Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Budaya  

Siami, Penenun Jarit Suku Osing

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

siamiIlmu dari Leluhur, Kini Belum Ada Penerus

KAIN jarit yang biasa digunakan menggendong bayi itu dibuat warga Dusun Delik, Desa Jambesari, Kecamatan Giri, Banyuwangi. Siami, 74, tercatat sebagai satusatunya warga Dusun Delik yang masih menenun jarit secara tradisional hingga kini. Ilmu menenun tersebut didapat Siami dari ibunya. Ilmu itu dia kuasai lantaran seringnya Siami melihat sang ibu menenun jarit puluhan tahun silam. ”Bengen isun iki belajare nyolong-nyolong. Emak mesti nguwel isun kadung isun nyekel jarit gawenane.

Isun mesti nyawang emak nggawe jarit, akhire isun biso-biso dewek (Dulu saya belajarnya itu sembunyi-sembunyi. Ibu tidak memperbolehkan saya memegang tenunannya. Jadi saya hanya melihat saja, karena sering melihat ibu menenenun, akhirnya saya bisa melakukannya sendiri),” jelas Siami. Menurut Siami, jarit khas tersebut masih diminati masyarakat. Hingga kini masih ada langganan dari Desa Kemiren, Kecamatan Glagah. Menurut Siami, sudah jadi kebiasaan warga di kampungnya bahwa bayi yang baru lahir harus digendong menggunakan jarit tersebut. 

”Katanya jarit ini tidak panas kalau digunakan. Warga Desa Kemiren masih sering pesan kepada saya,” tuturnya.Ada dua jenis jarit yang ditenun Siami. Yang pertama jenis jarit keluwung dan jenis solok. Jarit jenis keluwung warna jaritnya lebih bervariasi. Karena itu, dinamakan jarit keluwung, karena dalam bahasa Osing, keluwung berarti pelangiJenis solok warna jaritnya tidak terlalu menyolok. Yang menjadi perbedaan adalah rumbai-rumbai benang berbeda dengan jarit keluwung.

” Yang solok rumbai-rumbainya lebih ramai daripada yang keluwung,” tambahnya. Karena pembuatannya yang rumit, untuk satu jarit berukuran panjang tiga meter dijual dengan harga Rp 1.750.000 sampai Rp. 2 juta.” Untuk yang jarit keluwung harga per jarit Rp 1.750.000. Sedangkan yang jenis solok saya jual Rp. 2 juta per jarit. Kalau ada yang beli harus pesan dulu, soalnya pembuatannya bisa menghabiskan waktu sebulan lamanya,” tambah Siami.  

Tidak hanya pembuatannya yang rumit, benang yang digunakan juga tidak sembarangan. Bahan baku jarit buatan Siami adalah benang sutra yang dibeli di toko terdekat. ”Buat satu jarit bisa habis ratusan gulung. Satu gulungan kecil harga di toko sekarang Rp 10 ribu,” terang ibu dua anak itu. Siamah menyayangkan sampai saat ini tidak ada yang meneruskan bakat menenun jarit khas Osing itu.

Anak-anaknya pun enggan belajar menenun jarit tersebut. ”Di Desa Jambesari cuma saya yang masih bisa menenun jarit ini. Tidak ada yang bisa lagi,” ujar Siami.Jamanah, salah satu anak Siami juga mengaku tidak bisa menenun jarit seperti ibunya. ” Isun heng omes, dikongkon  emak nulungi nggulung bolak byaen mesti buledan (Saya tidak telaten, kalau disuruh bantu ibu untuk menggulung benang saja mesti berantakan),” tutur Jamanah. (radar)