Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Budaya  

Nginang Sambil Beradu Pantun

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

nginangGLAGAH – Apa jadinya jika puluhan perempuan yang seluruhnya telah berusia minimal 50 tahun, saling unjuk kebolehan nginang (mengunyah sirih, Red) dan nyisig (mengulum tembakau) di atas pentas? Fenomena unik, itu tersaji di Festival Kemiren yang digelar di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Banyuwangi kemarin (6/10). Menariknya lagi, ketika perform di atas pentas, setiap dua peserta yang maju berpasangan juga saling melontarkan wangsalan (pantun berbahasa Using).

Bahkan, untuk mendukung penampilan, sebagian peserta lomba unik, itu juga menari dan bernyanyi di hadapan penonton. Tak ayal, penonton pun langsung ger-geran saat ketika nenek-nenek yang usianya telah mencapai setengah abad lebih, itu menari dan bernyanyi Lomba nginang dan nyisig kali ini digelar dengan tujuan melestarikan tradisi warga sekitar. Sebab, saat ini kalangan perempuan muda desa adat Banyuwangi, itu mulai meninggalkan tradisi nginang yang diwariskan secara turun temurun oleh leluhur.

Padahal, nginang diyakini memberikan dampak positif bagi kesehatan gigi dan mulut. Mulai ditinggalkannya tradisi nginang oleh generasi muda Desa Kemiren, khususnya kalangan perempuan, dibenarkan Mastuki. Pria yang juga panitia Festival Kemiren itu mengatakan, jika dahulu nginang merupakan kebanggaan para perempuan Desa Kemiren, generasi muda saat ini justru menganggap nginang adalah kebiasaan kuno dan ketinggalan zaman. “Tujuan lomba nginang ini digelar adalah untuk melestarikan tradisi.

Selanjutnya, diharapkan perempuan Desa Kemiren yang telah berusia 17 tahun ke atas ikut tergerak melestarikan tradisi tersebut,” ujarnya. Sementara itu, seorang peserta, Mahani, 60, mengaku telah melakukan kebiasaan nginang sejak baru menikah. Dia menikah saat usianya belasan tahun. “Sejak nginang sejak baru menikah, kalau tidak nginang, perut saya sakit mual-mual,” kata dia. Mahani mengaku memperoleh manfaat positif dari kebiasaan nginang tersebut.

Lantaran terbiasa mengunyah sirih yang dicampur pinang, gambir, dan kapur, dia tidak pernah mengalami sakit gigi. “Gigi saya jadi kuat. Lihat saja, sampai tua seperti ini, gigi saya tidak ada yang copot,” cetusnya seraya menunjukkan gigi-giginya. Seorang peserta yang lain, Lipatin, 70, mengatakan, setiap kali usai nginang, dia langsung nyisig. Sebab jika tidak, giginya bisa kotor akibat banyaknya sisa kinangan yang menempel di gigi. “Dengan nginang, gigi jadi kuat. Nginang juga bisa mencegah bau mulut,” pungkasnya. (radar)

Kata kunci yang digunakan :