Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Budaya  

Jemur Kain Kafan

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

jemurGIRI – Ritual Resik Lawon kembali digelar warga Lingkungan Cung king, Kelurahan Mojopanggung, Kecamatan Giri, Banyuwangi, kemarin (23/6). Tradisi membersihkan kain kafan penutup kompleks petilasan Buyut Cungking, tersebut rutin digelar warga setempat setiap menjelang bulan Ramadan. Ritual yang satu ini sekaligus diyakini warga sebagai media membersihkan diri menjelang datangnya bulan puasa tersebut.

Namun uniknya, hanya kaum pria yang diperkenankan melakukan ritual Resik Lawon. Sedangkan para perempuan kebagian tugas memasak kue dan aneka hidangan yang disajikan bagi tamu dan para pria yang membersihkan kain penutup makam leluhur warga setempat tersebut. Tradisi Resik Lawon dimulai sekitar pukul 08.30 diawali dengan ngayah (menyapu) makam Buyut Cungking.

 Setelah itu, lawon (kain kafan) yang menghiasi makam Buyut Cungking itu dilepas bersamasama. Tak lama kemudian, para mencuci kain kafan tersebut di Sungai Kerambang di Kelurahan Banjarsari, Kecamatan Glagah. Uniknya, air sisa perasan kain kafan tersebut men jadi rebutan warga. Warga setempat meyakini air tersebut memberi kesehatan dan berkat pada orang yang meminumnya.

Selanjutnya, kain ini dibawa untuk diperas dan dibilas di Balai Tajuk. Para lelaki dan pemangku adat lingkungan se tempat bergantian memeras dan membilas kain ini dalam dua ember yang berbeda. Mereka diwajibkan melakukan tiga perasan di setiap kain, baik kelambu dalam atau pun kelambu luar. Setelah itu, kainkain tersebut dijemur.

Proses penjemuran pun tidak dilakukan dengan asal-asalan. Warga menyiapkan tiga tiang khusus sepanjang kurang lebih sepuluh meter. Tiang tersebut lan tas didirikan di tengah jalan yang terdapat di tengah Ling kungan Cungking. Antara tiang yang satu dengan tiang yang lain dihubungkan dengan tali tambang warna hitam. Tali inilah yang digunakan tempat men jemur kain kafan tersebut.

Selama menunggu kain kafan yang dijemur tersebut kering, para pria itu lantas disuguhi kue-kue tradisional yang sudah di siapkan oleh kaum wanita setempat. Setelah kering, kain yang masih layak untuk digunakan akan kembali dipasang di tempat semula. Sementara itu, kain yang sudah tidak terpakai akan dilabuh (dipendam) di sekitar makam Buyut Cungking.

Sebagai penutup dari upacara ini, akan dilakukan nyekar ke makam sebagai permintaan maaf apabila ada kesalahan selama upacara ini berlangsung. Sesepuh adat Lingkungan Cungking, Jam’i Abdul Ghani, mengatakan, ritual Resik Lawon itu sudah dilaksanakan masyarakat setempat sejak zaman leluhur mereka. “Waktu pelaksanaan ritual ini tidak bisa diubah. Yakni pada Kamis atau Minggu antara tanggal 12 sampai 15 bulan Ruwah  kalender Jawa,” ujarnya.

Dikatakan, ritual Resik Lawon yang dilakukan se tiap men jelang Ra madan itu ber tu juan untuk membersihkan kain kafan di makam Buyut Cungking. “Jadi, saat Rama dan dan Idul Fitri, kain kafan tersebut sudah bersih,” paparnya. Sekadar tahu, Buyut Cungking di yakini masyarakat sekitar  se bagai pejuang yang gigih mengusir penjajah Belanda. Beliau juga diyakini sebagai guru Prabu Tawang Alun.

Untuk mengenang jasa besar Buyut Cungking, nama lingkungan di sekitar makam nya lantas dinamai sama, yakni Lingkungan Cungking. Jasa besar Buyut Cungking, itu hingga kini masih dikenang warga setempat. Nah, ritual Resik Lawon, tersebut merupakan salah satu bentuk penghormatan yang diberikan untuk  mengenang jasa Buyut Cungking. (radar)