Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Meriahnya Peringatan Maulid Nabi di Gumukagung

Remaja Dusun Glondong RT 03, RW 01, Desa Watukebo, Kecamatan Blimbingsari memasang menara miniatur masjid
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Remaja Dusun Glondong RT 03, RW 01, Desa Watukebo, Kecamatan Blimbingsari memasang menara miniatur masjid

Habiskan 70 Lembar Styrofoam, Dikerjakan Remaja Satu RT

Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Dusun Glondong Gumukagung, Desa Watukebo, Kecamatan Blimbingsari berlangsung meriah. Kegiatan religi memperingati kelahiran Nabi Muhammad itu dimeriahkan lomba pawai jodang miniatur masjid dengan arsitektur berkelas.

DEDY JUMHARDIYANTO, Blimbingsari

Jalan raya di Dusun Glondong Gumukagung, Desa Watukebo, Kecamatan Blimbingsari siang itu benar-benar sibuk. Arus lalu lintas dialihkan dan tidak bisa melintasi ruas jalan utama.

Siang itu, ratusan bahkan ribuan warga berkumpul di tepi jalan raya. Mereka bukan sedang berdemo, melainkan sedang menunggu rombongan pawai kirab Maulid Nabi.

Perayaan kelahiran Nabi Muhammad SAW di dusun tersebut diperingati dengan cara yang kreatif dan unik. Yakni lomba pawai kirab jodang miniatur masjid yang diikuti oleh setiap RT di dusun tersebut.

Jodang berbentuk miniatur masjid itu dipanggul oleh puluhan remaja. Jodang tersebut dibawa ke halaman Masjid Baiturrohman dusun setempat. Selama memanggul jodang, puluhan remaja itu juga diiringi grup marching band dan hadrah kuntulan. Suasana pun lebih meriah dan semarak.

Sesampainya di halaman masjid, panitia lomba mulai melakukan penjurian dengan melihat satu per satu jodang yang sudah dijajar rapi sesuai urutan nomor peserta. Jodang berbentuk miniatur masjid itu sangat indah, unik, dan mirip seperti masjid asli.

Mulai dari dalam masjid jelas terlihat ada replika jam dinding, orang sedang salat. Di bagian dinding juga terdapat kaligrafi dan jadwal petugas salat. Bagian luar masjid juga terdapat halaman, taman, tempat wudu, dan motor yang sedang terparkir. Bahkan, bagian luar masjid juga terdapat pagar keliling. Replika mirip seperti masjid aslinya.

Usai dinilai oleh juri, selanjutnya jodang kembali dipikul bersama-sama menuju tempat ketua RT. Sembari menunggu hasil pengumuman lomba. Perwakilan dari RT juga tetap berada di masjid. Hasilnya, juara umum lomba jodang itu dari RT 03, RW 01, Dusun Glondong, Desa Watukebo, Kecamatan Blimbingsari.

Ketua RT 03, RW 01 Bonari mengatakan, jodang replika masjid tersebut dibuat oleh remaja laki-laki di sekitar tempat tinggalnya. Jodang replika masjid itu dibuat oleh tangan-tangan terampil para remaja. ”Kami orang tua hanya mendampingi dan mengarahkan saja,” ujarnya.

Jodang replika masjid itu sudah dibuat sejak dua bulan lalu. Sebagian besar remaja yang membuat jodang itu masih pelajar dan sebagian sudah bekerja. Sejak dua bulan lalu, mereka mulai mengerjakan bagian replika masjid.

Bagian yang lebih dulu dibuat adalah rangka besi. Rangka itu penentu kekuatan replika masjid yang akan dibuat. Setelah menyelesaikan bagian rangka, selanjutnya mulai mengerjakan bagian dalam serambi masjid. Usai bagian dalam masjid terisi, baru menyelesaikan bagian dinding masjid hingga ke teras masjid. ”Pengerjaannya dicicil sejak dua bulan. Itu pun hanya dikerjakan pada malam hari saja,” ungkap Bonari.

