Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Renovasi Butuh Dana Rp 10 M

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

renovasiPelat Kapal Mengalami Penyusutan Drastis

KALIPURO – Kondisi fisik dua kapal milik pemerintah daerah, landing craft tank (LCT) Sri Tanjung dan LCT Putri Sri Tanjung I benar-benar sedang kritis. Agar kapal tetap bisa beroperasi secara ideal, maka solusinya harus dilakukan renovasi besar-besaran. Untuk melakukan renovasi itu dibutuhkan anggaran cukup besar, yakni Rp 10 miliar lebih. Asumsinya, satu unit kapal menghabiskan anggaran sekitar Rp 4 miliar hingga Rp 5 miliar.

Manajemen PT. Pelayaran Banyuwangi Sejati (PBS) sudah angkat tangan dan menyatakan tidak mampu menyediakan anggaran Rp 10 miliar itu. Dua kapal itu masih bisa berlayar jika pemilik dua kapal itu menyuntik modal tambahan Rp 10 mi liar. Namun, naganaganya, pemerintah daerah sebagai pemilik aset sudah memberikan sinyal akan angkat tangan juga.

Bupati Abdullah Azwar Anas telah memberikan sinyal akan menjual dua unit kapal tersebut. Hanya saja, sampai saat ini pemerintah daerah belum memutuskan apakah akan menambah modal ataukah menjual dua kapal yang dibeli seharga Rp 15 miliar tersebut. Direktur Utama PT. PBS Wahyudi SE mengungkapkan, tahun lalu kapal LCT Sri Tanjung baru menjalani docking. Itu artinya, operasional kapal LCT Sri Tanjung bisa bertahan dalam waktu satu tahun ke depan.

Namun, LCT Putri Sri Tanjung I, kata Wahyudi, pada Februari 2014 su dah harus menjalani docking. Docking tahun depan itu diperlukan anggaran yang cukup besar agar kapal tersebut bisa berlayar dengan aman  Untuk memastikan kondisi fisik kapal, kata Wahyudi, pada saat di tunjuk pemegang saham menjadi direksi PT. PBS dua tahun lalu, dirinya sudah melakukan beberapa langkah. Langkah pertama yang di lakukan adalah melakukan ultrasonic test (UT) terhadap kondisi kapal.

Dari 200 titik yang dilakukan UT, beber Wahyudi, kualitas lambung kapal terjadi penyusutan luar biasa. Mantan anggota DPRD itu menyebutkan, di tengah lambung lunas kapal (lambung dasar) terdapat plat keel. Sesuai dokumen kapal, kata Wahyudi, tebal plat keel se harusnya 14 milimeter (mm). Namun, setelah dilakukan pemeriksaan UT dua tahun lalu, tebal plat keel itu rata-rata hanya 9,8 mm. Berarti terjadi penyusutan. “Itu pemeriksaan UT dua tahun silam, bukan pemeriksaan sekarang,” jelasnya.

Selain itu, dalam pemeriksaan UT juga diketahui pelat lambung dasar sebelah kanan dan kiri plat keel juga mengalami penyusutan. Tebal pelat lambung juga mengalami penyusutan hingga tinggal rata-rata 8,4 mm. Padahal, seharusnya 12 mm. Ambang batas toleransi BKI, lanjut Wahyudi, sekitar 70 persen. Dua tahun lalu, dua kapal itu ambang batasnya masih memenuhi, walau sudah kritis. “Apakah tahun ini masih memenuhi ataukah tidak, kita belum mengetahui,” katanya.

Jika tidak memenuhi ambang batas toleransi, kata Wahyudi, maka risikonya 2/3 pelat kapal harus diganti dengan yang baru. Jika tidak diganti, maka kapal tidak bisa operasional lagi. Untuk mengganti 2/3 pelat kapal itu, kata Wahyudi, diperlukan anggaran cukup besar. Kapal LCT Sri Tanjung memiliki gross tonnage (GT) sekitar 514 ton. “Pergantian 2/3 pelat itu kira-kira setara dengan 300 ton plat baja,” jelasnya.

Tahun lalu, tambah Wahyudi, harga pelat baja per kilogram di PT. Krakatau Steel Tbk mencapai Rp 8.700. Harga itu tinggal dikalikan dengan total kebutuhan baja untuk mengganti 2/3 pelat kapal milik rakyat Banyuwangi tersebut. “Itu ha nya harga plat baja, belum PPn dan PPh serta ongkos pasang. Kita angkat tangan, karena perusahaan tidak memiliki anggaran sebesar itu,” tambahnya. (radar)