Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Mbah Rono: Ijen sedang Sakit Kronis

Surono
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Surono

SONGGON – Selain Gunung Raung, Banyuwangi juga memiliki Gunung Ijen yang sama-sama berstatus siaga. Hingga kini, gunung setinggi 2.386 meter di atas permukaan laut (dpl) itu masih diberlakukan larangan adanya aktivitas manusia pada radius 1,5 kilometer.

Mengenai aktivitas Gunung Ijen, Kepala Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Bandung, Surono, menjelaskan, jika gunung tersebut mempunyai perbedaan yang cukup mencolok dengan Gunung Raung. ‘’Kalau Gunung Ijen frekuensinya lebih rendah dibandingkan dengan Gunung Raung,’’ ungkapnya.

Karena itu, lanjut dia, Pos Pengamatan Gunung Ijen sempat merekam gempa tremor yang terjadi di Gunung Raung. Saking kuatnya, gempa tremor tersebut sampai menutup aktivitas Gunung Ijen. ‘’Data Ijen sampai tertutup. Memang frekuensi Gunung Raung cukup tinggi,’’ terangnya.

Meski begitu, kata dia, Gunung Ijen tetap tidak bisa dipandang remeh. Sebab, gunung yang menghasilkan belerang itu sempat naik hingga 11 derajat. ‘’Iya kalau hanya satu gelas saja nggak masalah naik 11 derajat. Menjadi masalah kalau air sebanyak 36 juta meter kubik naik 11 derajat. Itu sungguh luar biasa,’’ terang pria yang akbrab disapa Mbah Rono itu.

Artinya, lanjut Mbah Rono, warga harus tetap hati-hati. Sebab, dengan naik terus menerus bisa jadi erupsi alias meletus di dalam. ‘’18 juta meter kubik air bisa tumpah. Padahal, kandungan airnya cuma 0,2, sedangkan accu PH-nya sekitar 3 sampai 4,’’ jelasnya. Dia mengibaratkan Gunung Ijen tersebut sedang mengalami gangguan kesehatan. Bahkan, gunung yang menjadi jujukan wisatawan itu sedang sakit cukup parah. ‘’Ijen itu sakit agak kronis.

Ibarat cewek itu merengek. Diajak nggak mau, ditinggal menangis. Seperti kemayu,’’ ujarnya di hadapan wartawan dan Muspida Kamis lalu (1/10). Dari sisi ilmu gunung api, masih kata dia, Gunung Ijen tetap tidak masalah. Namun, yang menjadi masalah jika menimbulkan bencana. ‘’Itulah kenapa, kita harus tetapwaspada dan hat-hati. Karena aktivitas  gunung tidak bisa diprediksi.

Saya juga bukan juru ramal kapan meletus,’’ ujarnya yang disambut ger-geran sejumlah muspida dan awak media saat di Pos Pengamatan Gunung Raung. Dia mencontohkan, ada sekitar 13 ribu orang yang mengungsi sebelum Gunung Kelud meletus. Bahkan, mengungsi tersebut tidak hanya sehari dua hari menyusul warning dari pemerintah. ‘’Bayangkan, sampai 3 minggu mengungsi,’’ kenangnya. (radar)