Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Pulang Sekolah Bertaruh Nyawa

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

siswa-adu-nyawaSEMPU – Tidak semua warga Kabupaten Banyuwangi bisa menikmati angkutan memadai ke sekolah. Seperti anak-anak yang tinggal di tepi Hutan Jaengan, Dusun Purwodadi, Desa Temuguruh, Kecamatan Sempu.

Berangkat dan pulang sekolah, mereka harus mempertaruhkan nyawa bergelantungan di atap kendaraan. Betapa tidak, akses di kampung tepi hutan itu sangat buruk. Angkutan umum juga tidak ada. Menuju ke sekolah, mereka harus naik mobil Isuzu Panther yang digunakan sebagai angkutan pedesaan (angkudes).

Karena terbatasnya kendaraan, satu mobil itu terpaksa mengangkut sekitar 30 siswa. Dari jumlah sebanyak itu, sekitar 17 siswa berada di atas kap mobil. Sisanya bisa masuk di dalam kabin kendaraan. “Hanya satu mobil yang mengangkut anak-anak, terang Kepala Dusun (Kadus) Purwodadi, Nur Naye.

Menurut Naye, mobil yang mengangkut anak sekolah itu adalah kendaraan milik Misnadi, 32. Setiap hari mobil itu melayani antar-jemput siswa ke sekolah. “Jarak rumah ke sekolah hanya 1,5 kilometer, tapi jalanya bebatuan dan tanah liat,” ungkapnya.

Naye menyebut, mobil antar-jemput itu cukup membantu anak-anak ke sekolah. Sebelum ada angkutan tersebut, bila turun hujan anak-anak itu terpaksa tidak sekolah. “Kalau hujan jalan becek dan tidak bisa dilewati,” katanya.

Bagi sebagian anak yang orang tuanya memiliki motor, kebanyakan diantar ke sekolah. Hanya saja, warga di Dusun Purwodadi, Desa Temuguruh, itu sebagian besar kurang mampu. Mereka kebanyakan menjadi buruh sadap getah pinus.

Supir mubil antar-jemput, Misnadi, mengaku prihatin dengan kondisi pendidikan di lingkungan tempat tinggalnya. Menuju sekolah, anak-anak itu harus berangkat pagi sekali dengan berjalan  menyusuri jalan tengah hutan.

“KaIau hujan, anak-anak itu terpaksa tidak sekolah,” katanya. Atas kondisi itu, Misnadi nekat menjual motor miliknya dan membeli mobil bekas di Bali. Selanjutnya, mobil bermesin diesel itu digunakan untuk antar-jemput sekolah bagi anak-anak SD di kampungnya.

“Setiap pagi saya keliling kampung untuk menjemput anak-anak, karena tidak cukup saya harus balik dua kali,” jelasnya. Banyaknya anak-anak yang sekolah itu, terang Misnadi, sekali antar bisa mencapai puluhan anak.

Sebagian dari mereka terpaksa naik di atas mobil dan menggalantung di belalang. “Saya  ini bahaya sekali, tapi bagaimana lagi wong tidak cukup,” dalihnya. Demi menjaga keselamatan, Misnadi mengemudikan mobil itu pelan-pelan.

Setiap hari dia mengingatkan agar penumpang di atas mobil tidak bergurau. “Yang di atas dan belakang itu khusus laki-laki, yang perempuan di dalam,” katanya.  Ditanya tentang ongkos, Misnadi menyebut, sesuai kesepakatan dan kemampuan orang tua, setiap anak ditarik Rp 3 ribu untuk pulang-pergi.

“Saya berharap ada perhatian pemadatan untuk sarana pendidikan ini,” harapnya. (radar)