Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Petani Tolak Proyek Pipa Rp 2,8 Miliar

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

SONGGON – Rencana pembangunan pipa air bersih yang akan dimanfaatkan warga Desa Sragi, Kecamatan Songgon, diprotes warga. Adalah para petani yang tinggal di Desa Sumberarum, Kecamatan Songgon, yang menolak proyek yang menelan biaya APBD senilai Rp 2,8 miliar itu. Para petani yang menolak proyek tersebut, antara lain Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sawung Bloro, Sawung Buras, Sawung Jali, Sawung Japu, Sawung Widu, dan Kelompok Tani Holtikultura (KTH) Cabe Arum.

Selain itu, Himpunan Pemakai Air Minum (Hipam) di desa tersebut juga sepakat atas penolakan tersebut. Jika proyek tersebut dilakukan, mereka menganggap lahan pertanian di desa mereka terancam gagal panen gara- gara kekurangan air. Para petani pun akan berebut air untuk mengaliri sawah masingmasing. Tentu saja, hal itu bisa memicu konflik dan bentrok fisik antarpetani. Sekadar tahu, air yang akan dialirkan dalam pipa tersebut berasal dari hulu Sungai Kumbo di lereng Gunung Raung di wilayah Desa Sumberarum.

Selama ini, air tersebut mengaliri persawahan di Desa Sumberarum, Desa Sragi, dan selebihnya mengalir ke hilir. Ketua Hipam Sumberarum, Indari, menyesalkan Pemerintah Desa (Pemdes) setempat jika proyek itu sudah ada kata deal dengan pemerintah desa. Sebab, pihaknya tidak pernah diajak bicara mengenai rencana proyek tersebut. ‘’Masalah itu tidak pernah disosialisasikan kepada kami. Kok tiba-tiba ada kabar air mau diambil begitu saja,” cetusnya.

Proyek tersebut mau tidak mau tidak boleh dilakukan. Dasarnya, demi kepentingan masyarakat yang mayoritas bekerja sebagai petani. ‘’Kalau masyarakat dirugikan, jangan sampai diteruskan. Karena itu, saya menolak,” tegas Indari dengan suara tinggi. Ketua KTH Cabe Arum, Abdurrahman Wahid, mengaku tidak habis pikir terkait kebijakan kepala desa setempat. Sebab, kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak kok tidak pernah dibicarakan dengan masyarakat. ‘’Ini urusan perut, tidak boleh seenaknya mengambil kebijakan. Saya adalah orang pertama yang menolak.” katanya. (radar)