Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Hobi Sekaligus Peluang Bisnis

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Tams Cafe di Perumahan Mendut Residance, Kabupaten Banyuwangi

Banyuwangi boleh dibilang gudangnya kopi. Tak salah kalau Banyuwangi dapat julukan kota kopi. Berbagai jenis kopi tumbuh subur di Buini Blambangan. Seiring dengan itu, muncul barista-barista muda yang piawai meracik kopi.

PESATNYA kemajuan pariwisata Banyuwangi membawa dampak positif bagi masyarakat. Warga pun ramai-ramai mendirikan Kafe khusus yang menyajikan minuman kopi. Di kota Banyuwangi kini menjamur kafe-kafe khusus kopi. Begitu juga di Genteng maupun kecamatan lain, makin banyak kafe-kafe yang menghadirkan menu kopi.

Hotel berbintang tak mau ketinggalan. Beragam jenis kopi dihidangkan untuk menjamu tamu hotel. Jawa Pos Radar Banyuwangi mencoba menelusuri kafe-kafe yang khusus menyajikan kopi. Ternyata hampir semua kafe tersebut memiliki seorang barista (ahli meracik kopi) yang cukup handal.

Tams Station Cafe misalnya. Kafe yang beralamat di Perumahan Mendut Residance ini memiliki barista yang sudah teruji kemampuannya. Sang barista tidak hanya memberikan edukasi cara menyeduh kopi yang benar, pelanggan juga bisa belajar mengenal karakteristik varian kopi lokal Banyuwangi yang sudah mendunia.

Mohammad Emir Yusuf, 26, pendiri Tams Station Cafe adalah barista asal Banyuwangi yang memiliki bakat meracik kopi cukup handal. Awal belajar meracik kopi dimulai secara otodidak sejak-tahun 2014.

Emir mengaku jika ingin menjalani profesi sebagai seorang barista harus mengenal jenis biji kopi dan karakteristiknya. Pria yang juga sangat menggemari biji kopi dari seluruh perkebunan di Banyuwangi itu merasa bangga dengan varian kopi unik dari Bumi Blambangan.

“Hasil perkebunan kopi Banyuwangi sangat besar. Ada banyak varian kopi Banyuwangi yang memiliki rasa, aroma dan ciri khas yang unik,” kata Emir.

Emir menambahkan, kopi Banyuwangi sudah banyak yang diekspor. Namun, masyarakat dinilai masih banyak yang belum menikmati kopi lokalnya sendiri dan cara penyeduhan yang tepat.

”Saya ingin semua orang termasuk pelanggan Tams Station Cafe, agar bisa mengenal dan belajar tentang cara membuat kopi dengan tepat,” jelasnya.

Seperti di wilayah Telemung dan Gombengsari per tahun rata-rata memproduksi 100 ton biji kopi. Hasil panen kopi kemudian dibeli perusahaan Kalibaru, lalu dikirim ke Dampit, Malang. Setelah itu diekspor ke Amsterdam, Belanda.

Di Amsterdam harga jual kopi bisa menjadi 10 kali lipat dan laku dijual kembali ke Indonesia. “Jadi harus bangga belajar dan mengenal kopi lokal. Karena kopi di Banyuwangi banyak diekspor ke luar negeri dan masyarakat hanya kebagian mengonsumsi kualitas kopi jelek,” ucap pria brewok itu.

Dari  situ, Emir dan teman-temannya di Tams Station Cafe menyajikan konsep edukasi bagi pelanggannya yang ingin belajar. Niulai proses menyangrai tradisional hingga menggunakan mesin roasting sampai proses penyeduhan. “Dan itu gratis kalau mau belajar,” ujar pria yang sudah bisa merakit delapan jenis mesin roasting Coffe itu.

Saat masuk di Tams Station Cafe, pengunjung akan disajikan konsep ruang unik. Meja bar di buat rendah hanya setinggi sekitar 1 meter. Ini dimaksudkan agar pengunjung bisa melihat proses penyeduhan kopi dengan mudah.

Selain itu, beragam alat suduh ditampilkan termasuk mesin sangrainya. “Agar orang tahu prosesnya. Dan biar kelihatan kalau kami selalu jaga kebersihan,” jelas alumni SMKN 1 Glagah itu.

Pengunjung bisa mencoba menikmati seduhan kopi dengan cold brew. Emir menyajikan hasil seduhan cold brew di samping meja bar. Dla memilih kopi robusta Telemung dan kopi Arabika Java Ijen yang berasal dari perkebunan Belawan, Pedati, dan Sumbenweringin.

Kedua jenis kopi tersebut sangat disukai para pelanggan yang sering nongkrong di Tams Station Cafe, serta sering juga diseduh dengan cold brew. Kopi seduhan cold brew ini membutuhkan proses pembuatan selama tujuh hari. Menggunakan air dingin dan melalui proses 18-24 jam per liternya.

“Fermentasinya butuh tujuh hari, untuk menghasilkan rasa lebih pekat. Selain gratis tujuannya untuk edukasi. Agar pelanggan bisa mengenal varian rasa kopi baru,” ungkap juara dua roasting competition, Festival Kopi Nusantara 2 Bondowoso 2017.

Setelah bergelut dengan mesin espresso, Emir akan selalu menyempatkan menemani pelanggannya untuk diskusi soal kopi. Emir sudah sering menjadi pembiçara tentang kopi di Malang, Banyuwangi, dan aktif di komunitas Barista Roaster serta Banyuwangi Coffea Community. Emir baru saja mendapat juara dua manual brewing oleh Bekraf di Banyuwangi.

Selain Emir, ada juga salah satu barista kopi wanita yang saat ini bekerja Jiwa Jawa Resort. Siska Madasari, 22, mengaku jika awal berkecimpung di dunia barista bermula saat menjalani studi di salah satu sekolah pelatihan perhotelan di Jogjakarta.

Setelah lulus sekolah, Siska melanjutkan magang di hotel bintang lima yang ada di Bali. Siska tertarik dengan dunia barista karena kagum dengan penampilan barista profesional yang lihai mengolah kopi menggunakan mesin modern.

Mulai saat itu dia belajar menggunakan alat tersebut dan mengenal beberapa jenis kopi yang berasal dari Bali dan juga luar negeri. “Kalau di Bali para turis lebih suka menikmati kopi Arabika asli dari perkebunan di Bali,” papar Siska.

Setelah dua tahun di Bali, dia kembali ke Banyuwangi dan melanjulkan kariernya sebagai barista di Jawa Jiwa Resort. “Setelah saya belajar tentang kopi Banyuwangi, ternyata banyak sekali variannya dan semakin kagum dengan kopi Banyuwangi,” cetus wanita asal Bangorejo itu.

Saat acara Coffe Processing Festival rumah kreatif satu pekan lalu, Siska menjadi salah satu peserta di acara tersebut. Dia mengaku sangat kagum dengan barista asal Banyuwangi, Emir Yusuf.

“Selain Mas Emir, saya juga terkesan dengan barista internasional Viki Raharja yang sempat menjadi pembicara dalam acara tersebut,” tandasnya. (radar)