BANYUWANGI – Buah-buahan hasil pertanian Bumi Blambangan semakin menancapkan “taring” di kancah nasional. Selain buah naga yang sukses menembus pasar nasional, kesuksesan serupa juga dialami buah jeruk siam produksi Banyuwangi Selatan.
Jeruk asal Banyuwangi dijajakan di mal-mal di Jakarta dan Bali. Jeruk bercita rasa manis tersebut, dijual di tempat khusus dan bersanding dengan buah impor. Agus Ali Maksum, supplier jeruk asal Desa Jajag, Kecamatan Gambiran, mengaku sudah lima tahun rutin memasok jeruk ke distri butor dan pasar modern di Jawa dan Bali.
Mulai dari Hero Supermarket Tangerang, Asia Plaza Mall di Tangerang, hingga mal Tiara Dewata, Bali. “Setiap hari saya mengirim mini mal 5 Ton jeruk ke Tangerang, Bekasi, Bandung, dan Semarang, secara bergantian. Karena memang permintaan luar daerah terhadap jeruk siam Banyuwangi ini tinggi,” kata Agus.
Agus mendapatkan, pasokan jeruk siam dari sejumlah petani di sejumlah kecamatan sentra penghasil jeruk Banyuwangi di Kecamatan Purwoharjo, Kecamatan Bangorejo, dan Kecamatan Pesanggaran. Menurutnya, tiga kecamatan tersebut merupakan penghasil jeruk yang kualitasnya di atas rata-rata.
“Saat membeli dari petani, saya hanya memilih yang kualitasnya bagus dan sesuai dengan kriteria supermarket. Jeruk harus berukuran besar, satu kilogram berisi tujuh buah, dan kulit jeruk bersih. Mengenai rasa, jeruk Banyuwangi sudah dikenal manis,” terangnya.
Agus mengaku, harga yang dipatok kepada konsumen antara Rp 10 ribu sampai 12.500 per kilogram (Kg). Namun, harga tersebut bisa sewaktu-waktu berubah, tergantung harga di pasaran. “Harganya fluktuatif, jadi bisa naik-turun kapan saja. Tergantung jumlah panenan jeruk,” kata dia.
Kepala Dinas Pertanian Kehutanan dan Perkebunan Banyuwangi, Ikrori Hudanto mengatakan, produksi jeruk merupakan yang tertinggi untuk jenis hortikultura di Banyuwangi. Pada 2015 Banyuwangi menghasilkan 354.685 Ton jeruk dengan luas panen 12.804 hektare (Ha).
Produksi itu meningkat dibandingkan tahun 2014 yang sebanyak 333.767 Ton dengan luas lahan panen 12.137 Ha. Sentra kawasan jeruk di Banyuwangi tersebar di sejumlah kecamatan. Selain Purwoharjo, Bangorejo, dan Pesanggaran, ada beberapa kecamatan lain juga merupakan sentra penghasil jeruk, yakni Tegaldlimo dan Siliragung.
Tanaman jeruk juga lazim ditemui di Kecamatan Cluring, Gambiran, Tegalsari dan Muncar. Ikrori menambahkan, pihaknya terus mendorong petani jeruk di Banyuwangi menjaga kualitas produknya. Pemkab, lanjut dia, juga telah memberi bekal menyelenggarakan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) sesuai standar pemerintah good agricultural practices (GAP) bagi petani.
“GAP adalah panduan budidaya buah dan sayur yang baik untuk menghasilkan produk bermutu yang mencakup penerapan teknologi yang ramah lingkungan, pencegahan penularan OPT, penjagaan kesehatan dan meningkatkan kesejahteraan pekerja serta prinsip penelusuran balik (traceability),” terang Ikrori.
Petani pun dibekali wawasan tentang good handling process (GHP), yakni bagaimana penanganan pasca panen yang tepat. Mulai dari proses pemetikan buah, penyortiran, pencucian, hingga grading. “Kami mengajari mereka bagaimana pasca panen agar hasilnya maksimal. Salah satunya, kapan saat buah harus dipetik. Ini yang harus mereka ketahui. Selain itu, menunjang pengembangan sentra kawasan jeruk, pemkab juga memberikan bantuan seperti gunting dan keranjang panen,” lanjutnya.
Bukan itu saja, pemkab juga telah membangun packing house alias bangsal kemas untuk petani jeruk karena selama ini petani tidak memiliki tempat khusus untuk menyimpan hasil panen. “Yang kami bantu tidak hanya petani jeruk, tetapi juga untuk buah naga dan produk hortikultura lainnya. Sampai saat ini, sudah ada lima packing house yang kami bangun, yakni di daerah Bangorejo, Muncar dan Siliragung,” pungkasnya. (radar)