Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Hukum  

Kisah Pilu Keluarga Korban Perampokan di Srono

Cici Widya Prasetyandari, 24, (kanan) bersama Hartatik di rumahnya, Dusun-Desa Kepundungan, Kecamatan Srono, kemarin (13-9).
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Cici Widya Prasetyandari, 24, (kanan) bersama Hartatik di rumahnya, Dusun-Desa Kepundungan, Kecamatan Srono, kemarin (13-9).

Masih Trauma, Pasang Terali di Setiap Sudut Rumah

SUASANA rumah yang terletak di pinggir Jalan Raya Kepundungan itu terlihat sepi. Dari jalan raya, rumah yang bersebelahan dengan sebuah toko kebutuhan pokok itu tampak lengang.

Toko tersebut tertutup rapat. Di samping toko terdapat garasi mobil. Dua mobil juga terparkir rapi, bahkan satu mobil Daihatsu warna putih tampak terbungkus mantel. Sementara, persis di sebelah timur  mobil Daihatsu, juga ada Suzuki  Carry yang diparkir dengan posisi  menghadap ke depan rumah.

Di depan pintu garasi itu, terdapat  mobil yang diparkir. Mobil tersebut  berada di tepi jalan raya. Dari garasi mobil terdengar perbincangan  cukup serius. Ternyata, lima anggota polisi sedang melakukan proses identifikasi dan olah tempat kejadian  perkara (TKP) di rumah milik pasutri Slamet Rohaini dan Hartatik tersebut.

Dua anggota polisi terlihat sibuk melakukan olah TKP dan menggali data-data, termasuk melakukan pengambilan gambar pada titik yang dijadikan sasaran para  perampok saat mengobrak-abrik  isi rumah tersebut.

Sang pemilik rumah, juga tampak tegang menunggu polisi yang terus melakukan identifikasi. “Ini sudah yang kali kedua, rumah saya disatroni maling,” ungkap Hartatik. Raut wajah wanita paruh baya  itu masih tampak shock. Meski  tampak tenang, namun tangannya masih gemetar.

Maklum saja,  sudah dua kali rumahnya kemalingan. Kejadian pertama berlangsung dua tahun silam. Saat itu, toko dan rumahnya ditinggal pergi. Hampir semua barang  dagangan yang berada di tokonya ludes dikuras pencuri.

Total kerugian material akibat pencurian tersebut mencapai Rp 60 juta. Sejak dibobol maling itulah, Hartatik bersama suaminya lebih waspada. Hampir seluruh sudut rumah dipasang lampu penerang.

Tujuannya tak lain jika ada gelagat  orang mencurigakan bisa cepat diketahui masyarakat. Bukan hanya itu, pasutri tersebut juga memasang pagar di depan dan samping rumahnya. Toko dan rumah tersebut memang bersebelahan dengan sawah dan kebun buah naga sehingga rawan untuk disatroni orang jahat.

Tidak cukup sampai  di situ, sebagai langkah antisipasi, pasutri tersebut memasang hampir seluruh setiap jendela dengan pengaman berupa terali. Bahkan, pintu rumahnya juga diberi kunci ganda agar tidak  mudah dibobol maling.

“Saya juga kaget, kok maling masih bisa masuk dengan mencongkel jendela dan membengkokkan besi terali,” cetus ibu dua anak itu.  Hartatik mengaku tidak tahu  kenapa rumahnya jadi sasaran aksi pencurian.

Padahal, dalam kehidupan sehari-hari, dia juga bersikap biasa-biasa saja dan  tidak pernah mempunyai musuh. “Usaha kami sekeluarga ini juga hanya toko sembako, hasilnya toh juga tidak seberapa,” keluh Hartatik terheran-heran.

Diceritakan, anak sulungnya kini maish trauma karena berhadapan langsung dengan perampok. Kisah menegangkan itu terjadi pukul 01.30, Rabu dini  hari (13/9). Malam itu, putri sulungnya, Cici Widya Prasetyandari, 24, terjaga dari tidur saat  melihat sinar lampu senter menyilaukan mata yang diikuti  kelebatan seseorang hendak  memasuki kamar dan mendorongnya. Padahal lampu di bagian dalam  rumah telah dipadamkan.

“Begitu tahu ada orang masuk, saya sempat teriak. Tapi mulut saya langsung dibekap pakai tangan perampok,” ujar Cici. Kedua tangan mahasiswi pasca  sarjana Universitas Jember itupun langsung diikat oleh para pelaku  perampokan dengan menggunakan tali rafia.

Semula kedua tangannya diikat di bagian depan.  Namun, lantaran terus berontak,  ikatan itu dialihkan ke bagian belakang tubuhnya. Dia sempat berbincang dengan kawanan perampok itu dengan meminta ditunjukkan tempat penyimpanan uang.

