Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

KMP Rafelia II Tenggelam, LCT Dilarang Angkut Penumpang

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

KMP-Rafelia-II-Tenggelam,-LCT-Dilarang-Angkut-Penumpang

MUSIBAH tenggelamnya kapal motor penumpang (KMP) Rafelia II di Selat Bali Jumat (4/3) lalu membuat pihak Kementerian Perhubungan Republik Indonesia (Kemenhub RI) memerintahkan pihak pelabuhan melarang segala jenis penumpang naik kapal landing craft tank (LCT)  di Selat Bali.

Sopir dan kernet, termasuk penumpang, dilarang naik kapal jenis LCT di Selat Bali. Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (KUPP) Kelas III Ketapang, Ispriyanto, melalui wakilnya, Widodo, membenarkan hal tersebut.

Pelarangan segala jenis penumpang naik kapal LCT itu atas perintah Kemenhub menyusul musibah tenggelamnya KMP Rafelia II di Selat Bali. Larangan tersebut berlaku bagi sopir dan kernet. Larangan itu diterapkan  sejak pukul 09.00 kemarin.

”Kendaraan harus naik KMP. Kalau memaksa naik LCT, berarti sopir  dan kernet harus turun dari LCT  dan naik KMP. LCT hanya untuk  kendaraan dan barang,” tegas Widodo. Larangan segala jenis penumpang naik kapal LCT, menurut  Widodo, belum dipastikan  sampai kapan.

Apakah itu akan berlangsung selamanya ataukah hanya sementara, Widodo belum bisa memastikan. Sebab, yang berwenang mengenai hal itu adalah pihak Kemenhub RI. Pihak Syahbandar hanyalah sebagai pelaksana di lapangan. ”Belum tahu sampai kapan.  Kita tunggu instruksi Kemenhub RI,” tambahnya.

Pihaknya juga meluruskan kabar simpang siur yang beredar bahwa  KMP Rafelia II tidak ada nakhoda, dan pihak Syahbandar tetap memberikan surat perintah berlayar (SPB) pada waktu itu. Menurutnya, hal itu tidak benar. Terbukti, mayat nakhoda ditemukan  pukul 11.45 mengapung di  pe rairan Gilimanuk.

Temuan mayat itu menepis kabar bahwa Bambang sedang tidak berlayar pada waktu itu. ”Kami pasti tidak akan mengeluarkan SPB kalau tidak ada nakhoda,” dalihnya. Terkait manifes penumpang kapal yang dirasa amburadul  dan tidak valid, Widodo mengatakan  hal itu bukan sepenuhnya wewenang Syahbandar.

Pihaknya  juga merasa dikambinghitamkan  terkait musibah itu. Sesuai PM Direktur Jenderal Perhubungan Darat No. AP 005/6/14/DRJD/2011 manifes kapal itu tanggung jawab pihak operator kapal dan pihak ASDP. ”Data manifes yang diserahkan pihak operator kami anggap benar,” jelas Widodo.

Selain itu, terkait pihak Syahbandar yang tetap memberikan SPB padahal kendaraan di dalam kapal tidak di-lasing, Widodo  mengatakan lasing sebenarnya  memang harus dilakukan. Akan tetapi, banyak juga pihak operator  kapal yang tidak mengikat kendaraan  saat di dalam kapal.

Namun, pihaknya tidak memiliki waktu cukup banyak untuk melakukan pengecekan mengingat waktu muat yang disediakan sangat menipis. ”Kita tidak mungkin mengecek lagi, karena waktu muat hanya 15 menit, sementara jadwal kapal sangat padat. Kalau  kita memaksa harus ngecek itu,  kapal lain gak bisa sandar dong,”  jelasnya.

Pihaknya juga mendapat keluhan dari pihak keluarga nakhoda  KMP Rafleia II yang mengetahui  bahwa tim SAR gabungan  menghentikan proses pencarian pada Minggu (6/3) pukul 15.30. Padahal, saat itu jenazah nakhoda  belum ditemukan.

”Keluarga mengeluh kepada kami (KUPP Ketapang) karena pihak Basarnas menghentikan pencarian secara resmi. Maka dari itu, dua kapal patroli kami tetap kami patrolikan sampai saat ini (kemarin),” pungkasnya.(radar)