Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Potensi Swasembada Gula yang Terabaikan

OLEH: H.M. Arum Sabil, SP
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
OLEH:
H.M. Arum Sabil, SP

INDUSTRI gula merupakan kegiatan ekonomi yang terkait pemanfaatan sumber daya lokal dan masyarakat setempat. Kesenjangan sosial dan ketimpangan ekonomi yang merupakan masalah serius yang dihadapi Indonesia. Terjadinya perbedaan kemampuan antara usaha besar dengan usaha mikro, kecil, dan masyarakat sekitar apabila tidak diatasi akan mengancam peradaban kita sebagai bangsa yang berdaulat dan beradab.

Keberadaan pabrik gula (PG) dengan membangun sistem kemitraan saling menguntungkan dengan petani tebu diharapkan mampu memberikan peluang peningkatan kesejahteraan petani. Sebagai sebuah gambaran riil di Indonesia terdapat 62 PG yang tersebar di luar Jawa 14 PG dan yang tersebar di Pulau Jawa adalah 48 PG dengan total kapasitas terpasang tercatat pada tahun 2012 kurang lebih 213.038 TCD (inclusive).

Sementara luas areal tanaman tebu tahun 2012 kurang lebih 451.998 Ha. Estimasi produksi tebu pada tahun 2012 adalah 33.725.795 ton. Prakiraan produktivitas tebu 74,6 ton/ha dengan harapan rendemen yang dicapai 7,89 sehingga diharapkan produksi gula tahun 2012 paling tidak adalah kurang lebih 2.662.127 ton. Sementara perhitungan kebutuhan gula di Indonesia berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Sucofi ndo dan Susenas untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga, warung, dan industri rumah tangga totalnya adalah 2.613.271 ton.

Apabila produksi gula nasional tahun 2012 sesuai dengan rencana maka Indonesia sudah mampu mencukupi kebutuhan konsumsi rumah tangga, warung, rumah makan, dan home industry. Namun, di sisi lain sesuai dengan hasil survai Sucofindo dan Surveyor Indonesia, ternyata Indonesia masih membutuhkan gula kristal rafi nasi sebanyak 2.161.937 ton untuk kepentingan industri kecil, industri menengah, dan besar. Sehingga total kebutuhan gula di Indonesia untuk konsumsi rumah tangga dan industri sesuai dengan hasil survei adalah 4.775.208 ton. Jika memang benar total kebutuhan gula nasional adalah 4.775.208 ton sesuai hasil survai Sucofi ndo/Susenas dan Surveyor Indonesia, maka masyarakat pergulaan Indonesia harus bekerja keras untuk mencapai swasembada gula yang berdaya saing.

Namun, dari pengalaman kami di lapangan banyak persoalan-persoalan yang terkait dengan maraknya gula selundupan dan peredaran gula rafi nasi ilegal serta persoalan serius yang terkait dengan on farm dan off farm yang terabaikan, bahkan cenderung terjadi pembiaran dan penelantaran. Gula selundupan yang mulai banyak beredar di wilayah-wilayah perbatasan di luar pulau Jawa sudah mulai merambah ke daerah-daerah yang menjadi sentra distribusi gula lokal. Gula rafi nasi yang seharusnya hanya untuk kepentingan industri makanan dan minuman juga sudah mendominasi pasar tradisional maupun modern di sebagian besar kota-kota dan pedesaan luar pulau Jawa.

Apa saja persoalan on farm? Untuk saat ini, masalah irigasi/saluran pengairan masih menjadi keluhan bagi petani tebu. Hancurnya saluran irigasi seolah tidak ada kebijakan perbaikan (cenderung terjadi pembiaran). Kacaunya sistem pengairan karena terjadi persaingan kebutuhan air dengan petani yang menanam komoditi pertanian lain. Problem lain, tingginya biaya tebang angkut karena harus ada transit dan sewa jalan dengan angkutan tenaga manusia sampai ke jalan. Problem lain adalah buruh tani pindah menjadi TKI dan buruh bangunan. Dalam jangka panjang pertanian tebu akan kesulitan tenaga tebang tebu dan tenaga tanam rawat tebu (penghasilan sebagai buruh pertanian tebu sudah dianggap tidak menguntungkan).

Minimnya ketersediaan bibit tebu dengan varitas unggul juga menjadi persoalan serius. Sementara, persoalan off farm menyangkut efisiensi PG. Saat ini revitalisasi PG setengah hati. Rendemen yang didapat tidak optimal. Kesenjangan rendemen terlalu tinggi antara tebu milik petani dan PG. Potensi konflik saling curiga antara petani dengan PG. Kwalitas hasil produksi gula tidak stabil. Hal lain yang patut menjadi perhatian adalah ketersediaan bibit tebu dengan varitas unggul serta penataan zona hamparan komoditi pertanian. Meminimalisasi konfl ik pembagian air dengan komoditi pertanian lain sangatlah penting diperhatikan. Selain itu perlunya perbaikan irigasi/saluran pengairan pertanian.

Perluasan areal tanaman tebu perlu dilakukan akselerasi. Saat ini luas areal ± 451.000 ha ditingkatkan menjadi 750.000 ha. Produksi tebu dengan varitas unggul 100 ton/ha dengan potensi rendemen 10%. Persoalan tersebut di atas hanyalah sebagian kecil yang sengaja kami rangkum. Dari uraian solusi tersebut di atas jika revitalisasi PG dengan fokus pada peningkatan kapasitas terpasang dan rendemen minimal 10% serta pendirian pabrik gula baru benar-benar diwujudkan dengan diimbangi peningkatan perluasan areal tanaman tebu menjadi 750.000 Ha dan produksi tebu 100 ton/ha dengan potensi rendemen 10% akan menghasilkan gula 7.500.000 ton. Dari hasil tersebut maka Indonesia masuk dalam kategori mampu berswasembada gula dan menjadi negara eksportir gula.

Tidak ada hal yang tidak mungkin dalam jangka waktu maksimal 5 tahun dari sekarang jika sinergi antara masyarakat pergulaan Indonesia dengan pemerintah berjalan dengan baik pasti swasembada gula yang berdaya saing akan terwujud. (radar) Ketua Umum Gabungan Asosiasi Petani Perkebunan Indonesia Wilayah Jatim