BLIMBINGSARI – Limbah debog pisang yang banyak terbuang sia-sia, ternyata bisa dimanfaatkan menjadi barang yang berharga dengan nilai jual yang tinggi. Itu seperti yang dilakukan Hadromi, 65, asal Dusun Krajan, Desa Gintangan, Kecamatan Blimbingsari.
Di tangan dinginnya, debog pisang yang banyak berserakan di sekitar rumahnya disulap menjadi kerajinan songkok yang apik, antik, awet, dan ramah lingkungan. “Awalnya membuat songkok dari debog ini hanya iseng,” terang Hadromi.
Pembuatan songkok dari debog itu bermula membuat songkok berbahan kain batik khas Banyuwangi. Bayangnya, setelah laku di pasaran, songkok batik khas Banyuwangi itu banyak yang ditiru dan diproduksi oleh perajin lain di Banyuwangi.
Tidak hanya itu, songkok batik khas Banyuwangi hasil kreasinya dinilai juga kurang ramah lingkungan, karena bergantung pada pabrik dan harga kain batik yang terus berkembang. Hingga akhirnya, terang dia, diputuskan mencari kreasi lain dengan membuat songkok berbahan debog pisang.
“Saya pergi ke kebun kok banyak limbah debog pisang, saya bawa pulang dan mencoba membuat kerajinan songkok,” ujarnya. Dengan penuh ketekunan, ketelatenan, usaha mencoba kerajinan songkok itu sempat mengalami kendala. Pelepah pisang pecah saat dikenakan dan dihantam panas.
“Baru sebulan, saya menemukan formula yang pas, lalu saya produksi untuk dipasarkan,” ungkapnya. Meski baru berjalan tiga bulan, songkok pelepah pisang hasil kreasinya sudah mulai banyak dipesan dari berbagai daerah di Indonesia.
“Cucu saya yang memasarkan di internet, songkok yang sudah jadi difoto lalu dijual melalui internet,”terang kakek empat cucu itu. Hingga kini songkok buatannya masih belum dipasarkan secara masal di Banyuwangi. Penjualan hanya melayani pemesanan. Itu dilakukan karena masih terkendala bahan dan perajin.
Dalam sehari, dia bisa mengerjakan dua buah songkok pelepah pisang. Selain songkok, debog juga bisa dikreasikan dengan dibuat tas dan dompet. “Proses pembuatannya memang butuh ketelatenan dan keahlian khusus,” jelasnya. Dia berharap industri kerajinan di Banyuwangi terus bisa berkembang dengan memanfaatkan limbah bahan alam yang ramah lingkungan.
“Warna alami dan asli dari yang MahaKuasa itu justru lebih hidup dan menarik. Tergantung kita mau membuat bagaimana, ” tandasnya. (radar)