Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Suasana Libur Lebaran di Lereng Gunung Raung

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Pos Pengamatan Raung Jadi Tempat Wisata Dadakan

PAGI itu sang surya baru menyingsing di ufuk timur. Sinar mentari itu tepat mengenai puncak Gunung Raung yang masih menyemburkan abu vulkanik. Arah letupan abu terlihat jelas condong ke utara dan timur laut. Gumpalan asap putih secara perlahan bergerak menyelimuti  bagian bawah gunung.

Bersamaan dengan itu, aktivitas warga yang tinggal di sekitar lereng gunung mulai terlihat. Di antara warga ada yang belanja sembako ke Pasar Sragi, Kecamatan Songgon. Semakin siang hilir mudik kendaraan mulai tampak di jalanan lereng gunung dengan panjang tiga kilometer lebih yang penuh bebatuan itu.

Tidak sedikit kendaraan itu yang menuju Pos Pengamatan Gunung Api (PPGA) Raung di Dusun Mangaran, Desa sumberarum, Songgon. Selama Lebaran ini PPGA Raung yang berada di lereng gunung mendadak ramai dikunjungi warga yang datang dari berbagai daerah di Kabupaten Banyuwangi.

Malahan, juga banyak yang dari luar daerah. Kunjungan warga ke PPGA Raung itu meningkat drastis dibanding hari  biasa. Warga yang datang awalnya hanya masyarakat yang tinggal di sekitar Kecamatan Songgon, Kecamatan Singojuruh, Kecamatan Rogojampi, Kecamatan Sempu, dan Kecamatan Genteng.

Sejak aktivitas gunung sering menghiasi layar kaca televisi dan menghebohkan dunia penerbangan di Indonesia karena harus ditutup akibat semburan abu vulkanik, Gunung Raung semakin tersohor. Para pengunjung yang  datang itu umumnya penasaran dengan cerita dari mulut ke mulut dan media sosial.

Mereka datang ke PPGA Raung mengendarai motor dan mobil pribadi. Tetapi, juga ada yang datang mengendarai sepeda  pancal dan ramai-ramai naik truk dengan bak terbuka. “Pemandangannya bagus, tapi jalannya  rusak,” ujar Kastriah, 60,  warga Gubeng, Surabaya.

Perempuan paro baya itu sengaja datang dari Surabaya  untuk melihat dari dekat kondisi Gunung Raung. Dia mengaku penasaran karena semburan abu Vulkanik Raung sempat melanda Surabaya hingga penerbangan di Bandara Juanda ditutup.

“Sekalian silaturahmi ke Banyuwangi, saya sempatkan mampir ke sini (Gunung Raung),” katanya. Silaturahmi ke Banyuwangi ini juga untuk memastikan keluarga,  saudara, dan kerabatnya yang tinggal di Dusun Wonorejo, Desa Balak, Kecamatan Songgon, tetap baik.

Saat mendengar informasi dari media bahwa Gunung Raung meletus, dia terkejut dan khawatir nasib keluarganya. “Saya kira kondisinya sudah gawat, ternyata semua masih baik-baik saja dan tetap beraktivitas seperti biasa,”  ujarnya. Salah satu yang menjadi pusat perhatian selama erupsi Gunung Raung adalah PPGA Raung.

Tidak sedikit warga berdialog langsung dengan petugas yang berjaga tentang perkembangan gunung berapi itu. Pengunjung juga ada yang mengamati seismograf. Warga lain ada yang membaca pengumuman tentang Gunung Raung. “Saya baru tahu Gunung Raung pernah meletus pada tahun 1500-an,” ujar Nur Rohman, 29, warga Desa Balak, Kecamatan Songgon.

Setelah banyak mendapat penjelasan dari petugas pengamat gunung, warga semakin tahu dan  yakin bahwa saat ini kondisi Raung tengah “batuk-batuk”. Dari penjelasan petugas itu, mereka tak lagi panik dengan keselamatan  warga sekitar Gunung Raung, termasuk sejumlah desa yang  terdampak langsung abu Raung.

Kondisi jalan rusak sejauh 3,2 kilometer menuju PPGA Raung  ternyata malah menjadi tantangan  dan daya tarik tersendiri. Tidak ada warga yang balik kanan karena jalan penuh batu. Selama berada di pos pengamatan, sebagian warga ada yang makan bersama.

“Suasananya ini tidak ada di tempat kami, makanya kami sengaja bawa makanan untuk dimakan di sini ramai-ramai,” ujar salah seorang warga yang enggan dikorankan namanya. Sarapan pagi di bawah rindangnya pohon cengkih di lereng Gunung Raung dengan aroma terapi membuat selera makan bertambah.

Apalagi, sambil melihat Gunung Raung yang terus  mengeluarkan abu vulkanik. “Semoga cepat normal kembali,” harapnya.(radar)