MUNCAR – Para nelayan Muncar kembali direpotkan untuk melaut. Mereka tidak bisa bekerja sebelum mendapatkan izin berlayar dari Syahbandar. Padahal, untuk mendapatkan izin itu harus membeli life jacket dengan harga yang di anggap cukup mahal.
Salah satu nelayan, Kasim, 50, asal Desa Tembokrejo, Kecamatan Muncar, mengaku izin berlayar miliknya oleh Unit Syahbandar Muncar tidak dikeluarkan sebelum membeli life jacket. “Membeli pelampung (life jacket) ya di kantor Syahbandar,” katanya.
Bagi nelayan, terang dia, surat izin berlayar dari Syahbandar itu sangat penting. Tanpa ada surat itu, maka para nelayan bisa terkena razia. “Saya baru dapat surat berlayar setelah membeli pelampung (life jaket),” ungkapnya. Kasim menyebut life jacket yang dijual di koperasi Unit Syahbandar Muncar itu harganya Rp 80 ribu per unit. Untuk kebutuhan nelayan, dia membeli 22 buah.
“Saya terpaksa jual pepaya di kebun untuk membeli life jacket, padahal ikan masih sepi,” kata pria yang memiliki sembilan kapal tersebut. Kepala Unit Syahbandar Muncar, Umu Farida, menjelaskan setiap nelayan yang akan melaut wajib memenuhi alat keselamatan berupa life jacket. Bila tidak, tidak akan bisa mendapatkan surat izin berlayar.
“Nelayan harus punya alat keselamatan,” cetusnya. Farida menyebut, dalam Undang- undang (UU) nomor 17 tahun 2008, tentang Pelayaran, dan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 7 tahun 2000 tentang Kelautan, sudah jelas diatur siapa saja yang akan berlayar harus ada kesesuaian antara jumlah penumpang dan kapasitas kapal. Kemudian, sebelum berlayar harus ada alat keselamatan untuk berlayar.
“Makanya, selama nelayan tidak memiliki life jacket, maka tidak akan diberi surat izin berlayar,” tegasnya. Menanggapi keluhan sebagian nelayan, Farida menegaskan Syahbandar Muncar tidak berjualan alat keselamatan berupa life jacket atau yang lain. Alat-alar itu milik koperasi yang dititipkan di Syahbandar Muncar untuk siapa saja yang membutuhkan secara cepat.
“Syahbandar tidak berjualan, life jaket, itu milik koperasi Banyu- wangi yang dititipkan. Alat keselamatan ini boleh dibeli dan boleh tidak. Ini dititipkan di Muncar agar nelayan yang butuh cepat bisa mudah mendapatkan,” cetusnya. Kewajiban nelayan bukan pada soal membeli atau tidak life jacket kepada Syahbandar, tetapi kewajiban nelayan itu memiliki life jacket sebelum berlayar.
“Mau beli (live jaket) di mana saja bisa, yang harus dipahami nelayan bukan wajib membeli di koperasinya, tetapi wajib melengkapi alat keselamatan sebelum melaut,” katanya. Nelayan yang akan berlayar ke mana saja, terang dia, tidak akan diberi izin berlayar sebelum memiliki alat keselamatan.
“Siapa saja yang mau izin berlayar tidak akan diizinkan sebelum mereka memiliki alat keselamatan,” tegasnya. Farida juga menyampaikan soal pengurusan dokumen yang disebut nelayan lama. Menurutnya, ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi nelayan hingga pengurusan menjadi lama.
“Kita terus melakukan sosialisasi tentang tata cara pengurusan dokumen kapal, kalau nelayan tidak paham pasti akan lama,” ungkapnya. Izin dokumen kapal mulai dari pengajuan sampai selesai, jelas dia, akan jadi rumit bagi yang kurang mengerti. Misalnya, terang dia, tentang ukuran kapal dan lainnya.
“Apa yang dilakukan Syah bandar sesuai dengan Peraturan Menteri nomor 8 tahun 2013, apa saja yang menjadi tahapan ada di sana,” ungkapnya. Pengajuan dokumen kapal yang lama, sebut dia, itu karena persyaratannya yang kurang. Bagi nelayan yang akan mengurus, Syahbandar siap mmebantu.
“Petugas tidak boleh mendaftarkan, karena harus pemilik kapal yang mendaftar sendiri, jadi kita hanya bisa membantu dan sosialisasi,” katanya. (radar)