Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Budaya  

Maulid Nabi, Penuh Telur dan Syiar Agama

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

penuhBANYUWANGI – Pawai Endhog-endhogan yang digelar Pemkab Banyuwangi benar-benar berlangsung meriah pagi kemarin (30/1). Ribuan peserta asal seantero Bumi Blambangan tampil total membawakan tema dan kreasi terbaik masing-masing. Tak pelak, penonton yang menyemut di sepanjang rute arak-arakan kembang telur tersebut terkesima.

Meski pawai yang digelar untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW tersebut telah rutin digelar setiap tahun, tapi animo penonton seakan tak pernah surut. Itu tak lepas dari kemasan pawai yang selalu di warnai musik dan teatrikal syiar Islam. Tahun ini peserta pawai terbagi dalam delapan gugus barisan. Barisan pertama mengisahkan masuknya Islam di wilayah Nusantara.

Teatrikal barisan itu mengi sahkan awal Sunan Kalijaga menjadi wali hingga perjalanan dakwah yang dilakukan melalui seni. Barisan tersebut juga menampilkan gending-gending yang pernah dinyanyikan Sunan Kalijaga, seperti Dandanggula, Semarangan, dan Lir-Ilir. Tidak hanya itu, barisan pertama juga menunjukkan keragaman budaya di Banyuwangi, yakni dengan menerjunkan barisan anak-anak yang memakai baju khas Tionghoa bernuansa warna merah.

Di barisan kedua, para peserta menyajikan tema masuknya Islam di Bumi Blambangan. Cerita itu mengangkat kisah Syekh Maulana Ishaq dan Sekar Dalu. Para peserta di gugus tersebut mengisahkan Syekh Maulana Ishaq yang berhasil menyembuhkan putri raja Blambangan, Putri Sekar Dalu, hingga akhirnya keduanya menikah. Setelah menjadi bagian keluarga kerajaan, Syekh Maulana mengembangkan ajaran Islam dari dalam istana.

Barisan ketiga menceritakan kisah awal endhog-endhogan di Banyuwangi. Aksi teatrikal gugus tersebut menggambarkan pertemuan di Bangkalan antara Kiai Kholil, pimpinan Ponpes Kademangan Bangkalan, dan KH. Abdullah Fakih. Kiai Fakih merupakan pendiri Ponpes Cemoro Balak, Songgon, Banyuwangi. Dalam pertemuan tersebut, Kiai Kholil mengatakan bahwa kembange Islam sudah lahir di Nusantara (Nadlatul Ulama-red). Kelahiran NU di gambarkan sebagai endhog (telur).

Kulit telur melambangkan kelembagaan NU, dan isi telur melambangkan amaliah. Sepulang dari pertemuan tersebut, Kiai Fakih menyebarkan amanah tersebut dengan cara mengarak batang pisang yang telah dihias kembang telur keliling kampung. Arak-arakan itu disertai lantunan selawat dan zikir. Barisan selanjutnya adalah aneka kreasi jodang endhogendhogan yang hingga kini terus dilestarikan masyarakat Ba nyuwangi.

Selain itu, gugus-gugus lain menampilkan tema-tema dengan berbagai warna yang memiliki makna berbeda, seperti hijau, merah, kuning, putih, dan ungu. Pada gugus-gugus itu ditampilkan kreasi endhog-endhogan yang di tampilkan dengan aneka bentuk, seperti miniatur masjid,  miniatur Kakbah, dan menara masjid. Juga ada kreasi endhog-endhogan BEC yang ditampilkan dalam kostum menawan oleh para siswa SD.

Di barisan terakhir, siswasiswi SMA dan SMK tidak ketinggalan unjuk kebolehan. Mereka melakukan parade peragaan busana muslim. Barisan marching band Korps Musik Pemkab Banyuwangi menjadi penutup rangkaian Pawai Endhog- endhogan kali ini. “Pawai Endhog-endhogannya bagus. Kisah yang diceritakan unik. Selain itu, anak-anak yang menjadi pengisi acara sangat lucu dan menarik,” ungkap Wahyuni Agustin (17), penonton asal Kelurahan Mojo panggung, Kecamatan Giri.

Sementara itu, para peserta Pawai Endhog-endhogan kali ini terdiri atas pelajar mulai tingkat Taman Kanak-kanak (TK) hingga SMA/sederajat. Komunitas sanggar dan perwakilan kelurahan se-Kabupaten Banyuwangi juga ambil bagian pada pawai yang menempuh rute Jalan Ahmad Yani (depan kantor pemkab), Jalan PB. Sudirman, Jalan Satsuit Tubun, dan berakhir di Taman Blambangan, itu.

Dalam sambutannya sebelum barisan di berangkatkan, Asisten Administrasi Umum Pemkab Banyuwangi, Sulihtiyono, yang mewakili Bu pati Abdullah Azwar Anas mengatakan, endhogendhogan telah menjadi bagian dari budaya daerah yang mengingatkan kembali tentang jejak Nabi dan perjuangannya dalam menyiarkan Islam. “Perjuangan Rasulullah Muhammad SAW harus dapat kita aplikasikan pada saat ini dengan bekerja keras di profesi masing-masing demi kemajuan Banyuwangi,” jelas mantan Kadispendik itu.

Usai memberikan sambutan, Sulihtiyono bersama perwakilan forum pimpinan daerah (forpimda) menabuh alat musik terbang diiringi selawat sebagai tanda dimulainya arak-arakan. Acara yang dihadiri para budayawan Banyuwangi itu diawali dengan penampilan tiga regu kehormatan dari TK Al-Qomar, TK Rahmatullah, dan TK Pertiwi. Anak-anak TK tersebut menambah kemeriahan acara dengan membawa aneka kreasi endhog-endhogan dalam balutan busana muslim yang ceria. (radar)