Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Ratusan Tahun Makam Tetap Terawat

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Winardi, sang juru kunci di samping Makam Daeng Ruyung

SIANG itu, terik matahari menyinari makam kuno dengan papan nama yang reyot dan tidak terbaca. Papan tersebut sebenarnya bertuliskan “Makam Kuno Datuk Daeng Ruyung Ds. Keramat Kl. Kertosari Banyuwangi.

Mungkin, anak muda banyak yang tidak mengenal situs bersejarah Ini. Terkecuali mereka yang tinggal dl sekitar makam atau mungkin yang hidup puluhan tahun di Bumi Blambangan. Keberadaan makam di tengah permukiman penduduk terlihat sangat tenang.

Lokasi makam Daeng Ruyung dari depan.

Sejak ratusan tahun silam makam ini dijaga baik oleh masyarakat setempat. Begitupun oleh Winardi. Prla yang sudah berusia 48 tahun ini mendapat kepercayaan dari Dinas Kebudayaan serta warga setempat untuk menjaga makam Daeng Ruyung.

Sebagai juru kunci makam, Winardi dibantu oleh Istrinya, Murtini, 43. Sehari-hari merekalah yang membersihtkan makam. Usai salat duhur, dengan baju koko dan kopyah yang masih dipakainya, Winardi pergi menengok makam Datuk.

Kurang lebih 100 meter dari rumahnya, sampailah dia di temput pemakaman Datuk Daeng Ruyung. Langsung saja dia buka ruangan makam tersebut. Begitu dibuka, terhampar jelas tidak hanya makam Daeng Ruyung saja yang ada di situ.

Empat makam lain sudah lama menemani makam Datuk Daeng Ruyung ini. Sebuah makam di sisi kanannya adalah makam milik Eyang Mutmainah. Sedangkan di sebelah kirinya adalah makam Joko Umbaran, Sri Tanjung, dan Sri Wulan.

Sembari bersila di atas tikar kecil, Winardi bercerita asal-muasal situs Daeng Ruyung. Sang juru kunci mengaku bahwa sebenarnya dia juga  belum tahu betul sejarah makam Datuk Daeng Ruyung.

“Sejauh menjadi juni kunci, saya hanya mampu menjelaskan inti cerita berdasarkan buku Babad Blambangan yang pernah saya dengar dari Andi Supandi, budayawan yang tinggal di Desa Kemiren, Glagah,” ujar Winardi.

Tahun 1598 silam, Blambangan diperintah oleh Raja Minak Jinggo. Anak Minak Jinggo sendiri yang bernama Sutojiwo diangkatnya menjadi patih sebagai penerus Patih Massirno/Agung Wilis. Kepercayaanya dari Mengawi Mangala Yuda bernama Ronggo Satoto dan Singo Mumpuni juga dijadikan patih di Kebrugan Blambangan.

Suatu hari, Kebrugan Blambangan kedatangan penjajah Suku Bugis dari Kerajaan Slebes/ Gowa. Sekitar 800 prajurit dari Bugis ini singgah di Bong Pakem. “Dua orang panglima perang memimpin pasukan, Datuk Daeng Ruyung dan Datuk Pagersah,” kata Winardi.

Ketiga Patih Kebrugan Blambangan diutus Minak Jinggo untuk melawan serangan penjajah. Namun, mereka takut. Hal ini dikarenakan tiga patih belum mempunyai pengalaman sebelumnya memimpin perang.

Atas ketidaksiapan tersebut, Sutojiwo, Ranggo Satoto, dan Singo Mumpuni pergi ke Lampon, Gunung Tumpeng Pitu, Pesisir Manis, Dukuh Prawongan untuk menemui Won Agung Wilis.

Setelah mendengar maksud dan tujuan kedatangan tiga patih Blambangan, Wong Agung Wilis menolak lantaran dia tidak memiliki hak untuk terjun dalam peperangan. Kekecewaan ketiga patih tidak terbendung mendengar penolakan Wong Agung Wilis. Sehingga meraka memutuskan pulang tanpa membawa hasil.

Melihat ketiga patih tersebut undur diri, Wong Agung Wilis merasa kasihan. Keiginannya membantu Blambangan begitu besar. Seketika itu juga dia pergi mendatangi kediaman ketiga patih dengan mengerahkan 4000 pasukan perang.

Wong Agung Wilis, ketiga patih, dan ribuan prajurit pergi ke Bong Pakem siap melawan penjajah dari Bugis. Prajurit Bugis di bawah pimpinan Daeng Ruyung dan Pagersah merasa kewalahan, sehingga kemenangan menjadi milik Kebrugan Blambangan.

Di medan perang tersebut, panglima perang Bugis parak-poranda. Prajurit di bawah pimpinan Datuk Pagersah lari ke arah Barat, yaitu ke Hutan Watu Buncul, Hutan Mandaluku, dan Hutan Kenjo. Sedangkan prajurit di bawah pimpinan Daeng Ruyung berlarian ke arah timur. “Pada akhirnya, di Bong Pakem inilah jasad Datuk Daeng Ruyung dikuburkan,”ujar Winardi.

Kini makam Daeng Ruyung sudah jauh lebih terawat. Pagar bambu yang melindungi makan sudah diganti dengan tembok yang lebih kokoh. Peziarah makam berdatangan dengan niat yang bermacam-macam.

Selain kirim doa, ternyata sebagian masyarakat mempercayai hal-hal baik yang dlikhtiarkan dapat terkabul seperti, berharap kelancaran rejeki, berharap kesehatan, dan lain- lain. Namun, sang juru kinci selalu menekankan kepada peziarah agar tidak memiliki niat yang aneh agar tidak menimbulkan kemusrikan.

Bagi masyarakat yang mengetahui makam Datuk ini, situs Daeng Ruyung dijadikan rutinitas tempat berziarah. Peziarah yang berasal dari Dusun Kerarnat sendiri banyak mewamai buku tamu yang ada di sebelah makam Daeng Ruyung.

Kedatangan mereka dilakukan sebelum mengadakan hajatan atau karena nazar. Namun, ada juga peziarah jauh yang datang Jember, Denpasar, dan Situbondo.

Sampai bulan Ramadan kali ini, situs ini diharumkan lagi oleh peziarah dari Kediri dan Madura. Pembangunan musala di sebelah ruangan makam menjadi ramai jamaah. Selain untuk fasilitas peziarah yang bermalam di makam, Tadarus usai Tarawih juga kerap terlantun di setiap malam. (radar)

Kata kunci yang digunakan :