BANYUWANGI – Tren back to nature yang digandrungi masyarakat global ditangkap dengan baik para pelaku-pelaku usaha batik di Banyuwangi. Demi meraup prospek yang sangat cerah tersebut, para perajin batik kini mulai intens memanfaatkan pewarna alam untuk diaplikasikan pada batik karya mereka.
Beragam jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alam mudah didapat di Banyuwangi. Beberapa bahan pewarna alam yang cukup mudah didapat antara lain daun krangkong (sejenis kangkung), dan daun lamtoro. Ada juga daun mangga, daun jati, kulit kopi, daun ketepeng, putri malu, dan kumis kucing.
Untuk semakin memperkaya penggunaan pewarna alam dan memperbanyak kreasi motif batik, Pemkab Banyuwangi bersama Kementerian Perindustrian (Kemenperin) RI menggeber bimbingan teknis bagi para perajin batik.
Desainer kenamaan, Merdi Sihombing, dilibatkan untuk melatih para perajin batik yang didominasi pelaku industri kecil dan menengah (IKM) tersebut. Bupati Abdullah Azwar Anas pun menyempatkan diri mengunjungi lokasi bimtek, yakni di Sanggar Batik Sekar Bakung, Kecamatan Glagah, kemarin (24/8).
Dikatakan, pelatihan yang memadukan desainer nasional dan para perajin lokal itu dilakukan secara berkala dalam rangkaian menuju Banyuwangi Batik Festival (BBF) dan Swarna Fest yang digelar 9 Oktober mendatang. BBF adalah agenda tahunan Banyuwangi untuk mendorong geliat industri batik. Swarna Fest adalah ajang kreasi industri tekstil berpewarna alam yang digagas Kementerian Perindustrian.
“Kami terus mendorong kinerja para perajin batik. Dampak ekonominya langsung ke UMKM dan perajin. Misalnya, makin banyak wisatawan yang bawa pulang oleh-oleh batik,” ujar Anas. Dia mengatakan, dengan batik pewarna alam, para perajin bisa lebih untung karena harga batik berpewarna alam bisa lebih tinggi lantaran diminati segmen tertentu.
“Dengan konten pema saran bahwa batik ini memakai pewarna alam, harganya bisa lebih bagus. Ada pasar khusus yang berminat dengan produk seperti itu, sekaligus juga memotong mata rantai distribusi kain, pewarna kimia, dan pewarna alam yang sebelumnya mereka beli dari daerah lain,” kata dia.
Perajin batik Banyuwangi dari Sanggar Sekar Bakung, Sri Sukartini Gatot, mengatakan pihaknya sangat antusias memakai pewarna alam. Setelah dilatih intensif, dia dan rekan-rekan sesama perajin mengetahui lebih banyak tentang pewarna alam.
“Saya sebelumnya sudah biasa memproduksi batik dengan pewarna alam. Hanya saja selama ini yang saya pakai bahannya masih terbatas, sehingga warna yang dihasilkan kurang beragam. Setelah diajari Bang Merdi, saya tahu ternyata warna alam pun sangat banyak. Bahkan, bisa didapatkan dari daun-daun di sekitar kita,” cetusnya.
Sementara itu, Merdi Sihombing mengapresiasi geliat UMKM batik di Banyuwangi. Dia menilai, batik Banyuwangi punya potensi besar untuk dikembangkan. Apalagi, secara bertahap pasar mulai terbentuk dengan kehadiran para wisatawan.
“Asal telaten, lalu ada sentuhan marketing, ini akan sangat bagus. Sistem kerjanya perlu dibangun. Dengan pewarna alam pasarnya sangat tinggi. Di sini saya mendorong kreativitas, bagaimana membentuk komposisi dan pewarnaan. Potensinya luar biasa,” kata dia.
Sebelumnya, Kepala Seksi (Kasi) Sumber Daya Industri dan Sarana Prasarana Industri Direktorat Industri Kecil Menengah (IKM) Kemenperin, Eripson Mangasi, mengatakan tren back to nature tengah merebak di negara-negara Eropa dan berbagai belahan dunia.
“Bahkan, di Eropa penggunaan zat pewarna sangat ketat,” ucapnya. Dengan memanfaatkan pewarna alam, imbuh Eripson, selain akan lebih ramah lingkungan, batik Banyuwangi juga akan lebih diminati di kancah internasional.(radar)