Lomba jodang replika masjid itu, kata Bonari, sudah ada sejak puluhan tahun silam. Hanya saja, dulu yang dijadikan jodang berasal dari plonco (ranjang yang terbuat dari bambu dan kayu). Namun, seiring berjalannya waktu, kini sudah berubah menggunakan styrofoam. ”Dulu jodang ini digunakan untuk membawa ancak. Ancaknya diletakkan di bawah jodang dan dibawa ke masjid,” katanya.

Rohim, 20, salah satu koordinator remaja RT 03, RW 01, Dusun Glondong mengaku hampir setiap malam ia bersama dengan belasan remaja lainnya lembur mengerjakan jodang replika masjid. ”Kami belajar secara otodidak dari orang tua kami. Karena sudah terbiasa dan dikerjakan setiap tahun, akhirnya kami sudah bisa sendiri,” katanya.

Sudah sejak lima tahun terakhir, dia bersama belasan remaja yang seusianya aktif mengerjakan jodang replika masjid sendiri. Ide pembuatan replika masjid murni dari pikiran masing-masing remaja. ”Kami mengerjakan tanpa gambar dan pola. Jadi rencana bentuk bangunan replika masjid sudah di luar kepala kami masing-masing,” jelasnya.

Dalam mengerjakan replika masjid dibutuhkan kejelian, ketelitian, kesabaran, kerja keras, dan kerja ikhlas. Agar tidak mudah rusak, selama mengerjakan juga dibutuhkan halaman yang teduh dan cukup luas. Hal itu untuk menghindari tetesan air hujan, paparan sinar matahari langsung, serta serangan hewan seperti kucing dan ayam.

”Bahannya mudah rusak, kalau sampai di tempat yang tidak steril bisa rusak sebelum jadi,” bebernya.

Untuk membuat jodang replika masjid ukuran 4,70 meter kali 3,40 meter tersebut dibutuhkan sedikitnya 70 lembar styrofoam. Masing-masing styrofoam berukuran tebal dua centimeter sebanyak 60 lembar, dan ukuran tebal satu centimeter sebanyak 10 lembar.

Selama pembuatan, dia dan tim tidak tertutup mengenai model bentuk replika masjid. Sebab,  setiap kali lomba, tak jarang tim dari RT lainnya meniru bentuk masjid kreasi timnya. ”Kami hanya merahasiakan warna cat, mengenai bentuk kami buka bebas,” jelasnya.

Total biaya yang dikeluarkan untuk membuat satu buah jodang tersebut mencapai Rp 5 juta. Uang tersebut berasal dari tarikan yang dikoordinasi oleh masing-masing RT. Sementara khusus untuk tenaga pembuatan gratis. Para remaja hanya menerima bantuan makanan dan minuman seperti kue dan kopi.

Mahalnya pembiayaan membuat jodang tersebut tidak sebanding dengan hadiah lomba. Betapa tidak, sebagai juara umum hadiahnya hanya Rp 500 ribu. Meski begitu, dia dan timnya tidak memburu hadiah. Baginya hadiah adalah hasil kerja keras. Yang terpenting adalah memeriahkan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Selama dua bulan membuat kerajinan jodang replika masjid itu, justru makin mempererat kekompakan dan kebersamaan antarremaja di dalam satu lingkungan RT. Tak jarang karena kekompakannya itu, dia dan timnya diundang untuk membuat kerajinan replika masjid di desa dan kecamatan lain. ”Kadang replika masjid yang kami buat ini juga disewa untuk kegiatan yang sama di desa dan kecamatan di Banyuwangi,” terang pemuda 20 tahun itu.

Ongkos sewanya juga tak sembarangan. Sekali antar dan pakai, biaya sewa jodang replika masjid itu berkisar Rp 2 juta. Besarnya biaya itu tergantung jarak. Jika semakin jauh, maka ongkos sewanya juga akan bertambah mahal.

”Kalau ada yang sewa kami masih bisa balik modal. Tapi kalau tidak ada yang sewa terpaksa kami rusak kembali. Hanya beberapa bagian saja yang masih kami simpan untuk kami pergunakan tahun depan,” tandasnya.