Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Pilih Baca Soal daripada Pakai Braile

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Silvia Defi, siswi kelas 9 SMPLB Banyuwangi sedang mengerjakan soal unas.

Siswa Tuna Grahita Ikuti Ujian Nasional

BANYUWANGI – Keseriusan penyelenggaraan ujian nasional jenjang SMP ternyata juga berlaku bagi siswa berkebutuhan khusus di SMPLB Banyuwangi. Kemarin (4/5) para siswa kelas 9 yang tinggal selangkah lagi menyelesaikan pendidikan SMPLB-nya berjuang keras mengerjakan ujian nasional kertas dan pensil (UNKP).

SMPLB Banyuwangi menjadi lokasi ujian bagi sub rayon 1 di Banyuwangi. Peserta unas 24 siswa-siswi yang berasal dari beberapa SMPLB di wilayah sekitar Banyuwangi kota seperti Kalipuro dan Licin.

Siswa SMPLB dengan ketunaan B dan berusaha keras menyelesaikan soal unas di hari kedua.

Masing-masing siswa dikelompokkan di dalam kelas sesuai dengan ketunaan yang mereka alami. Beberapa pengawas ujian juga terlihat mendampingi para siswa untuk membantu mereka membaca soal ujian.

“Di Banyuwangi ada 52 siswa SMPlB dibagi dalam dua rayon. Disini menjadi tempat untuk siswa dari sub rayon 1 sedangkan yang sub rayon 2 di SMPLB Jajag, Gambiran,” terang Kepala SMPLB, Lilik Mandarani Suprapto.

Ada beberapa perbedaan yang diterapkan dalam unas untuk SMPLB pada tahun ini. Yang pertama adalah penyamaan waktu ujian bagi siswa dengan ketunaan grahita. Tahun lalu ssiwa dengan istilah tuna C ini harus mengikuti ujian di luar waktu yang sama dengan rekan-rekannya. Karena siswa dengan ketunaan ini diangap memiliki kekhususan tersendiri.

“Sekarang ini soal mereka yang membuat dari kabupaten. Jadi bukan dari pusat. Mereka ini mengikuti ujian sekolah bukan ujian nasional. Ini sudah instruksi dari pusat agar mereka tidak merasa dibedakan,” terang Lilik.

Lilik menambahkan, untuk siswa low vision atau biasa masuk kategori tuna netra menggunakan soal biasa. Bukan soal dengan huruf braile seperti biasanya. “Tahun ini soal braile malah tidak kita pakai, para siswa mengatakan lebih mudah dengan membaca langsung dari jarak dekat daripada braile.

Mereka yang tuna netra kebanyakan masih bisa melihat meskipun jaraknya harus dekat, tidak buta seutuhnya,” imbuhnya.  Terkait peraturan untuk ujian nasional di SMPLB sendiri, wanita yang menjadi tenaga pendidik sejak tahun 1982 itu mengatakan, semuanya sama dengan unas di sekolah reguler. Mulai dari distribusi soal sampai pengembalian soal.

“Standar kelulusan kita saja yang perlu penyesuaian tidak sama dengan sekolah umum. Bobot soalnya juga berbeda. Tapi standar nilainya tetap sama, 7.0,” pungkasnya. (radar)