Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Budaya  

Hukum Supranatural Berperan dalam Pergantian Presiden

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Prestasi mentereng berhasil direngkuh Didik Suhariyanto. Pria yang berprofesi sebagai Wakil Dekan I Untag 1945 hBanyuwangi itu sukses menuntaskan studi strata III hanya dalam lima semester. Hebatnya lagi, Didik berhasil meraih predikat cum laude. MENGUMPULKAN bahan di sertasi merupakan tantangan ter berat yang dihadapi Didik Su ha riyanto, 42, se lama menjalani pen didikan S III Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang.

Betapa tidak, untuk menyusun karya ilmiah dalam jenjang doktor tersebut, Didik harus b o lak-balik dari perpustakaan satu ke perpustakaan lain di sejumlah kota di Jatim. Laki-laki yang beralamat di Peru mahan Sobo Indah Permai Blok A-5, Kelurahan Sobo, Kecamatan Ba nyuwangi, itu juga harus bertandang ke sejumlah toko buku di beberapa kota di Indonesia. Tidak hanya itu, agar disertasi yang dia susun sempurna, Didik juga harus menemui narasumber secara langsung, baik di lembaga kepresidenan, DPR/MPR RI, maupun di Mahkamah Konstitusi (MK).

Didik mengaku sempat bertemu lang sung Ketua MK Mahfud MD dan petinggi MK yang lain, yakni Dr. Haryono. “Saya juga bertemu langsung mantan hakim konstitusi Jimly Assidiqi dalam sebuah seminar,” ujarnya. Setelah disertasi berjudul “Pergantian Presiden di Indonesia” ram pung, Didik harus melalui ta hap yang tidak kalah berat, yakni menghadapi ujian akhir disertasi n Tidak tanggung-tanggung, Didik harus menghadapi delapan penguji, di antaranya Prof. Dr. Isrok SH MS; Prof. H. A. Muk htie Fadjar, SH MS; Dr. Mo hammad Ridwan SH MS; Prof. Dr. Sudarsono SH MS; Dr. Zamin Hamidi SH MH; Dr. Rachmad Syafaat, SH MH; Prof. Dr. Suko Wiyono, SH MH; dan Dr. Harjono SH MCL.

“Materi disertasi sudah saya ku asai. Tetapi, saat ujian, ada rasa canggung karena saya sa ngat menghormati para penguji yang memang pakar di bidangnya. Rasa canggung terjadi pada saat ujian tertutup. Se bab, saat itu isi disertasi di kupas habis. Pada ujian terbuka, rasa canggung yang sempat saya alami tereduksi,” ujar mantan wartawan Radar Banyu wangi itu.

Dikatakan, disertasinya itu dia susun dengan tujuan ingin melakukan perubahan tentang mekanisme pergantian presiden di Indonesia. Sebab, menurut dia, meski pergantian presiden selama ini konstitusional (sesuai ketentuan dan aturan tentang ketatanegaraan), tapi kondisi politik yang terjadi saat pergantian presiden cenderung abnormal. Didik mencontohkan, pergan tian Presiden Soeharto ke Pre siden Habibie. Soeharto me nyatakan berhenti dengan da sar Pasal 8 UUD 1945.

Itu kon stitusional, tapi kondisi po litik yang terjadi saat itu ab normal. “Presiden Susilo Bam bang Yudhoyono dipilih secara langsung dengan dasar UUD RI 1945. Presidential threshold tidak diatur konsti tusi, presiden ditentukan partai politik (parpol). Itu konstitusional, tapi kondisi politik abnormal. Begitu pun dengan pergantian Presiden Soe karno ke Soeharto, Presiden Habibie ke Abdurrahman Wahid, dan dari Abdurrahman Wa hid ke Megawati Soekarno Putri, kondisi politiknya juga abnormal” kata dia. Nah, melalui disertasinya, Didik merekomendasikan be berapa hal penting terkait pergantian presiden di Indonesia. Diantaranya, Undang-Undang (UU) Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden hendaknya dibuat sistematis secara tetap dan tidak diubah setiap menjelang pesta demokrasi lima tahunan.

Re komendasi lain, presidential threshold hendaknya dilegalkan dalam UUD 1945 RI agar tidak di jadikan pintu kepentingan pertarungan politik yang mengakibatkan instabilitas negara. Didik juga merekomendasikan ko alisi parpol untuk men calonkan presiden dan wa kil presiden diatur secara permanen berdasar peraturan perundangundangan, se hingga menjamin peme rin tahan presidential.

“Perlu juga dilakukan perubahan kelima UUD RI 1945, khususnya ber kaitan dengan pergantian presiden demi menjamin mekanisme pergantian presiden dan wakil presiden yang lebih lengkap, jelas, tegas, dan demokratis, sesuai prinsip-prinsip negara hukum yang demokratis,” cetusnya. Disinggung kejadian paling berkesan saat dia menjalani ujian akhir disertasi, Didik mengaku paling terkesan dengan pertanyaan Dr. Jamin Hamidi yang menanyakan bagaimana pendapat dia tentang perspektif hukum supranatural terkait pergantian presiden.

“Saya jawab memang ada perspektif hukum supranatural dalam pergantian presiden di Indonesia, tapi hal itu belum diakui. Tetapi, fakta sosiologisnya ada. Contohnya, seorang yang mencalonkan diri sebagai presiden selalu meminta petunjuk kepada Tuhan Yang Mahaesa,” tuturnya. Sementara itu, Rektor Untag Banyuwangi, Tutut Hariyadi, salut dengan langkah Didik yang telah sukses meraih gelar doktor. Dia berpesan agar selain mengabdi kepada almamater, Didik juga berkiprah di luar almamater sesuai bidang ilmunya.

“Kami berharap kiprah Pak Didik dapat bermanfaat bagi masyarakat Banyuwangi,” pesannya. Tutut menambahkan, be berapa bulan kedepan, beberapa dosen Untag yang lain juga akan menyelesaikan pendidikan strata III. Di antaranya, dosen Prodi Perikanan Fakultas Pertanian; dosen Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi; dan dosen prodi Teknik Industri Fakultas Teknik. “Itu sesuai pro gram lembaga Untag untuk meningkatkan kualitas SDM yang dimiliki,” pungkasnya. (radar)