Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Nyopir Kereta Kelinci untuk Bantu Biaya Kuliah

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

nyopirPendidikan tinggi hanya dapat dijangkau oleh mereka yang berasal dari kalangan berada. Anggapan tersebut dimentahkan oleh Maxi Darsito, 21. Dengan modal semangat dan kerja keras, dia berhasil menuntaskan studi di Poliwangi. Apa Rahasianya? WARGA Banyuwangi, khususnya mereka yang memiliki anak usia bawah lima tahun (balita) mungkin akan terperanjat melihat foto di samping. Ya, pemuda yang mengenakan toga tersebut adalah sopir kereta kelinci yang kerap berseliweran di jalanan Banyuwangi dan sekitarnya.

Anda mungkin tidak membayangkan bahwa kereta kelinci yang kerap ditunggangi putra atau putri Anda, itu selama ini disopiri seorang mahasiswa. Tetapi itulah kenyataannya. Dengan penuh semangat, pemuda bernama Maxi Darsito, melakukan pekerjaan yang jarang dilakoni pemuda seusianya. Pemuda yang karib disapa Imax ini memang terlahir dari keluarga sederhana pada 14 April 1991 yang lalu. Slamet Siswanto, 50, ayahnya hanya bekerja di sebuah pabrik pengalengan ikan di Lingkungan Sukowidi, Kelurahan Klatak, Kecamatan Kalipuro.

Sedangkan sang ibu bekerja sebagai pemasok nasi bungkus di beberapa warung di Banyuwangi. Hebatnya, sulung dua bersaudara yang tinggal di Lingkungan Stendo, RT 2/RW II, Kelurahan Tukangkayu, Kecamatan Banyuwangi, ini tidak hanya puas dengan ijazah pendidikan menengah yang dimiliki. Dengan tekad bulat, dia memberanikan diri menempuh pendidikan tinggi. “Saya harus bekerja keras agar punya penghasilan sendiri. Penghasilan itu saya gunakan untuk menambah biaya kuliah,” ujar Maxi kepada Jawa Pos Radar Banyuwangi.

Laki-laki yang hobi bermain futsal ini mengatakan, di sela-sela kesibukan sebagai seorang mahasiswa, dia harus membantu ibunya mengirimkan nasi bungkus ke warung-warung langganannya. Tidak hanya itu, Imax juga bekerja sendiri sebagai sopir kereta kelinci. Setiap pukul 15.00 sampai 19.00, dia berkeliling dari satu tempat ke tempat lain untuk mencari “penumpang”. Senin dan Jumat dia menyatroni Perumahan/Kelurahan Kebalenan dan Kelurahan Bakungan.

Pada hari Selasa, giliran mencari penumpang di Lingkungan Singomayan, Kelurahan Singonegaran. Untuk jadwal hari Rabu, Maxi membawa kereta kelinci tersebut ke wilayah Kelurahan Singotrunan. Di hari Kamis, dia mencari penumpang yang kebanyakan berasal dari kalangan anak-anak di wilayah Kelurahan Lateng dan Kampung Arab. Sedangkan Sabtu dia membawa kereta kelinci tersebut untuk mencari penumpang di Kelurahan Penataban, Kecamatan Giri. “Minggu pagi saya mencari penumpang di kawasan Pantai Boom.

Sore sampai malam, saya mencari penumpang di Penataban,” paparnya. Maxi menuturkan, kereta kelinci yang dikemudikan itu milik seseorang warga Kelurahan Panganjuran. Saat bekerja, dia dibantu seorang rekannya yang berperan sebagai kernet. “Kalau jadwal kuliah saya sampai sore, teman saya yang lebih dulu menyopiri kereta kelinci itu. Saya menyusul,” tuturnya. Maxi mengungkapkan, target penghasilan dari pemilik kereta kelinci, itu mencapai Rp 150 ribu per hari. Namun demikian, tidak jarang penghasilan yang didapat hanya sebesar Rp 120 ribu sampai Rp 130 ribu per hari. “Kalau memang sepi penumpang, ya mau bagaimana lagi.

Tetapi saya sudah membuat perjanjian, kalau pendapatan dalam sehari tidak sampai Rp 150 ribu, tidak didenda,” terangnya. Akhir pekan dan hari besar keagamaan merupakan masa panen bagi Maxi. Bagaimana tidak, di akhir pekan, bisanya pendapatan kereta kelinci dalam mencapai Rp 200 ribu sampai Rp 300 ribu sehari. Pada hari-hari besar, seperti Idul Fitri, dan hari-hari besar yang lain, pendapatan bisa mencapai Rp 500 ribu per hari. Maxi menjelaskan, kalau pendapatan yang dia peroleh di bawah target Rp 150 ribu dalam sehari, dia dan temannya akan mendapat bonus sebesar sepuluh persen dari kelebihan target tersebut.

Namun jika pendapatan dalam sehari kurang sari Rp 150 ribu, dia dan temannya hanya mendapat uang makan masing-masing sebesar Rp 10 ribu per hari. “Bonus sebesar sepuluh persen itu biasanya saya ambil dua kali dalam sebulan. Meski tidak seberapa, tetapi lumayan untuk menambah biaya kuliah,” kata remaja yang diwisuda Sabtu lalu itu (9/2). Hebatnya lagi, selain untuk tambahan biaya kuliahnya sendiri, Maxi masih mampu menyisihkan penghasilannya untuk membantu tambahan biaya sekolah adiknya yang saat ini masih duduk di bangku kelas IX SMP. “Sebagian penghasilan jadi sopir kereta kelinci juga saya berikan pada orang tua,” paparnya.

Maxi yang berhasil meraih Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,05 pada jurusan Teknik Informatika Poliwangi itu mengaku, rekanrekan kuliahnya tak pernah menjadikan pekerjaan dia sebagai sopir kereta kelinci sebagai bahan tertawaan. Namun begitu, tidak jarang teman kuliah yang berpapasan dengan dirinya saat sedang mengendarai kereta kelinci tertawa. “Tidak perlu malu. Yang penting pekerjaan itu halal dan bisa untuk menambah biaya kuliah. Daripada malu, terus bermalas-malasan di rumah, kan eman masa muda kita,” cetusnya.

Maxi menambahkan, langkah terdekat yang akan segera dia lakukan setelah wisuda adalah mencari pekerjaan yang sesuai dengan ilmu dan keterampilan yang dia peroleh selama tiga tahun menempuh pendidikan program studi di Poliwangi. Kalau tidak dapat pekerjaan? Maxi berangan-angan memiliki usaha yang bergerak di bidang kuliner. “Mungkin tahap awal saya akan membuka warung lesehan. Kalau sudah punya modal, warung lesehan itu bisa dikembangkan menjadi rumah makan atau restoran,” pungkasnya. (radar)

Kata kunci yang digunakan :