Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Izin Belum Turun, Nekat Menjagal Kapal

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Hasil pemotongan besi tua LCT Sritanjung hanya ditumpuk di pelabuhan doking kapal milik PT. ASDP Ketapang.

KALIPURO – Puluhan pekerja kembali memulai aktivitas memotong-motong bagian eks kapal Landing Craft Tank (LCT) Putri Sritanjung siang kemarin (24/7). Padahal, mereka belum dapat surat izin resmi penghapusan yang dikeluarkan oleh Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Samarinda.

Padahal pihak Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) Kelas lll Ketapang sudah memberi peringatan kepada para pekerja itu sejak pekan lalu. “Kami sudah melakukan kembali pemotongan kapal ini sejak hari Minggu kemarin (23/7), ” ungkap Hanapi, 40, salah satu pekerja pemotong LCT.

Sebelumnya, UPP Kelas III Ketapang sempat menghentikan sementara kegiatan ship scrapping (pemotongan kapal) LCT Putri Sritanjung, karena ada hal teknis yang masih belum diselesaikan. Hal tersebut berkaitan dengan Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 39 tahun 2017, pasal 24 tentang penghapusan pendaftaran kapal.

“Untuk masalah surat kami tidak tahu. Yang jelas kami hanya disuruh untuk melanjutkan pekerjaan ini,” ujar Hanapi. Satu unit backhoe sudah memulai aktivitasnya kembali serta para pekerja melanjutkan menjagal lempengan besi tua bekas kabin LCT Putri Sritanjung.

Mereka sudah berhasil menghilangkan bagian atas kapal, selanjutnya tinggal bagian geladak kapal yang masih menyisakan 60 persen pekerjaan. Sementara itu, Kepala UPP Kelas III Ketapang, Ispriyanto membenarkan jika surat izin Ship Scrapping milik LCT Putri Sritanjung masih belum turun.

Mereka bekerja tanpa sepengetahuan pihak UPP Kelas III Ketapang. Seharusnya, kata dia, mereka boleh bekerja setelah mendapatkan surat izin resmi penghapusan yang dikeluarkan oleh KSOP Samarinda. “Ya benar, sampai saat ini surat izin Scrappingnya masih belum diurus,” tandas Ispriyanto.

Seperti diberitakan sebelumnya, Pemkab Banyuwangi akhirnya menjual kapal LCT Putri Sritanjung seharga Rp 750 juta. Badan Pengelolaan Aset dan Keuangan Daerah (BPKAD) Banyuwangi mengaku lega pasca penjualan aset daerah berupa kapal Landing Craft Tank (LCT) Putri Sritanjung. Keputusan menjual kapal tersebut dianggap tepat ketimbang kapal tersebut tenggelam.

Kepala BPKAD Banyuwangi, Samsudin mengatakan, secara umum penjualan kapal LCT Putri Sritanjung sudah sesuai dengan prosedur. Sejak akhir tahun 2016 lalu sudah dilakukan sejumlah tahapan. Harga apprasial (penilaian) dari Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) di Jember sekitar Rp 2 miliar.

“Setiap apprasial kami mengeluarkan biaya. Ada tiga kali apprasial, total biaya Rp 100 jutaan. Belum lagi mendatangkan KPKNL juga mengeluarkan biaya, jadi prosesnya cukup panjang,” ungkapnya.

Samsudin menjelaskan, apprasial harga awal dari KPKNL yakni Rp 2 miliar, apprasial kedua Rp 1,4 miliar, dan ketiga Rp 1 miliar. Sesuai dengan aturan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 19 Tahun 2016, tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah, pasal 342 ayat 3 mengisyaratkan jika tiga kali kita melaksanakan lelang gagal, dipersilakan melakukan penjualan secara langsung.

“Jadi mekanismenya sudah sesuai, intinya ada pejabat penjualan barang dan siapa yang memasukkan penawar. Maka penawar tertinggilah yang menang,” jelasnya. Kapal Putri Sritanjung juga merupakan beban BPKAD. Karena hampir setahun ini pihaknya selalu dihantui rasa hujan deras. Pihaknya selalu menerjunkan staf untuk mengecek kondisi kapal.

“Tengah malam, begitu ada kebocoran, langsung kita cari orang untuk nguras, karena memang sudah tidak ada lagi yang ngurus,” cetusnya. Selain itu, juga ada risiko kehilangan barang akibat pencurian, belum lagi persoalan tambang kapal yang putus. Satu tambang harganya bisa mencapai Rp 6 juta.

“Jadi dengan terjualnya kapal ini, disatu sisi kami juga mengalami kerugian lebih besar,” jelas Samsudin. (radar)