Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

PDRB Meroket dari Rp 6 Juta Menjadi Rp 18 Juta

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Hari Minggu kemarin (21/10), duet pasangan Bupati Abdullah Azwar Anas dan Wakil Bupati Yusuf Widyatmoko genap dua tahun memimpin Banyuwangi. Dalam waktu dua tahun ini, sejumlah prestasi berhasil dilampaui. Apa saja capaian prestasi itu?

TAHUN 2012 ini tampaknya menjadi tahun terbaik dalam sejarah perekonomian Banyuwangi. Kinerja makro ekonomi Banyuwangi dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir terus mengalami trend peningkatan. Pada tahun 2011- 2012 menjadi tahun pertumbuhan ekonomi yang sangat atraktif.

Dalam rentang waktu 2003 hingga 2010 ekonomi Banyuwangi hanya tumbuh pada kisaran empat hingga enam persen saja. Namun yang terjadi pada tahun 2011 pertumbuhan ekonomi meroket menjadi 7,02 persen dan hingga triwulan empat tahun 2012 pertumbuhan terus melejit pada angka 7,15. (lengkapnya lihat grafi s, Red).

Pada tahun 2003 hingga 2012, pertumbuhan ekonomi Banyuwangi meningkat stabil dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur yang cenderung fluktuatif. Fundamental ekonomi Banyuwangi juga relatif kuat dibanding Jawa Timur. Terbukti di tengah krisis yang terjadi tahun 2008-2009 akibat subprime mortage di AS, Ekonomi Indonesia tertekan pada posisi 4,55 persen yang kemudian berimbas menekan ekonomi Jawa Timur menjadi 5,01 persen.

Pada kondisi yang cukup sulit tersebut, ekonomi Banyuwangi masih tumbuh sekitar enam persen. Dengan kondisi itu, diprediksikan pertumbuhan ekonomi Banyuwangi masih akan terus meningkat  dan ketika momentum pertumbuhan inibisa dijaga maka pada tahun 2013 ekonomi Banyuwangi dapat tumbuh 7,2 persen atau bahkan lebih.

Guncangan ekonomi global dan nasional relatif tidak mempengaruhi gerakan ekonomi Banyuwangi. Dukungan sektor riel yang kuat menjadi modal penting geraknya ekonomi di Kota Gandrung selama ini. Basis pertumbuhan ini diprediksi akan terus menguat sehingga menjadikan perekonomian Banyuwangi lebih atraktif lagi pada tahun-tahun mendatang. Stabilitas pertumbuhan ekonomi umumnya juga tidak lepas dari tantangan berat tingginya laju inflasi.

Inflasi yang digambarkan sebagai suatu keadaan di mana harga barang-barang meningkat dalam kurun waktu tertentu secara terus-menerus. Tekanan infl asi ini pernah menggerus ekonomi Banyuwangi pada tahun 2005-2006. Saat itu, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) hanya sebesar Rp 14 Triliun dengan laju di atas 14 persen (hiperinflasi), harga-harga melambung tinggi. Pada saat pendapatan sedikit, harga-harga meningkat sehingga daya beli masyarakat menjadi sangat rendah.

Pada tahun 2012, kondisi itu telah terlewati. PDRB Banyuwangi telah mencapai Rp 28,3 Triliun dengan laju infl asi hanya kisaran 4,9 persen hingga 5,3 persen. Ekonomi Banyuwangi telah tumbuh dua kali lipat, dan harga-harga barang stabil dan terkendali sehingga daya beli masyarakat juga meningkat.

Dengan inflasi pada kisaran 4,9 persen hingga 5,3 persen, memberi pengaruh yang positif dalam mendorong perekonomian menjadi lebih baik. Masyarakat lebih bergairah untuk bekerja, melaksanakan diversifi kasi usaha, dan melakukan investasi yang dampaknya meningkatkan pendapatan masyarakat dan daerah.

Sebaliknya, jika terjadi hiperinflasi di atas 10 persen akan menyebabkan gangguan stabilitas ekonomi dan para pelaku ekonomi enggan untuk melakukan aktivitas dalam perekonomian karena menurunnya daya beli masyarakat sebagai akibat harga-harga meningkat. Indeks daya beli yang ditunjukkan dari pengeluaran riel per kapita juga menunjukkan peningkatan yang cukup signifi kan dalam dua tahun terakhir.

Pada tahun sebelumnya hingga tahun 2010, pengeluaran riil per kapita pada kisaran Rp 620 ribu, dan pada tahun 2011 meningkat menjadi Rp 632 ribu dan meningkat lagi menjadi Rp 635 ribu lebih pada tahun 2012. Pengeluaran riil yang meningkat disebabkan pendapatan rakyat yang meningkat. Pendapatan masyarakat itu ditunjukkan dari PDRB per kapita juga terjadi peningkatan.

PDRB per kapita dalam beberapa tahun terakhir hanya dalam kisaran Rp 5 Juta hingga Rp 6 Juta per kapita per tahun. Pada tahun 2011 meningkat cukup signifi kan menjadi Rp 16,8 juta per kapita per tahun dan pada tahun 2012 naik menjadi Rp 18,1 juta per kapita per tahun. Meskipun ekonomi Banyuwangi telah bergerak dan tumbuh cukup pesat, namun beban dan tantangan masih cukup tinggi.

Pertumbuhan ekonomi Banyuwangi juga telah memberi dampak menurunnya angka kemiskinan. Pada tahun 201, sekitar 12,25 persen penduduk berada di bawah angka kemiskinan Provinsi Jawa Timur (15,2 persen) dan angka kemiskinan nasional (13,3 persen). Pertumbuhan ekonomi telah mendorong peningkatan pendapatan penduduk miskin, namun peningkatan pendapatan mereka masih di bawah laju peningkatan pendapatan kelompok masyarakat menengah ke atas.

Fakta ini menunjukkan bahwa masih ada disparitas pendapatan masyarakat. Untuk itu, menjadi kewajiban pemerintah daerah dan semua stakeholder pembangunan (khususnya kelompok masyarakat menengah ke atas) untuk memberi atensi dan keberpihakan kepada kelompok menengah ke bawah, kepada Mbok Nah, Mbok Yem, Mbok Tun. Jika tidak, maka mereka akan semakin tertinggal di tengah laju pertumbuhan ekonomi Banyuwangi yang semakin atraktif.

Sudah menjadi komitmen dan kewajiban Pemkab Banyuwangi untuk mengentaskan strata mereka dari yang sangat miskin menjadi hampir miskin, dan yang hampir miskin menjadi terentaskan. “Jika belum dapat meningkatkan pendapatan mereka, pemerintah daerah tidak akan membebani pengeluaran-pengeluaran yang menjadi hak dasar mereka terutama layanan pendidikan dan kesehatan,” jelas Bupati Anas. (a.f. ichsan rasyid/bersambung)