Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Perbedaan Awal Ramadan, Perlukah Dirisaukan?

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

TERKAIT awal Ramadan 1433 Hijriah sudah dapat dipastikan akan terjadi perbedaan. Muhammadiyah jauh-jauh hari telah menentukan akan berpuasa Ra-madan mulai Jumat 20 Juli 2012. Nah, Pemerintah pada tanggal 19 Juli baru mengadakan sidang Isbat yang berarti masih belum dapat memastikan tanggal 20 Juli sebagai awal Ramadan.

Berdasar hasil perhitungan hisab, keting-gian hilalpada tanggal 20 Juli kurang dari 2 derajat di bawah ufuk yang berarti masih di bawah imkanur rukyahyang disepakati hampir semua ormas Islam yang bernaung di bawah badan Hisab Rukyat Departemen Agama RI. Muhammadiyah bersikukuh sekalipun belum bisa di-rukyah, tapi pada hakikatnya hilalsudah muncul.

Artinya, pergantian bulan sudah terjadi. Mengapa berbeda? Beberapa hal berikut, antara lain sebagai pemicu perbedaan. Sistem Hisab dan Rukyat Dua sistem ini menjadi penyebab utama. Aliran yang menggunakan ilmu hisab murni, seperti Muhammadiyah. Aliran yang menggunakan ilmu rukyat adalah pemerintah, NU, dan hampir sebagian besar ormas Islam.

Keduanya memang sama-sama menggunakan ilmu hisab modern. Akan tetapi, dalam tata-ran berikutnya, mereka berbeda prinsip. Bagi pemerintah cs, perhitungan hisab hanya sebagai alat, yaitu alat bantu melihat (rukyat) hilal(awal bulan). Bagi Mumammadiyah, hisab bukan digunakan sekadar melihat awal bulan, tapi lebih dari itu, yaitu menentukan pergantian bulan.

Dalam konteks Ramadan adalah untuk memastikan kapan awal Ramadan. Perbedaan Metodologi Memahami Nash Puasa adalah ibadah maghdoh. Segala sesuatu telah diatur Allah. Umat Islam wajib mengikuti apa adanya. Rasulullah juga telah menegaskan: Burpuasalah kamu karena telah melihat bulan dan berbukalah (juga) karena telah melihat bulan. Teks nashini merupakan sesuatu yang sakral.

Kedudukannya sama dengan perintah salat. Ruang ijtihad mengenai tata cara berpuasa dan salat tertutup. Dengan kalimat lain, tata cara berpuasa dan salat harus sebagaimana ajaran Rasulullah. Perbedaan cara memahami nashitulah yang akhirnya menempatkan ilmu hisab hanya sekadar alat, yaitu alat untuk melihat bulan. Dalam konteks puasa, Rasulullah memang memerintahkan rukyat.

Pasti ada rahasia dan hikmah yang terkandung dalam perintah itu. Menurut pemaha-man kelompok penganut rukyat, perintah rukyat setara dengan perintah mengapa tayamum harus menggunakan debu. Mencari mana yang lebih tepat dari dua ilmu tersebut, pasti tidak akan ada ujungnya. Sebab, setiap orang pasti mempunyai sejuta argumen.

Akan tetapi, ada sesuatu yang dapat kita garis bawahi. Apakah itu? Bahwa teks nashtentang puasa adalah terkait ijtihad. Dalam konteks ajaran Islam dalam masalah ijtihad memang dibolehkan berbeda. Tetapi, sebenarnya atas kesadaran kita dengan berbagai pertimbangan, bukan tidak mungkin dua ilmu itu disatukan. Jika tidak bisa, dalam perspektif hukum Islam juga tidak haram.

Kedudukan Negara Siapakah yang dimaksud ulil amri? Dalam wacana ilmu tafsir telah menjadi perdebatan panjang. Menurut Jumhur, yang dimaksud ulil amri adalah umaro (pemerintah), sedangkan menurut Syi’ah yang dimaksud ulil amri adalah ulama. Itulah sebabnya di negara-negara penganut Syi’ah ulama mendapat kedudukan utama dalam suatu negara, seperti di Iran.

Jadi, ada dua aliran besar mengenai siapa ulil Amri, yaitu pemerintah dan ulama. Apa-bila dalam suatu negara terdapat perbedaan pendapat mengenai satu ijtihadiyah, seperti penentuan awal Ramadan, menurut perspektif hukum Islam, maka keputusan ulil amri wajib diikuti dan perbedaan tersebut harus dianggap tidak ada.

Persoalan berikutnya adalah apakah pemerintah Indonesia seperti sekarang dapat dipan-dang sebagai ulil amri? Ternyata umat Islam Indonesia, atau sebut saja ormas Islam, berbeda pendapat. Dua organisasi besar ormas Islam, NU dan Muhammadiyah, tampaknya sama-sama tidak mengakui secara konsisten pemerintah sebagai ulil amri. Sebagai contoh, beberapa kali warga NU berbeda pendapat dengan pemerintah tentang awal hari raya.

Muhammadiyah jelas-jelas berpendapat bahwa dalam urusan agama, pemerintah bukanlah sebagai ulil amri. Ulil amribagi warga Muhammadiyah dalam urusan keagamaan adalah organisasi Muhammadiyah itu sendiri. Dalam praktik, keputusan Maje-lis Tarjih mengenai soal-soal keagamaan yang dilembagakan sebagai pendapat organisasi itulah yang harus diikuti umat. Jadi, perbedaan mengenai awal Ramadan di Indonesia bukan disebabkan siapa presidennya atau siapa menterinya. *) Hakim Pengadilan Agama Banyuwangi @ radar