Punah

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

genjahSembilan Tahun Tersimpan di Plafon Tidak Rontok Gempuran padi varietas unggul sekitar tahun 1960-an membuat sejumlah varietas padi lokal ditinggalkan masyarakat. Beruntung, masih ada warga yang gigih melestarikan padi varietas lokal tersebut, salah satunya Adi Purwadi, 44, warga Desa Kemiren, Kecamatan Glagah.

MUSIM hujan awal dekade 1990-an yang mengakibatkan rumah Adi Pur wadi mengalami kebocoran ternyata membawa berkah tersendiri bagi pria asal Dusun Kemiren Ba rat, Desa Kemiren, Kecamatan Gla gah, tersebut. Saat ayah satu anak itu naik ke plafon rumah untuk membetulkan genting rumahnya, Adi menemukan seikat padi yang bentuk bulirnya berbeda dengan padi kebanyakan.

Usut-punya usut, seikat padi dengan bulir cenderung bulat dan war na kulit keemasan itu padi genjah arum. Adi pun girang bukan kepa lang. Betapa tidak, padi varietas lo kal tersebut merupakan jenis padi yang sudah sangat langka. Ya, revolusi hijau yang digulirkan pe merintah sekitar tahun 1960-an me mang membuat varietas padi lokal ditinggalkan masyarakat. Para pe tani lebih memilih menanam padi va rietas unggul lantaran proses pena naman hingga pasca panen bisa di lakukan serba instan.

Untuk memanen padi genjah arum, petani harus memotong satu-per satu tangkai buah padi menggunakan aniani (sejenis pisau kecil) Itu dilakukan agar panjang tangkai yang dipotong seragam sehingga me mu dah kan proses pengikatan batang padi se belum dijemur. Sebaliknya, proses pa nen padi varietas unggul bisa dilakukan menggunakan sabit yang dapat memotong serum pun pohon padi sekaligus.

Penanganan pasca panen padi varietas lokal, termasuk padi genjah arum, juga lebih rumit dibanding padi varietas unggul. Proses merontokkan bulir padi lokal tersebut harus dilakukan dengan cara ditumbuk menggunakan lesung. Se baliknya, bulir padi varietas unggul bisa di rontokkan dengan mesin perontok padi. “Bulir padi varietas lokal sangat kuat. Ma kanya proses merontokkan bulir padi lokal itu harus ditumbuk di lesung,” ujar Adi saat ditemui di kediamannya Minggu lalu (16/9).

Pria yang karib disapa Kang Pur tersebut menambahkan, karena bulir padi varietas lokal sangat kuat, dia masih bisa menemukan seikat padi genjah arum yang sebelumnya digunakan sebagai peras (semacam ungkapan rasa syukur saat men dirikan rumah). “Rumah ini dibangun ta hun 1981, dan saya menemukan seikat padi be kas pe ras itu saat membetulkan genting yang bo cor awal tahun 90-an. Jadi, lamanya menyimpan sekitar sembilan tahun. Kalau padi varietas unggul, jika disimpan selama itu, pasti sudah rontok,” paparnya.

Dari situlah, Kang Pur mencoba mem budidayakan padi lokal jenis genjah arum itu. Se ikat padi yang dia temukan itu disemai dengan media lumpur dalam polybag. Sa yang, dari seikat padi itu hanya empat be nih yang tumbuh. Dengan pertimbangan ke amanan, Kang Pur meletakkan polybag ter sebut di loteng. “Memang aman dari ta ngan jahil dan serangan hama.

Tetapi, padi da lam polybag yang saya letakkan di atas lo teng itu malah diserang burung. Akhirnya saat panen hanya dapat beberapa tangkai padi,” ungkapnya. Beberapa tangkai padi genjah arum hasil panen perdana itu kembali dia kembangkan. Begitu seterusnya hingga dia ber hasil memanen padi calon bibit dalam jum lah yang cukup banyak. Selanjutnya, bi bit padi tersebut ditanam di lahan seluas se ribu meter persegi. Pria yang juga budayawan Banyuwangi itu mengaku telah beberapa kali menikmati ha sil panen padi genjah arum.

Sebagian di masak untuk kebutuhan makan seharihari, sebagian yang lain dijual dan “di pinjamkan” ke petani lain yang ingin me nanam padi varietas lokal tersebut. Menurut Kang Pur, kelebihan padi genjah arum adalah daya tahan penyimpanan lebih lama, lebih mengembang saat dimasak, dan lebih punel. Kelebihan lain, nasinya beraroma harum. Karena itu, sejumlah pembeli dari kalangan tertentu rela merogoh ko cek lebih dalam untuk membeli beras gen jah arum tersebut.

“Beras genjah arum saya jual dua kali lipat lebih mahal di bandingkan beras biasa kualitas “A”. bagi petani yang “pinjam” bibit, seikat padi yang di pinjam, saat panen harus dikembalikan dua ikat,” terangnya. Ironisnya, kini padi genjah arum kembali mengalami krisis bibit. Itu terjadi lantaran lahan tanaman padi genjah arum siap panen yang kini ditanam Kang Pur diserang tikus. Akibatnya, buah padi tersebut tinggal beberapa tangkai saja.

Beruntung, hingga kini masih ada dua petani yang meminjam bibit padi genjah arum milik Kang Pur belum panen. “Saya yakin genjah arum belum punah. Saya bertekad terus melestarikan padi lokal,” tegasnya. Selain mengembangkan padi genjah arum, Kang Pur kini tengah berupaya membudidayakan tiga jenis padi varietas lokal yang lain, di antaranya jenis hoeng, untup, dan pe lang.

Kang Pur mengaku dibantu beberapa peneliti dari sejumlah universitas terkemuka di tanah air, salah satunya Uni versitas Brawijaya, Malang. “Saya tidak ingin mematenkan varietas lokal tersebut. Karena padi lokal bukan penemuan saya, karena sudah ada sejak dulu. Saya hanya ingin berbuat. Saya ingin menyelamatkan padi varietas lokal dari kepunahan,” pung kasnya. (radar)

Kata kunci yang digunakan :