Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Budaya  

Maulid NAbi, Tradisi Endhog-endhogan, Mengarak Seribu Butir Telur Bebek

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

maulidPeringatan Maulid Nabi Muhammad di Banyuwangi selalu diramaikan tradisi Endhog-endhogan. Ada banyak versi asal-muasal tradisi tersebut. Salah satu yang tertua adalah Endhog-endhogan di sekitar Masjid Kiai Saleh, Lateng. Seperti apa suasana perayaan Maulid di masjid bersejarah itu?

SEPERTI di banyak tempat di Banyuwangi, setiap bulan Rabiul Awwal, kegembiraan umat muslim dalam menyambut hari kelahiran (Maulid) Nabi Muhammad selalu terlihat. Ada yang sekadar memasang tulisan selamat, ada pula yang menggelar lomba di musala dan masjid. Semarak Maulid juga terlihat di Lingkungan Krajan, Kelurahan Lateng, Kecamatan Banyuwangi, sore kemarin (13/1).

Sejak matahari bergeser ke arah barat, warga terutama kalangan anak-anak disibukkan dengan persiapan mengarak telur. Warga yang berada di sekitar Masjid Kiai Saleh itu sedang bersiap mengadakan pa wai Endhog-endhogan. Sekilas, pawai Endhog-endhogan sore itu ter lihat sederhana. Namun, ketika ditelisik lebih cermat, ternyata yang sederhana itu punya nilai istimewa.

Endhog-endhogan sore itu dikemas menyesuaikan tradisi yang terdahulu. Tidak akan ditemui kembang telur dengan warna yang mencolok dan dengan bentuk selain telur. Semua tampak terkesan “jadul”. Bahkan, metode yang digunakan memasang telur ke kembang telur adalah dengan cara ditancapkan di tengah tangkai. B alutan kertas yang menghiasi bambu pun terkesan ala kadarnya. Ternyata itu sengaja di buat demikian agar nuansa tempo dulu kembali hadir.

Sekitar seribu telur diarak di sekitar Masjid Kiai Saleh sore itu. Semua telur itu adalah telur bebek. Warna-warni kembang telur yang diangkut setiap becak sama. Latar belakang lokasi penyelenggaraan acara tersebut adalah Masjid Kiai Saleh. Masjid tersebut dulu merupakan sebuah musala yang menjadi cikal-bakal pembentukan organisasi Gerakan Pemuda (GP) Ansor Nahdlatul Ulama (NU). GP Ansor dan Kiai Saleh sangat mewarnai perjalanan sejarah Indonesia.

Dari kawasan Masjid Kiai Saleh juga lahir selawat Badar yang sangat populer. Menurut Rahman Zainudin, salah seorang panitia yang merupakan cicit Kiai Saleh, perayaan kali ini mengacu tradisi yang muncul tahun 1980-an. Saat itu para santri di pesantren Kiai Saleh mengarak kembang telur dengan cara dipanggul. Telur-telur itu ditancapkan di pelepah pisang dan dipanggul dua orang. Saat ini mereka ingin mengembalikan Endhogen dhogan seperti itu, “Intinya kami ingin mengembalikan Endhog-endhogan seperti pada kemunculan awal,” ujarnya.

Tepat setelah waktu asar, ditandai dengan selesainya salat berjamaah di Masjid Kiai Saleh. Pawai endhog pun diberangkatkan. Dengan iringan hadrah, sekitar tiga puluh becak berbaris rapi. Setiap becak membawa satu pohon pisang yang berisi kembang telur. Anak-anak penuh keceriaan bergabung di becak-becak itu. Orang-orang pun antusias menyaksikan pawai itu dari depan rumah masing-masing.

Meski mengacu Endhog-endhogan zaman dulu, acara sore itu tidak melupakan kemeriahan sebuah perayaan, satu grup drum band menyemarakkan pawai Maulid yang cukup unik itu. Tidak hanya masyarakat sekitar, perayaan sore itu juga menjadi daya tarik tersendiri bagi beberapa mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta yang sedang melakukan penelitian di Banyuwangi. Meski memiliki agenda yang telah terjadwal di salah satu kampus di Banyuwangi, mereka menyempatkan melihat Endhog-endhogan.

Monika, mahasiswi S2 Jurusan Sejarah UGM mengaku sangat beruntung bisa menyaksikan pawai Endhog-endhogan. Sebab, saat ini banyak sekali tradisi masyarakat yang dikemas dalam bentuk yang lebih ko mersial. Meski bertujuan baik, tapi tidak jarang hal itu justru melupakan esensi sebuah tradisi. “ Sangat senang bisa melihat Endhog-endhogan di sini. Setidaknya saya bisa mengamati bentuk original sebuah perayaan yang konon telah menjadi semacam festival. Sangat membantu studi saya,” ujarnya.

Setelah selesai berkeliling kampung, telur-telur itu dikumpulkan di sebelah selatan masjid. Tepatnya di sisi timur kompleks makam Kiai Saleh. Kemudian, beberapa pohon ditaruh di dalam masjid. Telur-telur itu akan dibagikan kepada jamaah yang mengikuti pengajian. Warga dan anak-anak yang tidak sabar telah berjubel di sekitar tempat telur dikumpulkan. Mereka ada yang meminta dan tak sedikit yang mengambil secara paksa. (radar)