Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Raih Piagam Gubernur karena Gabah tanpa Residu

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

raihpiagamPUPUK boleh saja dianggap sebagai nyawa kedua bagi petani. Begitu penting bahan kimia yang satu, sehingga saat pupuk tidak ada di pasaran, banyak petani yang mumet. Mereka pun rela mencari penyubur tanaman itu meski harus melanggar zona pendistribusian pupuk di tiap kecamatan. Kondisi yang dirasakan petani pun seperti memakan buah simalakama. Tetapi, semua tetap dilakukan demi menyelamatkan tanaman pertaniannya.

Namun, dari sekian banyak petani yang kelimpungan gara-gara pupuk, ternyata ada petani yang tetap eksis mengolah lahan dan tetap memperoleh hasil optimal. Dia adalah Mohamad Sayidi. Pria asal Dusun Patoman, Desa Watukebo, Kecamatan Rogojampi, itu kini tengah semringah menunggu sawahnya panen. Sawah seluas empat hektare (4 ha) miliknya kini sudah siap panen. Sawahnya kini sudah menguning. Dia pun bersiap mengais hasil dari kerja kerasnya selama ini. 

“Alhamdulillah hampir panen dan hasilnya lumayan bagus,” ujarnya. Sayidi sebetulnya merasakan betul efek keterbatasan stok pupuk urea. Beberapa kios yang dia datangi terlihat melompong tanpa pupuk. Tetapi, kondisi itu kini sudah jadi cerita masa lalu. Di tengah keterbatasan pasokan pupuk,dia tetap eksis mengolah dan memaksimalkan lahan yang digarap. Resep yang dia lakukan adalah menerapkan pola pemupukan berimbang dan meninggalkan bahan pestisida.

Kali ini Sayidi menggunakan tiga jenis pupuk secara bersamaan. Obat anti hama, dia hanya menggunakan pengendali mikroba yang aman dan tidak butuh proses rumit .Di lahan satu ha, Sayidi dulu menggelontorkan urea 200 Kg, NPK 300 Kg, dan pupuk organik 500 Kg. Semakin lama jumlah pupuk kimia yang dia gunakan bisa ditekan. Di lahan satu ha, Sayidi kini menggelontorkan urea 100 Kg, NPK 150 Kg, dan pupuk organik 3.000 Kg. 

Memperbanyak pemakaian pupuk organik, diakuinya ampuh meningkatkan produksi tanaman dan menyelamatkan lahan. “Yang terjadi saat ini, banyak petani boros pupuk kimia sehingga banyak tanah yang rusak,” bebernya.Namun, metode yang diterapkan Sayidi itu ternyata tidak langsung diikuti petani lain.Bahkan, banyak rekan seprofesinya yang mencibir metode pemupukan yang dilakukan Sayidi. Tidak sedikit rekan dan kolega yang memprediksi hasil panen sawah Sayidi bakal hancur.

Ternyata sawah yang digarap Sayidi memberikan hasil yang bagus. Metode pemupukan itu sudah diterapkan sejak 2012 lalu. Maka dari itu, saat petani lain bingung mencari pupuk, Sayidi cukup santai. Selain itu, diajuga mulai meninggalkan cara lama dalam mengolah lahan. Ketika petani lain membakar jerami di areal persawahan, dia tak lagi melakukan itu. Menurut Sayidi, membakar jerami dipandang justru kontra produktif. 

Sebab, pembakaran justru akan mematikan mikroba yang hidup di dalam tanah. Ada baiknya jerami itu ditambah kompos dan dijadikan salah satu media penggembur tanah. Tengok saja hasil panen Sayidi dalam setahun terakhir. Di musim panen pertama, setiap ha dia mampu menghasilkan 5,5 Ton gabah. Hasil itu samadengan penggunaan pupuk kimia. Pada panen kedua, hasil panen sawah Sayidi meningkat hingga 7,5 Ton per ha. Pada panen ketiga, hasilnya 9 Ton gabah per ha.

Dengan harga gabah yang berada di kisaran Rp 3.900 hinggaRp 4.000 per Kg, penghasilan Sayidi per ha bisa menembus Rp 22 juta. Dan buah kerja keras pria yang satu itu akan terus berlanjut. Lewat ketekunannya, dia mendapat reward dari Gubernur Jawa Timur. Hasil panen Sayidi mendapat sertifikat aman konsumsi berupa Piagam Prima III. Penghargaan itu diberikan lantaran pertaniannya tidak menggunakan pestisida dan residu kimia. 

“Tidak semua hasil panen aman konsumsi. Alhamdulillah saya dapat penghargaan itu. Besok Senin (14/7) saya mau ke Surabaya mengambilnya,” katanya. Keberhasilan panen itu sekaligus membuat Sayidi menjadi rising star di dunia pertanian Banyuwangi. Dia pun sering diundang untuk menjadi pembicara. Malah tidak sedikit petani yang melakukan studi banding ke sawah miliknya di Desa Watukebo, Kecamatan Rogojampi.

Terlebih, Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan (Dsipertahutbun) Banyuwangimerilis ketersediaan pupuk urea minus 19.889 Ton dari kebutuhan 72.357 Ton. Cara yang dilakukan Sayidi diharapkan bisa menjadi solusi dalam mengatasi minimnya stok pupuk di Banyuwangi. Meski begitu, pemerintah tetap mengajukan tambahan alokasi pupuk sebesar 16,356 Ton. 

Jumlah itu dirasakan masih belum cukup. Penggunaan pupuk organik dan pembenahan tanah menjadi solusi dalam meningkatkan produksi hasil pertanian. “Cara seperti Sayidi bisa menjadi solusi mengatasi keterbatasan stok pupuk dan peningkatan hasil produksi. Toh buktinya sudah ada,” ujar Kepala Dispertahutbun Banyuwangi, Ikrori Hudanto. (radar)