“Di rumah sini tidak ada uang. Jangan bohong kamu. Iya benar, saya hanya punya dua HP. Silahkan diambil,” cerita Cici menirukan percakapan dini hari itu.  Pelaku yang masuk ke dalam  kamar tidurnya itu berjumlah  lima orang.

Saat berontak itu, dia juga sempat diancam akan dibunuh dengan senjata tajam.  Bahkan, dia juga sempat diacungi senjata api mirip pistol. Pelaku yang membawa senjata berjumlah tiga orang, empat pelaku mengenakan cadar, dan hanya satu orang  yang tidak menggunakan cadar.

Kawanan perampok itu beroperasi cukup lama dengan mengacak-acak seluruh isi rumahnya. Namun, tidak berhasil  menemukan apapun. Uniknya,  para pelaku sempat menawarkan kepada dirinya agar memberikan uang sebesar Rp 1 juta untuk ongkos transport pulang.

Karena tidak mendapati apapun, para pelaku juga sempat menanyakan keberadaan orang tuanya. Dengan nada takut wanita  berjilbab ini menimpali bila ayah dan ibunya tidak tidur di rumah. Keduanya diakui korban bermalam di toko.

“Saya sempat disuruh membangunkan ayah,  tapi menolak. Perampok juga  sempat tanya siapa saja yang berada di toko. Tak jawab bapak, ibu dan adik. Padahal yang disana empat orang,” kenang Cici.

Tidak sampai di situ, para perampok juga bertanya pintu masuk ke dalam toko. Dia menjawab, jika satu-satunya pintu  masuk ke dalam toko melalui pintu depan. Seketika itu, para  perampok langsung meminta  kunci pintu rumah untuk keluar dan membobol toko milik orang  tuanya.

“Para perampok sempat berdiskusi dengan menggunakan bahasa Madura, lalu ke luar rumah,” jelasnya.  Setelah kawanan para perampok kabur, dia yang dalam posisi kaki dan tangan terikat berupaya sekuat tenaga dengan meloncat-loncat membangunkan orang tuanya yang berada di sebelah  ruang keluarga.

Mulutnya yang dibungkam menggunakan lakban berhasil dilepaskan, dan memberitahukan ibunya yang sudah bangun mengenai keberadaan para perampok. Sejurus kemudian, Hartatik ibunya langsung menghubungi Mujiati dan Mbak Tin yang saat itu sedang punya hajat dan berlangsung hiburan janger.

Mendapat telepon itu, Mujiati langsung mengumumkan pada pagelaran janger itu jika rumah Slamet Rohaini dan Hartatik dirampok. Puluhan warga langsung berdatangan dan memberikan pertolongan.

Sontak, kehadiran  warga yang membawa peralatan  pentungan, dan peralatan seadanya itu mengejutkan para perampok hingga lari tunggang langgang. Peristiwa perampokan itu juga  tersiar dengan cepat. Bahkan, keluarga, kerabat, dan saudara dari pasutri itu juga hilir mudik  datang bergantian hanya untuk  sekadar menanyakan kabar serta kisah peristiwa tersebut.

“Keluarga Pak Slamet dan Hartatik ini orang baik-baik. Dalam kehidupan sosial masyarakat juga baik,” ungkap Kepala Dusun Kepundungan, Siswandi. Dari catatan di desa, pihak keluarga pasutri itu juga belum pernah terlibat konflik atau permasalahan apa pun di kalangan masyarakat.

Bahkan, putri sulung pasutri tersebut, Cici Widya Prasetyandari, juga masih melangsungkan kuliah pasca- sarjana di Universitas Jember.  Hanya saja, yang menarik dari perbincangan di masyarakat,  peristiwa perampokan di Desa  Kepundungan tersebut hampir dipastikan bersamaan dengan  orang punya hajat, baik khitanan  maupun pernikahan.

Oleh karena itu, tidak jarang pihak pemuda desa setempat bersama Linmas melakukan patroli jika ada warga yang punya hajat. Salah seorang tokoh masyarakat  setempat, Andre Subandriyo juga sudah mewaspadai adanya aksi  maling di desanya dengan kembali mengaktifkan pos ronda jaga  malam.

Tidak hanya di pos kamling, tetapi juga di setiap warung kopi yang berada di per simpangan  jalan desa. Tujuannya sebagai  langkah antisipasi, jika sewaktu-  waktu ada tindakan kriminalitas atau ancaman kejadian lainnya.

“Kami bersyukur jika kasus ini terungkap juga atas peran serta dan kekompakan masyarakat. Harapan kami semoga peristiwa  ini membawa hikmah, dan menjadi atensi kepolisian bersama-sama warga dalam menjaga  keamanan dan ketertiban masyarakat,” tandasnya. (radar)