Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Puluhan Hektare Tanaman Cabai Keriput Akibat Kekeringan

Ilustrasi
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Ilustrasi

WONGSOREJO – Kekeringan di Kecamatan Wongsorejo juga berdampak langsung pada produksi cabai di kawasan tersebut. Puluhan hektare (ha) kebun cabai ikut mengering. Kondisi ini akibat minimnya pasokan air untuk lahan pertanian di sebagian wilayah Kecamatan Wongsorejo.

Aliran sungai yang biasa digunakan untuk mengairi lahan pertanian juga merosot drastis debit airnya. Bahkan, beberapa sungai di Desa Bangsring tampak mengering. Situasi yang kurang menguntungkan ini membuat para petani cabai hanya bisa pasrah. Apalagi, minimnya air untuk mengairi lahan pertanian itu membuat tanaman cabai layu dan mengering.

Hasil pentauan Jawa Pos Radar Banyuwangi di Kecamatan Wongsorejo, beberapa titik sumur tampak sudah dibangun di lahan Cabai milik petani. Namun karena musim panas yang berkepanjangan, sumber mata air pada lokasi sumur tersebut hanya mampu memenuhi kebutuhan warga sehari-hari.

Salah satu wilayah yang terkena dampak kekeringan adalah Desa Bangsring. Sebanyak 66 Kepala Keluarga (KK) harus berbagi air bersih untuk minum. Mereka tidak lagi menghiraukan tanaman mereka yang mengering.

Untuk minum saja warga harus berbagi dengan hewan ternak peliharaan. Seperti dirasakan sejumlah petani cabai, di Desa Bangsring Kecamatan Wongsorejo. Tanaman cabai di desa ini banyak yang mati, pohon cabai mengering dan biji cabai berjatuhan karena suhu yang terlalu panas.

Selama musim kemarau berlangsung tanaman cabai tidak bisa disiram akibat tidak ada air. Sejauh ini, sejumlah petani hanya mengandaikan pada air hujan untuk kebutuhan lahan cabainya.

Apalagi, daerah ini tidak ada sumber mata air untuk pengairan lahan pertanian mereka. Petani sebenarnya sudah mendapatkan pasokan air dari sumber air Selogiri. Namun pasokan sumber air itu hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan minum ternak.

Akhirnya, sejumlah petani terpaksa memetik sisa-sisa cabai yang masih utuh. Seperti yang dilakukan Alwi, 55, warga Dusun Krajan, Desa Bangsring. Dia mengaku, sejak tanaman cabai berbuah bisa memanen hingga 10 kali. Namun lantaran dihajar kekeringan ini, dirinya baru panen cabai empat kali.

Perkembangan terakhir, tanaman cabai miliknya mati karena tidak disiram lagi. Kondisi ini membuat sejumlah petani merugi jutaan rupiah. “Tidak ada air untuk lahan. Air sumur kering dan tempat tandon air tidak tersedia,” ujar Alwi.

Dia berharap, pemerintah nantinya membuat penampungan air atau melakukan pengeboran sumur untuk pertanian. Sehingga produksi pertanian tetap bisa berlangsung. Kendala utama kelancaran produksi pertanian di Desa Bangsring adalah masalah pengairan di musim kemarau.

Sementara itu, harga cabai yang tiga bulan lalu sempat menembus angka Rp. 25.000 per Kg, sekarang justru hanya laku dijual Rp. 6.500 per Kg. Petani cabai tidak bisa berbuat banyak atas merosotnya harga cabai ini.

“Kami hanya bisa memetik cabai yang kering dan dijual dengan harga Rp. 3000 per Kg untuk dijadikan bibit,” jelas Alwi. (radar)