PESANGGARAN – Pantai Wedi Ireng yang berada di tengah hutan milik Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Perhutani Banyuwangi Selatan, wilayah Dusun Pancer, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, kini jadi rebutan.
Warga yang selama ini mengelola tempat wisata itu memprotes pihak Perhutani selaku pemilik lahan. Protes warga itu disampaikan dengan memasang sejumlah spanduk dan poster di sejumlah tempat di Dusun Pancer, Desa Sumberagung.
“Kami keberatan Perhutani mengambil alih Pantai Wedi Ireng,” cetus Didit Siswantoro, 38, salah satu tokoh pemuda Dusun Pancer. Menurut Didit, selama ini pengelolaan Pantai Wedi Ireng dilakukan warga melalui kelompok masyarakat (pokmas). Saat ini Perhutani akan mengambil alih semua.
“Kami minta bagi hasil, Perhutani tidak mau,” katanya. Didit mengaku telah menawarkan hasil pengelolaan dengan perbandingan 30:70. Artinya, 30 persen untuk pokmas dan 70 persen untuk Perhutani. Tetapi, tawaran itu tidak dihiraukan.
“Mereka tidak mau tahu,” cetusnya. Yang lebih menjengkelkan, lanjut dia, ada upaya intimidasi kepada pokmas dengan dalih telah melakukan perusakan hutan. “Ada intimidasi, katanya pokmas telah melakukan perusakan hutan dan lain-lain,” ungkapnya.
Padahal selama ini, lanjut dia, warga Pancer yang mengelola tempat wisata Pantai Wedi Ireng itu sudah memahami batas-batas kawasan yang ada di laut maupun di hutan. “Kita itu tahu, ada wilayah sempadan pantai dan konservasi,” ujarnya.
Hingga saat ini, lanjut dia, pengembangan Pantai Wedi Ireng di upayakan tidak sampai masuk ke hutan. Tapi, hanya memanfaatkan garis pantai saja dengan tujuan tidak melanggar batas-batas yang telah ditentukan. “Tidak sampai merembet ke hutan,” terangnya.
Sayangnya, wartawan Jawa Pos Radar Genteng masih belum berhasil konfirmasi ke Perhutani KPH Banyuwangi Selatan. Kepala BKPH Sukomade, KPH Banyuwangi Selatan, Widodo, saat dihubungi melalui telepon seluler (ponsel) tidak ada jawaban.
Sementara itu, PLT Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Banyuwangi, M. Yanuarto Bramuda, mengaku sudah memantau gejolak yang muncul di Pantai Wedi Ireng. Selain itu, Disbudpar juga mengaku sudah mengambil beberapa langkah.
Bramuda meminta masyarakat tidak memperkeruh keadaan dengan memutar balik fakta di lapangan. Yang perlu dipahami, kata Bramuda, tempat wisata Pantai Wedi Ireng itu masuk area Perhutani. “Kita sudah ambil langkah, jangan dibalik-balik pernyataannya,” katanya.
Dalam waktu dekat, Disbudpar akan mempertemukan dan menandatangani MoU antara Perhutani dan warga sekitar. Selama ini, wisatawan selalu menyalahkan Pemkab Banyuwangi saat terjadi komplain terkait Pantai Wedi Ireng. Padahal, pihak pemerintah belum memiliki kuasa apa pun mengenai objek wisata itu.
“Dalam waktu dekat kita akan mengambil langkah seperti Pulau Merah” jelasnya. Bram menambahkan, intervensi pihak Perhutani didasarkan pada pembukaan jalur menuju objek wisata Pantai Wedi Ireng melalui jalur darat dengan melewati hutan. Hal itu dianggap akan berpotensi merusak hutan.
“Perhutani merasa pembuatan jalan itu merusak lingkungan,” kata Bramuda. Pantai Wedi Ireng itu, kata Bramuda, sebenarnya kawasan konservasi yang harus dijaga kelestariannya, termasuk dengan meniadakan penjual di lokasi wisata itu. “Konsep konservasi yang kita jalankan,” cetusnya.
Gagasan yang berimbang mengenai optimalisasi di Pantai Wedi Ireng, yaitu dengan menggunakan sarana laut menuju tempat wisata itu, bisa mengurangi kerusakan di hutan. “Jalur laut itu yang kita pilih, bisa menghidupi nelayan,” ungkapnya. (radar)