Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Ramadan, Al-Qur’an, dan Korupsi

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

RAMADAN merupakan bulan penuh berkah yang sangat dirindukan setiap insan. Rasulullah bersabda, “Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadan dalam keadaan beriman dan hanya mengharap pahala Allah SWT maka diampuni dosa yang telah lalu (HR Bukhori)” . Para ulama terdahulu senantiasa berlomba-lomba dalam beribadah di bulan suci ini.

Imam Syaf’I, misalnya, selama bulan Ramadan rutinmengkhatamkan Al-Quran sebanyak dua kali dalam sehari.Ramadan juga menjadi bulan yang dinanti para pedagang. Bagi mereka, bulan ini adalah waktu yang sangat tepat untuk mengeruk keuntungan. Sebab, daya konsumsi umat Islam lebih besar daripada hari-hari lain. Harga bahan pokok juga naik. Bahkan, bagi para birokrat, Ramadan adalah bulan yang istimewa.

Sebab, inilah saat yang tepat untuk membagi dan menerima THR. Ramadan juga bulan untuk menjauhi syahwat dengan cara berpuasa. Allah berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan  atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (alBaqarah: 183)” .Para ulama membagi puasa ke dalam tiga tingkat.

Pertama, shaum al-‘awwâm (puasa biasa), yaitu puasa dengan mencegah syahwat perut dan alat vital terhadap perkara yang membatalkan puasa. Tingkatan inilah yang biasanya dilakukan masyarakat biasa. Kedua, shaum al-Khusûs (puasa istimewa), yaitu berpuasa dengan mencegah semua anggota tubuh dari perkara yang dilarang Allah SWT. Puasa tingkat kedua ini biasa dilakukan para ulama yang ikhlas.

Ketiga, shaum khusûs al-khusûs  (puasa sangat istimewa), yaitu puasa dengan mencegah hati agar senantiasa mengingat Allah. Inilah tingkatan puasa tertinggi, tidak ada yang mampu melaksanakan kecuali para nabi. Lantaran kemuliaan bulan ini tinggi, Allah pun menurunkanAl-Quran di bulan suci ini. Menjadi sebuah kebanggaan bagi sebuah negara ketika turut berpartisipasi dalam menjaga Al-Quran.

Ada sebuah ungkapan yang cukup terkenal, yaitu “Al-Quran diturunkan di Hijaz (sekarang Saudi Arabia), dibaca di Mesir, dan ditulis di Turki”. Ungkapan itu tidak berlebihan, karena negara tersebut memang benar-benar telah berpartisipasi dalam penyebaran Al-Quran. Saudi Arabia kini memiliki percetakan Al-Quran terbesar di dunia, yaitu King Fahd Complex for the Printing of the Holy al-Qur’an.

Percetakan tersebut dibuka sejak 1984, dan siap membagikan Al-Qur’an secara gratis kepada semua pemohon dari berbagai negara. Mesir adalah negeri yang andildalam kaderisasi penghafal dan sarjana ahli Al-Quran. Setidaknya separo penduduk Mesir yang kira-kira 85 juta jiwa hafal AlQuran. Sejak dinasti Ottaman, Turki telah menggalakkan penulisan Al-Quran dengan berbagai model khat Arab.

Ada banyak sekali penulis Al-Quran yang berasal dari negeri ini.Di Indonesia, Al-Quran mulai dihafal sejak alumni Makkah banyak yang kembali ke Tanah Air. Selain para ulama, pemerintah Indonesia juga turut andil dalam penyebaran AlQuran. Melalui kementerian agama, pemerintah setiap dua atau tiga tahun sekali menyelenggarakan Musabaqoh Tilawatil Qur’an (MTQ) Nasional. Ajang yang pertama kali digelar pada 1968 tersebut tahun ini digelar di Ambon.

Total biaya yang dibutuhkan sebesar Rp. 165 miliar.Selain itu, pemerintah juga mencetak Al-Quran dalam jumlah besar setiap tahun. Jumlah anggarannya pun cukup fantastis. Pada 2009, pemerintah mengeluarkan Rp. 2,5 miliar untuk mencetak 78.079 eksemplar Al-Quran. Pada 2010, pemerintah mengucurkan dana sebesar Rp. 3,2 miliar untuk mencetak 170.250 eksemplar Al-Quran. Pada 2011, dana yang dikucurkan mencapai Rp. 25 miliar.

Tahap pertama sebesar 4 miliar untuk mencetak 225.045 eksemplar AlQuran,dan tahap kedua Rp. 20,5 miliar untuk mencetak 653.000 eksemplar Al-Quran. Tahun 2012 ,anggaran pengadaan al-Qur’an naik sangat tajam hingga mencapai Rp. 110 miliar untuk  mencetak 2 juta eksemplar Al Quran. Sayang, proyek agung itu ternodai tangan-tangan tak bertanggung jawab. Hitungan sederhana, anggaran satu eksemplar Al-Quran yang dicetak pemerintah adalah Rp. 55.000.

Padahal, harga al-Qur’an di pasaran hanya Rp. 25.000 sampai Rp. 35.000. Harga Al-Quran di Timur Tengah, dengan kertas terbaik, pun hanya sekitar Rp. 45.000.Yang lebih menyedihkan, 500 eksemplar Al-Quran diberikan Kemenag kepada anggota Komisi VIII DPR. Selanjutnya, Al-Quran itu dibagikan di dapil (daerah pilihan) mereka masing-masing. Mereka beranggapan bahwa itu bukan korupsi. Alangkah baiknya bila pengadaan Al-Quran dilakukan secara transparan dan diawasi langsung publik.

Setiap umat beragama pasti sangat marah jika kitab suci yang mereka agungkan dijadikan proyek korupsi. Sudah saatnya pemerintah tegas dan menghukum para koruptor dengan vonis yang sangat berat dan bahkan membuat para koruptor jatuh miskin. Sebab, korupsi di negeri ini sudah mulai memasuki ranah kitab suci. Jika tidak, maka bisa jadi suatu saat nanti bakal ada ungkapan “Al-Qur’an diturunkan di Hijaz, dibaca di Mesir, ditulis di Turki, dan dikorupsi di Indonesia”. Ungkapan yang sangat menyakitkan, bukan?

*) Mahasiswa Jurusan Tafsir dan Ilmu-Ilmu Al-Quran, Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. @ radar)