Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Hibur Perantau dengan Seni Jaranan di Tepi Rel KA

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

TIDAK ada warga Dusun Krajan Selatan, Singojuruh, yang sedang menggelar hajatan hari itu. Penonton dari daerah lain sedikit bingung saat menonton atraksi kelompok Jaranan Sumur di jalan dusun yang bersebelahan dengan rel KA tersebut.

Pergelaran itu dalam rangka apa? Siapa yang punya hajat? Sebab, umumnya di daerah tersebut pergelaran seni jaranan merupakan hadiah dari pemilik acara hajatan sebagai hiburan untuk masyarakat sekitar. Nah, pergelaran seni jaranan kali ini tujuannya sama, yakni menghibur masyarakat Dusun Krajan Selatan dan sekitarnya.

Namun, lokasinya berbeda dan bukannya diundang oleh individu, tapi diundang kelompok masyarakat yang baru pulang dari tempat perantauan. Kepala Dusun Krajan Selatan, Sugiyono, 48, menyatakan, tradisi mengundang jaranan itu telah dilaksanakan tiga tahun terakhir.

Ide menampilkan seni jaran itu muncul dari pemuda  setempat yang baru pulang  dari rantau. “Meski sudah bertahun-tahun merantau, mereka tetap ingin menjaga silaturahmi dengan keluarga di sini,” ujar Sugiyono. Kumpulan pemuda tersebut ada yang merantau di Bali, Surabaya,  Jakarta, dan Kalimantan.

Hubungan mereka sangat akur. Itu terbukti dari cara mereka menggalang dana untuk mengundang kesenian jaranan tersebut. “Kumpulan warga yang merantau di masing-masing daerah sudah ada yang mengoordinir. Kemudian nanti dikomunikasikan dengan kami,” ucap Kadus Sugiyono.

Sementara itu, warga dusun setempat juga tidak mau ketinggalan untuk turut berpartisipasi. Mereka juga mengumpulkan iuran semampunya untuk menambah dana kebutuhan acara. Tahun ini dana untuk menggelar halal-bihalal warga dengan para perantau yang baru pulang kampung terkumpul Rp 3 juta.

Dana sebesar itu cukup untuk mengundang kelompok jaranan dan konsumsi untuk masyarakat. Kali ini ada variasi untuk pertunjukan jaranan yang diadakan  di tepi rel KA itu. Usai seni jaranan ditutup, panitia menampilkan tari gandrung.

Acara usai, masyarakat menikmati konsumsi berupa nasi bungkus. “Disepakati memang hiburan seni jaranan. Karena ini merupakan kebudayaan yang dekat dengan warga desa selain janger. Para perantau juga tidak bisa menemukan jaranan di tempat mereka merantau,” kata  Sugiyono.

Diharapkan, acara rutin tahunan itu bisa melunasi rindu warga yang setahun merantau di daerah orang. “Warga dusun ini (Krajan Selatan) yang sudah  menetap di tempat lain kadang membawa keluarga baru mereka untuk menyaksikan adat budaya Banyuwangi.

Ini akan mengundang rasa rindu dan ingin datang kembali,” jelasnya. Masyarakat sengaja menggelar kegiatan itu setiap hari ketiga Idul Fitri. “Sebab, para perantau tidak bisa berlama-lama di sini. Mereka harus  segera kembali ke perantauan  untuk bekerja.

Jadi kami sepakat  pada hari raya ke tiga,” tutur kadus tersebut. Sugiyono merasa bangga. Sebab, acara itu merupakan inisiatif para pemuda untuk mengukuhkan silaturahmi antara warga dengan perantau yang berkarya di daerah lain.

“Tahun depan rencananya akan kita tambah dengan seni campur dari pada malam hari. Rencananya mau undang janger,  tapi tampaknya dana swadaya kita belum cukup untuk mengundang seni janger,” bebernya. (radar).