Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Plecutan Dibangun Menyerupai Kubah Masjid

DIBANGUN: Kondisi Plecutan, tempat terakhir Prabu Tawang Alun terlihat.
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
DIBANGUN: Kondisi Plecutan, tempat terakhir Prabu Tawang Alun terlihat.

SEJARAH tentang Kerajaan Macan Putih di tengah masyarakat Banyuwangi sering terdengar simpang siur. Hal tersebut juga terjadi di beberapa literatur yang menceritakan kerajaan di Bumi Blambangan itu. Dan faktanya, banyak perbedaan versi antara sumber tertulis dengan kisah turun termurun dari keturunan Tawang Alun, Raja Kerajaan Macan Putih.

Seperti yang dituturkan Samsul, pria yang lahir tepat di reruntuhan tempat tinggal Tawang Alun tersebut mengatakan bahwa dulu rumah yang ditempati Tawang Alun berada dalam komplek keraton. Rumah tersebut menghadap ke selatan dengan pagar dihiasi pot bunga. Sekitar 50 meter di sebelah utara rumah, lanjutnya, terdapat sebuah Plecutan.

“Petilasan tersebut dulu bernama Pendileman,” ujarnya. Plecutan dan pendileman tersebut dulunya hanya tumpukan batu bata di tengah-tengah semak belukar. Tidak ada satu pun orang yang merawatnya. Bahkan yang memuja tempat tersebut pun tidak ada. “Kondisinya sekarang sudah dibangun. Dan entah kenapa bentuk bangu-nannya dibuat menyerupai kubah masjid,” ujar Samsul.

Konon, di Plecutan dan Pendileman itulah, Prabu Tawang Alun kali terakhir terlihat. Ketika Belanda me-nyerang Macan Putih, para penjajah tersebut tidak mampu mengalahkan prajurit kerajaan. Akhirnya, Belanda memanfaatkan rakyat. Yakni dengan cara menyebarkan uang kepeng di sekitar pagar Keraton. “Saat itu rakyat sangat ingin mendapatkan uang tersebut, yang akhirnya pagar keraton dirobohkan oleh rakyat,” ujarnya.

Melihat kejadian tersebut, Tawang Alun ketika itu sangat malu. Dia keluar dari rumahnya menuju ke bagian belakang rumah (plecutan dan pendileman). Namun, ketika Belanda sampai di tempat tersebut, Tawang Alun sudah tidak ada. “Di tempat itulah terakhir kali terlihat. Hal ini diceritakan oleh leluhur saya yang tinggal di reruntuhan kediaman Tawang Alun sejak masa Bupati Pringgo Kusumo tahun 1860,” jelas Samsul.

Namun, lanjut Samsul, Tawang Alun di beberapa sumber dituliskan tewas dan kemudian jasadnya dingaben. Sejarah tersebut juga merupakan campur tangan Belanda. Belanda saat itu juga menyatakan akan berunding. Namun, sekaligus juga memberitakan bahwa Tawang Alun mati karena terlalu tua. “Padahal, mereka menyerang kerajaan Macan Putih karena menolak diadu domba dengan Mataram,” cetus Samsul. Sementara itu, sampai saat ini masih sering warga sekitar bekas Keraton menemukan uang kepeng yang disebarkan Belanda pada masa itu. (radar)