Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Overload Sampah Mengintai TPSA Bulusan

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

nguruk

Puluhan Pemulung Bingung Lapangan Pekerjaan Baru

TUMPUKAN sampah tampak menggunung di TPSA Bulusan siang kemarin (7/4). Saking tinggi dan luasnya tumpukan sampah tersebut, belasan orang yang kala itu tengah memungut dan memilah sampah tampak seperti semut yang mengerubuti sesendok gula pasir.

Bau? Iya ada. Namanya juga sampah. Tapi tidak begitu menyengat. Daerah yang terimbas bau itu pun tidak luas, ya hanya di sekitar tumpukan sampah itu. Jumlah sampah yang bau juga tidak banyak, hanya sampah yang baru datang saja yang bau.

Sampah yang baru diturunkan dari truk. Sampah yang lama tidak menimbulkan bau karena sudah diuruk tanah. Infomasi yang digali jawa Pos Radar Banyuwangi, sampah di TPSA Bulusan setiap ketinggian tertentu memang diuruk tanah. Singkat cerita, sebanyak 16 orang sibuk mengorek-ngorek sampah yang baru diturunkan dari truk siang hari itu.

Empat laki-laki dan 12 perempuan tersebut rupanya memang sebagai pemulung sampah di satu-satunya TPSA di kabupaten berjuluk Sun rise of java ini. Setelah didekati, ternyata sampah yang mereka ambil bukan hanya sampah plastik Sampah sisa sayuran dan buah-buahan pun mereka pungut.

Tak heran, rata-rata setiap pemulung membawa tiga karung. Satu karung khusus sampah tas kresek, satu karung untuk sampah plastik, dan satu karung untuk sisa sayuran atau buah-buahan. Bukan itu saja, rata-rata mereka juga membawa satu kresek bersih dari rumah.

Kresek itu digunakan untuk wadah bumbu, sayur, atau buah yang kondisinya masih bagus. Selanjutnya, bumbu, sayur, atau buah, itu mereka bersihkan dan dikonsumsi. Wartawan koran ini sempat melihat tiga orang yang tengah mencari sisa bawang putih di tengah tumpukan kulit bawang yang baru dikeluarkan dari karung.

Satu orang yang lain tampak semringah ketika mendapati satu plastik buncis yang kondisinya masih bagus. “Buncis ini masih bagus. Nanti tinggal dicuci sampai bersih. Bukankah kalau beli di pasar juga harus dicuci. Toh buncis ini tidak busuk, juga tidak kedaluarsa,” ujar salah satu pemulung.

Samami, 35, salah satu pemulung, mengatakan dirinya mencari ringsokan di TPSA Bulusan sejak lima tahun lalu. Dalam sehari rata-rata dia mampu mengumpulkan lima kilogram (Kg) sampah tas kresek dan 1 Kg sampah plastik.

“Kalau dijual kira-kira senilai Rp 15 ribu,” ujarnya. Selain mencari sampah plastik, Samami juga mencari sampah sisa sayuran. Sisa sayur yang kebanyakan berasal dari limbah rumah tangga tersebut dia manfaatkan untuk pakan ternak sapi.

“Ya, hasilnya lumayan daripada nganggur di rumah,” kata perempuan asal lingkungan Krajan, Kelurahan Bulusan, Kecamatan Kalipuro tersebut. Senada dengan Samami, seorang pemulung yang lain, Masiati, 53, menuturkan, meski tidak besar, penghasilan dari memungut sampah tersebut dia anggap lumayan.

Apalagi, dengan memiliki pekerjaan, meskipun sebagai pencari plastik bekas, dia masih bisa mencari utangan jika sewaktu-waktu punya kebutuhan mendesak Masiati lantas membandingkan, seseorang cenderung lebih mudah memberi pinjaman kepada orang yang punya pekerjaan dibandingkan kepada pengangguran.

“Kalau kita punya pekerjaan, bisa ngebon (utang) walau sedikit. Kalau kita tidak bekerja, siapa yang mau memberi pinjaman,” tutur perempuan yang mengaku telah bekerja memungut sampah di TPSA Bulusan sejak sekitar 20 tahun lalu itu.

Menurut Masiati, sejak TPSA Bulusan berdiri sekitar 35 tahun silam, masyarakat sekitar tidak pernah dilanda wabah atau penyakit macam-macam. Maksudnya adalah nihil kasus serangan penyakit yang diakibatkan keberadaan TPSA itu.

“Ada warga yang sakit, tapi sakit biasa. Bukan sakit karena adanya TPSA ini,” kata dia. Justru, imbuh Masiati, dengan berdirinya TPSA di kelurahan Bulusan, dirinya dan sekitar 60 warga sekitar mendapat lapangan pekerjaan menjadi pengumpul sampah.

“Warga sini (Bulusan) yang bekerja menjadi pemulung di TPSA ini memang sekitar 60 orang,” jelasnya. Masih kata Masiati, saat ini dirinya bingung mencari pekerjaan yang baru. Sebab dia tahu TPSA tempatnya bekerja itu sudah nyaris dipenuhi sampah. “Kalau TPSAnya dipindah ke tempat lain, saya harus cari pekerjaan yang baru. Cari pekerjaan kan tidak gampang,” pungkasnya. (radar)